When I knew that day you were hurt because of me"Sudahlah, Arisa. Jangan berlagak seolah kau tak menikmatinya," ucap Denial dengan nada sebal, matanya menyipit tajam menatap wanita di depannya. "Meski bisa dianggap mencuri, aku tidak benar-benar melakukannya secara terang-terangan, kan? Ini hanya sihir, sihirku yang bekerja."
Arisa menghela napas panjang, merasa lelah dengan perdebatan yang seolah tiada ujung. Perubahan besar pada rumahnya—seperti sebuah renovasi mendadak—membuatnya bingung sekaligus khawatir. Tapi Denial, seperti namanya, selalu memiliki alasan untuk menyangkal tuduhan apa pun yang mengarah padanya. Hal ini tentu saja membuat Arisa mendengus kesal, menyadari betapa mudahnya pria itu memutarbalikkan keadaan sesuai kehendaknya.
Denial tersenyum tipis, menikmati ekspresi bingung dan cemas di wajah Arisa, seolah perubahan yang ia ciptakan adalah sebuah hadiah tak ternilai.
"Aku hanya membuat tempat ini sedikit lebih menarik, kau harus berterima kasih," lanjutnya, menyeringai sinis. "Bukan salahku jika sihirku membuat segala hal jadi lebih ... menyenangkan."
Arisa menatapnya, masih dengan tatapan tidak percaya. Ia tahu, apa pun yang dikatakan Denial, pria itu tidak akan pernah benar-benar mengakui kesalahannya. Nama itu memang cocok baginya—Penyangkalan.
Arisa mendesah pelan, pandangannya menyapu seluruh ruangan.
"Suka-suka kau lah, Denial," katanya akhirnya, suaranya terdengar setengah menyerah.
"Tapi, ya ... semua ini tampak lebih rapi dan lebih hidup. Terima kasih, kurasa."
Denial mengangkat sebelah alisnya, ekspresinya terlihat tidak puas. "Kenapa harus ada kata kurasa?" tanyanya, nada suaranya mengandung nada mengejek.
"Kalau kau memang berterima kasih, ucapkan saja dengan sepenuh hati. Jangan setengah-setengah seperti itu."
Arisa menatap balik Denial, mencoba mencari makna di balik ucapannya. Pria itu selalu penuh teka-teki, sulit ditebak, seolah bermain dengan kata-kata adalah keahliannya. Meski ingin menyangkal, ia tahu bahwa Denial tidak akan pernah menerima jawaban yang terasa tidak tulus.
"Kau ingin aku berkata apa?" tanya Arisa akhirnya, sedikit frustasi. "Semuanya terasa tiba-tiba, seperti ... seolah kau sedang bermain-main denganku."
Denial tertawa kecil, senyumnya melebar.
"Bermain? Mungkin. Tapi aku hanya ingin memastikan kau tahu siapa yang memegang kendali di sini," ucapnya sambil menekankan setiap kata, suaranya terdengar seperti bisikan halus yang menusuk telinga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage With The Devil (GHOST CURSED 2)
FantasyHarap Membaca Bagian Pertama Terlebih Dahulu untuk Pemahaman Lebih Mendalam Arisa Vera kembali ke kehidupan lamanya-penuh kehancuran dan kekacauan. Ia sulit menerima kenyataan bahwa ikatannya dengan sang iblis, yang selama ini ia rasakan, ternyata h...