𝟐𝟗. 𝐌𝐃 𝟐 : 𝐅𝐨𝐫 𝐭𝐡𝐞 𝐓𝐫𝐚𝐢𝐭𝐨𝐫

1.4K 99 47
                                    

In the end, even if you are forced to, you have to return everything

Malam seolah menjadi saksi bisu dari kekalutan yang merasuk dan merubah segalanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam seolah menjadi saksi bisu dari kekalutan yang merasuk dan merubah segalanya. Segala aksi yang pernah dilakukan kini terpaksa diputarbalikkan, seakan ditarik kembali oleh keinginan yang enggan luruh. Kegelapan malam merayap, memeluk setiap sudut, seakan bersekongkol untuk menyembunyikan kebimbangan dan keresahan yang tak berkesudahan. Angin dingin berhembus pelan, membawa bisikan samar dari segala keputusan yang diambil dalam ketergesaan, menciptakan perasaan ganjil yang menyelubungi suasana. Waktu seakan terhenti, memberi ruang bagi ketakutan dan keraguan untuk menguasai hati, memaksa setiap jiwa untuk berbalik arah dari jalan yang sebelumnya diyakini.

Denial hanya bisa terdiam, sulit mengungkapkan apa yang berkecamuk di hatinya saat mendengar ujaran dari wanita di depannya. Arisa berdiri di sana, masih menggendong putri kecil mereka dengan penuh kelembutan. Sorot mata Denial memudar, lalu pria itu mendengus pelan, seakan mencoba menahan perasaan yang menghimpit dadanya.

"Jadi, kau ingin kembali ke rumah? Setelah semua yang terjadi?" ujarnya, suaranya terdengar dingin, namun ada getaran halus yang sulit disembunyikan. Tatapannya tajam, memandang lurus pada Arisa, seolah menantang keputusan yang diambilnya. Di balik nada sarkastis itu, ada kekecewaan yang terpendam, tak terucapkan, namun tetap terasa jelas dalam keheningan di antara mereka.

Arisa mengangguk pelan, matanya lembut saat menatap Aveline yang tertidur di pelukannya. Ia mengusap perlahan surai rambut putri kecilnya, yang mulai terusik oleh hembusan angin dingin malam.

"Aku hanya belum siap... Kau tak sepenuhnya menjelaskan semuanya padaku," ujarnya, suaranya bergetar halus namun tetap terdengar tegas. Kata-katanya membuat Denial mendengus, lalu mengangguk seolah menerima keluh kesah itu tanpa berusaha membantahnya.

"Baiklah, jika itu yang kau inginkan," kata Denial, nadanya datar namun sarat makna. Ia mendekati Arisa, menatapnya dalam-dalam sebelum dengan lembut mengambilnya dalam gendongannya. Tanpa berkata lebih lanjut, Denial mengepakkan sayap hitam besarnya, yang berkilau samar di bawah cahaya bulan. Dalam sekejap, mereka meluncur ke udara, meninggalkan tanah di bawah yang mulai memudar tertelan kegelapan. Angin malam menyapu wajah mereka, namun Denial memeluk Arisa, seakan memberikan perlindungan di tengah perjalanan melintasi langit malam yang dingin dan sunyi.

Di tempat lain, di sebuah ruangan dengan cahaya redup yang temaram, Izzaz dan Kira terjebak dalam keintiman yang memabukkan. Mereka berciuman dengan penuh gairah, tenggelam dalam pelukan satu sama lain seolah ingin melupakan kekacauan yang telah mereka lalui. Di kamar yang seharusnya menjadi tempat Arisa beristirahat, mereka terus bermadu mesra tanpa rasa bersalah, membiarkan tangan mereka saling menjelajah dalam kehangatan yang tak seharusnya ada.

Izzaz menatap Kira dengan mata yang berkilat penuh hasrat, sementara bibir mereka saling mencari, tak ingin terpisah. Seolah-olah dunia di luar ruangan itu tidak ada, seolah semua masalah dan beban menghilang, tertelan oleh kenikmatan sesaat yang mereka ciptakan. Tawa kecil Kira terdengar, membelah kesunyian, menggoda seakan menantang Izzaz untuk terus menuruti setiap dorongan liar yang muncul di antara mereka.

Marriage With The Devil (GHOST CURSED 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang