If I didn't have my little angel I wouldn't have survived.
Intrik membawa pesan dalam gemerlapnya asa yang memuai cerita dalam alunan rumit, seolah setiap langkah yang menapak selalu memiliki alasan untuk menatap. Sepasang burung mengepak, membawa pesan abadi dalam angin yang membuai sang kaswala. Segala terasa membingungkan dalam distorsi yang lambat.
Bohong jika Arisa tidak merasa sedih setelah kembali ditolak untuk kesekian kalinya dalam usahanya melalui wawancara demi menjadi karyawan di gedung-gedung yang begitu ia idamkan. Banyak hal menjadi kegelisahannya di setiap langkah saat menyusuri jalanan yang hampir sepi. Senja melambai-lambai di ujung langit. Perjalanannya cukup jauh untuk pulang ke rumah, dan berjalan kaki menjadi pilihannya kini, karena ia merasa terlalu tidak nyaman untuk naik taksi.
Angin sore yang sejuk membelai lembut wajahnya, membawa sedikit ketenangan di tengah pikirannya yang penuh gejolak. Meski penampilannya tak menarik namun wajahnya terpahat dengan cantik alami. Sepatu hak tinggi yang sederhana membalut langkah-langkahnya yang terkesan ragu, seolah mencerminkan kekalutan hatinya. Udara yang semula hangat mendadak terasa dingin, seolah ikut menyelimuti keresahannya. Ia berulang kali berusaha meneguhkan hatinya, namun bayangan ketidakadilan terus menghantuinya tanpa ampun.
Langkah-langkah panjangnya mengarah ke deretan rumah di sebuah perumahan yang tampak rapi dan teratur. Rumah-rumah itu memiliki desain yang seragam—atapnya miring dengan dinding eksterior berwarna terang, dominasi putih dan krem. Namun, di antara bangunan-bangunan itu, sebuah rumah dengan dinding berwarna biru tua tampak mencolok, memberi sedikit variasi pada lanskap perumahan yang monoton. Itu adalah rumahnya.
Taman-taman depan rumah-rumah tersebut tampak terawat dengan baik. Rumput hijau yang terpangkas rapi dihiasi oleh berbagai tanaman hias, menciptakan kesan asri dan nyaman. Jalan setapak dari beton membentang lurus, menghubungkan satu rumah dengan rumah lainnya, memberikan akses yang mudah bagi para penghuni. Pohon-pohon rindang berjajar di sepanjang jalan, memberikan bayangan teduh yang menyejukkan di bawah sinar matahari yang mulai condong ke barat.
Arisa akhirnya tiba di rumah. Rumah ini adalah buah dari masa bahagianya bersama Izzaz. Setelah menikah, mereka memutuskan untuk membeli rumah ini—di kawasan kota yang lebih ramai dan strategis, demi membangun kehidupan baru sebagai keluarga kecil. Namun, semua kebahagiaan yang dulu terasa abadi itu kini tinggal kenangan. Hubungan yang mereka bangun dengan penuh harapan akhirnya runtuh ketika Izzaz meminta cerai. Rumah yang dulunya penuh dengan tawa kini terasa hampa, meski kehadiran putri kecil mereka, Aveline Margareth, selalu memberi secercah kebahagiaan.
Ia berdiri sejenak di depan pintu, membiarkan kenangan-kenangan itu menyerbu pikirannya. Namun, dengan napas panjang, ia mengusir semua itu. Hidup harus terus berjalan. Perlahan, ia melepas sepatu hak tingginya, merasakan dinginnya lantai menyentuh telapak kakinya. Tangannya terulur, membuka kenop pintu dengan perasaan campur aduk.
Begitu pintu terbuka, suara tawa ceria yang sangat dikenalnya menyambutnya.
“Mommy!” Pekikan gembira Aveline Margareth menggema di ruangan. Sang gadis kecil berlari menghampirinya, membuat langkah kecil dengan semangat penuh, meski baby sitternya dengan cepat mencoba menghentikan aksi spontan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage With The Devil (GHOST CURSED 2)
FantasyHarap Membaca Bagian Pertama Terlebih Dahulu untuk Pemahaman Lebih Mendalam Arisa Vera kembali ke kehidupan lamanya-penuh kehancuran dan kekacauan. Ia sulit menerima kenyataan bahwa ikatannya dengan sang iblis, yang selama ini ia rasakan, ternyata h...