𝟓𝟕. 𝐌𝐃 𝟐 : 𝐀 𝐖𝐚𝐫𝐦𝐭𝐡

1K 72 4
                                    

A promise kept

A promise kept

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mommy ...?"

Suara kecil itu menggema di telinganya, memecah kesunyian yang melingkupi gua. Arisa mengerang pelan saat kesadarannya perlahan kembali. Matanya masih setengah terpejam ketika mendapati sosok mungil di depannya, berdiri dengan wajah ceria dan senyum lugu. Sang putri, Aveline, menatapnya dengan pandangan polos dan gelak tawa yang renyah, seolah mengundang ibunya untuk bangun dari tidur lelahnya.

Arisa tersenyum sesaat, tenggelam dalam hangatnya kehadiran sang putri. Namun, senyuman itu segera memudar, berganti dengan keterkejutan yang tak tertahankan. Mata Arisa melebar, dan tubuhnya terdorong untuk segera duduk tegak. Nafasnya tersengal ketika kesadaran sepenuhnya kembali.

"Bagaimana bisa kau ada di sini, Aveline?" bisik Arisa, suaranya hampir tidak terdengar. Jemarinya gemetar saat ia meraih bahu putrinya, seolah ingin memastikan bahwa gadis kecil itu benar-benar ada di hadapannya, bukan sekadar bayangan.

"Astaga, Denial! Pria itu …," geram Arisa, berusaha menahan amarah yang bergejolak di dadanya. Tanpa ragu, ia segera mengangkat tubuh Aveline ke dalam dekapannya, mencoba melindungi gadis kecil itu dari situasi yang terasa semakin ganjil. Bekas persetubuhan mereka yang kasar masih membekas di tubuhnya, dan rasa sakit serta ketidaknyamanan itu membuatnya semakin tak tenang.

Matanya menyapu seluruh gua, mencari jawaban dari kekacauan ini. Ia merasa dikhianati, dan kini kehadiran Aveline hanya menambah kengerian yang ia rasakan. Arisa menegakkan tubuhnya, menarik napas dalam-dalam sebelum menatap ke depan dengan ekspresi keras.

"Baiklah, Denial, cukup!" serunya, suaranya bergetar menahan amarah. "Kau membawaku tiba-tiba ke tempat ini hanya untuk … untuk menyetubuhiku dengan paksa, dan sekarang kau membiarkan Aveline berada di sini? Apa sebenarnya yang kau rencanakan?!"

Tiba-tiba, suara tawa kecil yang sinis menggema di sudut ruangan, memecah kesunyian dan membuat bulu kuduk Arisa meremang. Ia tersentak, memutar tubuhnya, dan mendapati Denial sudah berdiri di atas salah satu batu besar di sisi gua. Ia menatapnya dengan ekspresi datar, tangannya terlipat di dada, dengan senyuman tipis yang penuh ejekan.

"Memangnya sopan berkata seperti itu di hadapan anak kita?" ujarnya dengan nada dingin, matanya memicing tajam ke arah Arisa. Setiap kata yang keluar dari bibirnya terdengar penuh sindiran, seolah mengejek ketidakberdayaan Arisa di depannya.

Arisa mengeraskan rahangnya, menatapnya dengan kemarahan yang membara. "Kau …" gumamnya, giginya terkatup rapat menahan emosi yang hampir tak terkendali. Tapi Denial hanya terkekeh, seolah menikmati kemarahannya.

"Kenapa? Masih tidak bisa menerima apa yang kita lalui, istriku? Ingat, kita sekarang berada di Skyhaven. Kau bisa menanyakan semua pada Aveline, jika kau tidak percaya," ujarnya dengan nada angkuh, seolah tempat ini adalah dunianya yang tak tertandingi.

Marriage With The Devil (GHOST CURSED 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang