𝟓𝟔. 𝐌𝐃 𝟐: 𝐃𝐞𝐬𝐢𝐫𝐞

2.1K 109 2
                                        

The devil never tires of lust because he is lust itself.

"Denial, kau kenapa?" tanya Arisa dengan suara lembut namun penuh rasa ingin tahu, matanya yang berwarna hazel menangkap perubahan sikap pria itu yang terasa mencurigakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Denial, kau kenapa?" tanya Arisa dengan suara lembut namun penuh rasa ingin tahu, matanya yang berwarna hazel menangkap perubahan sikap pria itu yang terasa mencurigakan. Setelah percakapan mereka yang panjang, Denial tiba-tiba saja jatuh dalam keheningan yang mencekam, membuat suasana di antara mereka berubah tanpa ia sadari.

Arisa menyelesaikan suapan terakhir dari sarapannya dan menatap Aveline, yang terlelap dengan tenang di pangkuan Denial. Wajah gadis kecil itu terlihat begitu damai, membuat siapa pun yang melihatnya akan merasa hangat. Namun, yang dirasakannya saat itu justru ketidaknyamanan yang perlahan merayap. Ada sesuatu yang aneh dari cara Denial duduk diam, sorot matanya tidak seperti biasanya, dan napasnya yang terdengar berat mengganggu kesunyian pagi.

Cahaya pagi yang menyinari dapur seakan memudar, seperti diselimuti oleh bayangan yang tak kasatmata. Suara detak jam di dinding terasa kian lambat, seolah mengikuti irama detak jantung Arisa yang perlahan dipenuhi rasa cemas. Suasana yang tadinya damai mendadak suram, terseret dalam intensitas yang tidak dapat ia jelaskan, seolah Denial sedang menahan sesuatu yang tak mampu ia bagi.

"Aku hanya mengira ..." Suara Denial terhenti sejenak, lalu ia menarik napas dalam-dalam, seolah mencoba menahan sesuatu yang tak tampak. Senyum muram tersungging di bibirnya, namun tidak ada kebahagiaan di balik senyum itu; hanya ada kegetiran yang terpancar dari sorot matanya yang merah menyala. Seiring dengan ucapan yang menggantung itu, aura di sekeliling Denial berubah kelam, berat, menguar seperti bayangan gelap yang memeluk ruangan. Kegelapan itu, meski tak terlihat oleh mata biasa, terasa menyesakkan, seakan mengguncang kenyamanan ruang dapur yang semula hangat oleh sinar matahari pagi.

"Kenapa wanita sepertimu bisa membuat iblis sepertiku jatuh cinta?" lanjut Denial dengan suara pelan, namun penuh ketegasan yang tajam seperti bilah pisau. Kata-katanya mengandung kejujuran yang terasa asing, menguak sesuatu yang selalu ia sembunyikan rapat-rapat. Dia menatap Arisa dengan intensitas yang sulit diterjemahkan, campuran antara kerinduan dan keputusasaan. Matanya memandang dalam, seolah menyelam ke kedalaman jiwa wanita itu, mencari jawaban yang bahkan dia sendiri mungkin takkan pernah pahami.

Arisa terdiam, tak mampu berkata-kata. Hatinya bergetar, tenggelam dalam ketegangan yang tak terduga. Di balik kegelapan yang menyelimuti sosok Denial, ia merasakan sesuatu yang lebih besar daripada sekadar cinta—sebuah ketergantungan yang mendalam dan tak terelakkan, bagaikan takdir yang sudah ditulis jauh sebelum mereka bertemu. Kalimat sederhana itu, diucapkan dengan nada yang penuh kesungguhan, menyentak relung hati Arisa yang paling dalam. Sejenak, ia melihat sosok Denial bukan sebagai sosok penuh kegelapan, tetapi sebagai pria yang rapuh, yang mungkin sudah terlalu lama hidup dalam bayang-bayang kesendiriannya.

"Aku ..." Arisa membuka mulutnya, namun kata-kata enggan keluar, seolah terperangkap dalam kerongkongannya. Dia tahu bahwa di hadapannya bukan hanya seorang pria, tetapi makhluk yang begitu kuat, sekaligus begitu tersiksa oleh perasaannya sendiri.

Marriage With The Devil (GHOST CURSED 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang