Your rudeness is still longer than I thought
Arisa terbangun dari lamunannya saat mendengar dering telepon yang memecah keheningan. Wanita itu, yang semula merasa tubuhnya seperti ditekan oleh beban tak kasat mata, kini bisa bergerak dengan lebih leluasa. Dia menutup matanya sejenak, menghembuskan napas panjang dalam-dalam untuk menenangkan kepanikannya. Setelah itu, dia mengarahkan pandangannya pada Aveline yang masih asyik bermain dengan boneka Barbienya. Melihat anaknya baik-baik saja membuat Arisa merasa sedikit lega.
Langkah kakinya kemudian membawanya menuju kamar, tempat dia meletakkan ponselnya. Dengan alis mengerut, Arisa mengangkat telepon itu. Tidak ada panggilan masuk, layar ponselnya mati. Lalu, dering telepon siapa tadi yang ia dengar ?
Saat ia berbalik untuk kembali ke dapur, tiba-tiba pintu kamar yang tadinya terbuka terhempas tertutup dengan keras, seperti dihantam kekuatan tak terlihat. Pintu itu terkunci rapat. Arisa terperanjat, tubuhnya menegang oleh rasa takut yang tiba-tiba menyergap. Paniknya bukan hanya karena pintu yang tertutup begitu saja, melainkan karena Aveline masih berada di luar.
Ibu muda itu berlari ke arah pintu dan mulai memukul-mukul pintu dengan keras, tangannya gemetar saat mencoba memutar kunci. "Kenapa pintu ini terkunci dari luar?" bisiknya, lebih kepada dirinya sendiri, matanya penuh ketakutan. Semakin dia berusaha, semakin keras ia memekik, berharap ada seseorang yang mendengar.
"Aveline!! Aveline!!"
"Tolong aku! Siapapun!!"
Tapi tak ada jawaban. Dengan napas tersengal-sengal dan rasa panik yang kian menyesakkan dada, Arisa berbalik, hendak meraih ponselnya kembali. Namun, saat ia memutar tubuhnya, pemandangan di hadapannya membuat darahnya membeku.
Kamar yang seharusnya ia kenali, tempat ia sering beristirahat bersama Aveline, telah berubah total. Dinding-dinding yang dulu berwarna pastel kini berangsur menjadi kelam, digantikan oleh batuan kasar dan lembab seperti dinding gua. Udara di dalam kamar itu berubah menjadi pengap dan busuk, membuat Arisa hampir mual. Cahaya lampu yang sebelumnya menerangi ruangan kini hanya berupa pancaran redup dari sudut-sudut yang tak terlihat.
Matanya mencari-cari tanda penjelasan atas apa yang terjadi. Keringat dingin mulai membasahi pelipisnya saat ia mencoba memahami, tapi ketakutan yang menyelubungi hanya membuat pikirannya semakin kacau. Sensasi seperti terjebak di antara mimpi buruk dan kenyataan menyeruak, membuat Arisa merasa kecil di tengah kegelapan yang tiba-tiba menyelimuti dunianya.
Tiba-tiba, kacamata yang ia kenakan terlempar entah ke mana, seolah ada seseorang yang dengan sengaja merampas dan membuangnya. Pandangannya seketika menjadi kabur, membuat kegelapan yang melingkupi ruangan semakin mencekam. Arisa mengerjapkan matanya berulang kali, berusaha keras untuk fokus, namun bayangan-bayangan di sekitar tampak semakin samar, menambah kepanikan yang sudah menyesakkan dadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage With The Devil (GHOST CURSED 2)
FantasyHarap Membaca Bagian Pertama Terlebih Dahulu untuk Pemahaman Lebih Mendalam Arisa Vera kembali ke kehidupan lamanya-penuh kehancuran dan kekacauan. Ia sulit menerima kenyataan bahwa ikatannya dengan sang iblis, yang selama ini ia rasakan, ternyata h...