Sometimes good needs to come down on top of evil, maybe it seems bad.
Air mata membasahi wajah, terjalin dalam semilir hawa yang membumbung bersama sang kaswara. Akankah semuanya bisa dijelaskan dengan kata-kata, jika dalam tindakan terasa membutakan? Segalanya begitu memekakkan dan membingungkan, seolah ini permainan takdir yang kian menipis. Segalanya terasa merumitkan dalam historinya sendiri, memberi sang kaswala jalan untuk membimbing.
Arisa benar-benar tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya saat ini. Namun, tindakannya menghalangi langkah Izzaz untuk pergi dari perpustakaan cukup membuktikan bahwa ia masih sangat memikirkan Denial. Mungkin gadis itu belum sepenuhnya mengikhlaskan banyak hal yang telah terjadi padanya.
Izzaz hanya diam. Ada banyak hal yang tak bisa diungkapkannya dengan kata-kata. Ia berusaha memahami, namun mendengar pekikan Arisa kepadanya entah kenapa menyulut semburat cemburu yang menjalar di saraf-sarafnya. Ia mendengus kecil, lalu tersenyum tipis. Perlahan, ia membalikkan tubuhnya, bertemu dengan sepasang mata hazel Arisa yang tampak lebih menyedihkan daripada terakhir kali ia melihatnya. Mata itu bergetar penuh emosi, menunjukkan bahwa Arisa sedang mengalami keterpurukan yang sangat dalam. Hati Izzaz terasa sakit melihatnya.
"Apa kau ... baru saja memanggilku Denial, Arisa?" tanya Izzaz, menatap jemari Arisa yang mencengkeram lengannya, seolah memohon agar ia tidak pergi sebelum mengungkapkan identitasnya yang sebenarnya. Arisa hanya diam, bingung bagaimana menanggapi sikapnya yang tiba-tiba. Namun, perasaan aneh menguasainya. Lelaki di hadapannya ini entah mengapa terasa berbeda dari Izzaz yang ia kenal. Ia menyadari perbedaan itu, tapi sulit baginya untuk mendeskripsikannya.
"Apa kau terlalu mencintainya hingga menganggapku dia, Arisa?" tanya Izzaz, sambil melepaskan cengkeraman tangan Arisa di lengannya dengan lembut, membuat gadis itu terkejut dan kikuk.
"Aku nggak bermaksud begitu, Kak. Aku cuma merasa Kakak berbeda dari yang aku kenal," ujar Arisa lirih sambil membetulkan kacamatanya. Udara yang memenuhi ruang perpustakaan yang penuh dengan labirin buku itu menambah suasana semakin mencekam dan penuh perenungan.
Izzaz memberikan senyum tipis di sudut bibirnya, seolah menandakan pemahamannya terhadap Arisa, yang menganggapnya seperti sosok iblis dalam dongeng Angel's Last Mission.
"Aku paham, Arisa. Pasti sulit melupakan seseorang yang sudah terlanjur mengisi hatimu. Semuanya memang rumit," ucap Izzaz, berusaha mencairkan suasana. Kedua tangannya kemudian menyentuh pundak Arisa, seakan ingin meneguhkan hati gadis itu bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Pada akhirnya, setiap teka-teki yang rumit akan terpecahkan—semuanya hanya menunggu waktu.
Sentuhan itu entah mengapa memberikan percikan tersendiri bagi Arisa. Sejujurnya, masih banyak tanda tanya yang tersisa dalam benaknya tentang maksud lelaki itu. Mengapa Izzaz begitu mudah menerima semua ceritanya, yang dianggap karangan oleh kakek dan neneknya, namun tidak baginya? Apakah lelaki itu sebenarnya tahu banyak hal yang selama ini disembunyikan rapat-rapat? Tapi apa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage With The Devil (GHOST CURSED 2)
FantasyHarap Membaca Bagian Pertama Terlebih Dahulu untuk Pemahaman Lebih Mendalam Arisa Vera kembali ke kehidupan lamanya-penuh kehancuran dan kekacauan. Ia sulit menerima kenyataan bahwa ikatannya dengan sang iblis, yang selama ini ia rasakan, ternyata h...