Harap Membaca Bagian Pertama Terlebih Dahulu untuk Pemahaman Lebih Mendalam
Arisa Vera kembali ke kehidupan lamanya-penuh kehancuran dan kekacauan. Ia sulit menerima kenyataan bahwa ikatannya dengan sang iblis, yang selama ini ia rasakan, ternyata h...
Tell how evil the devil is, more and full of intrigue.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Suara pedang yang berkelebat diiringi pancaran energi kuat memenuhi gua itu, menciptakan suasana yang mencekam. Dengusan tajam dan keringat yang mengalir membuktikan betapa besar emosinya, tersalur dalam setiap ayunan pedang tersebut.
Pedang itu memiliki ukiran rumit dan penuh lekukan tajam. Bilahnya berwarna merah gelap, seolah terbuat dari logam yang sangat panas atau bahkan lava. Hulu pedang berbentuk unik, dihiasi ornamen menyerupai tanduk atau duri. Kekuatan sihir yang mengalir dari pedang itu semakin mempertegas nuansa menyeramkan, dengan sulur-sulur energi yang tak menentu menjalar di langit-langit gua.
Sejak memutuskan hubungannya dengan Arisa, Denial terus menghabiskan waktunya untuk melatih pedang yang telah diambilnya. Ia menyalurkan seluruh kekuatannya ke dalam latihan itu, menjadikannya sebagai pelampiasan emosi yang berkecamuk dalam hatinya. Bersama Aella, peri cantik yang selalu mengawasinya, Denial terus berlatih. Mata Aella, yang berkilauan seperti bintang-bintang di kejauhan, tak pernah lepas mengamati setiap gerakan Denial. Ketangkasannya, kekuatannya yang gagah perkasa, serta aura iblis yang menyelimutinya membuat latihannya semakin intens dan penuh dengan energi gelap.
Aella tahu bahwa saat-saat seperti inilah Denial meluapkan semua emosinya. Ia belum pernah melihat pria itu berlatih dengan kemarahan yang begitu tegang seperti ini, emosinya terasa jelas terpancar. Peluh membasahi tubuh berotot Denial, menciptakan kilauan yang mempesona. Aella duduk di atas sebuah batu, menopang dagu dengan penuh keprihatinan. Ia tahu Denial sangat mencintai Arisa, tetapi mengapa pria itu begitu takut untuk mengambil langkah maju?
"Iblis, iblis, iblis ... Mereka diciptakan begitu kasar dan berani, tapi saat menghadapi cinta, semua itu lenyap," kata Aella dengan nada jengah, menyindir Denial dengan sarkasme. Entah pria itu menyadarinya atau tidak. Jika iya, mungkin riwayat Aella akan berakhir di sana.
Denial tiba-tiba menghentikan gerakannya, tubuhnya membeku seketika. Ia menundukkan wajah, merasakan keringat yang jatuh dan napasnya yang terengah-engah, sementara rahangnya semakin mengeras. Sorot matanya kemudian melirik ke arah Aella, yang tampak tak menunjukkan rasa takut sedikit pun, hanya mengedikkan bahu.
"Apa? Apa aku salah? Bukankah yang kukatakan benar?" ujar Aella, menantang dengan nada sarkastis, membuat Denial mendengus kasar.
"Kau tak mengerti apa pun, jadi diamlah."
"Selalu begitu, kau bilang aku tak mengerti apa-apa, padahal seluruh penduduk Skyhaven tahu akan kekalutanmu. Denial, ayolah, jangan berbohong. Itu percuma—perasaan adalah hal yang sulit untuk disembunyikan," ujar Aella dengan nada frustrasi. Entah kenapa, peri kecil itu merasa geram melihat Denial terus mundur dari langkah yang seharusnya diambil, langkah untuk menjadikan Arisa sepenuhnya miliknya, mengurung gadis itu dalam dekapannya.
Denial hanya diam menanggapi perkataan Aella. Ia kemudian menyimpan pedangnya ke dalam energi sihirnya, lalu menatap Aella dengan sorot mata yang ganas.