When feelings can never lie
Angin malam berbisik lembut, membawa pesan tersembunyi dalam setiap hembusan. Di langit, cahaya bulan bersinar redup, memantul lembut di sela-sela pepohonan yang menjulang, seakan menatap diam-diam dari balik kegelapan. Sinarnya menyelubungi dunia dengan keheningan yang hampir mistis, menerangi dedaunan yang gemetar diterpa angin. Dalam keheningan itu, seolah-olah ada rasa gelisah yang berbisik di antara bayang-bayang, membaur dengan buaian angin yang menyentuh kekalutan, membawa jiwa yang terperangkap dalam renungan malam yang abadi.
Dalam keheningan malam yang begitu tenang, Arisa terlelap di samping Aveline, merasakan hangatnya kehadiran putrinya. Kegelapan malam menyelimuti mereka dalam damai, hanya ditemani oleh cahaya bulan yang redup menelusup melalui jendela. Namun, ketenangan itu tiba-tiba pecah ketika tangisan keras Aveline menggema di ruangan. Arisa tersentak, matanya terbuka lebar saat mendengar jeritan itu, napasnya memburu. Ada kepanikan yang jelas di mata Aveline, seolah-olah sebuah bayangan menakutkan telah menghantui tidurnya, meninggalkan jejak ketakutan yang menggetarkan jiwa kecilnya. Arisa segera memeluknya, berbisik pelan untuk menenangkan putrinya, berharap pelukan dan suaranya dapat mengusir rasa takut yang seolah hadir di antara mereka.
“Hei, hei… ada apa, Sayang?” Arisa berbisik lembut, suaranya dipenuhi kekhawatiran. Dalam dekapan yang penuh kasih, Arisa mulai menepuk punggung gadis kecil itu dengan lembut, mencoba menenangkan tubuh mungilnya yang bergetar.
Namun, tangis Aveline justru semakin pecah, menggema di ruangan yang sunyi. Tubuhnya tampak lunglai, seolah dihantui oleh sesuatu yang tak bisa ia jelaskan, sesuatu yang hanya bisa ia ungkapkan lewat air mata dan isakan. Arisa berusaha menahan emosinya, tetap bersabar, sambil terus membisikkan kata-kata penenang dan menepuk-nepuk punggungnya dengan ritme pelan, berharap bahwa pelukan hangatnya akan mengusir ketakutan yang membayangi Aveline.
“Apakah kau lapar, hmm?” Arisa bertanya dengan suara lembut, berusaha menenangkan dirinya sambil mengelus rambut halus Aveline yang basah oleh air mata. Gadis kecil itu mengangguk pelan, bibir mungilnya bergetar saat ia berbisik lirih, “Daddy … Daddy …”
“Shh … Daddy sedang tidak ada, Sayang. Ayo, kita buat sesuatu yang enak untukmu, ya?” Arisa berbisik lembut, mencoba menghibur putrinya yang masih terguncang. Perlahan, ia bangkit dari tempat tidur, menimang Aveline di lengannya, dan mulai berjalan menuju dapur dengan hati-hati, berusaha tidak mengganggu ketenangan malam yang sunyi.
Namun, saat Arisa melangkah keluar dari kamar, hawa dingin yang tak biasa menyergapnya. Udara di sekitar tiba-tiba terasa beku, menusuk kulit hingga ke tulang, membuat bulu kuduknya meremang. Bersamaan dengan itu, perasaan tak nyaman perlahan menguasai hatinya, menimbulkan kecemasan yang samar tapi tak terelakkan. Dia menatap ke sekeliling, mencoba mencari sumber dari rasa dingin yang tiba-tiba menyelimuti mereka, namun yang ada hanya keheningan kelam malam yang seakan menatap kembali dengan tatapan misterius dan penuh rahasia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage With The Devil (GHOST CURSED 2)
FantasyHarap Membaca Bagian Pertama Terlebih Dahulu untuk Pemahaman Lebih Mendalam Arisa Vera kembali ke kehidupan lamanya-penuh kehancuran dan kekacauan. Ia sulit menerima kenyataan bahwa ikatannya dengan sang iblis, yang selama ini ia rasakan, ternyata h...