The air is always hot
Denial terbangun saat merasakan sentuhan lembut dari tubuh mungil yang menekan perutnya. Dengan mata setengah terbuka, ia mendengar suara tawa kecil yang ceria, seperti alunan musik lembut di tengah malam yang sunyi. Tangan kecil itu sesekali mencubit atau menekan perutnya, seolah-olah ingin membangunkannya sepenuhnya.
Dia membuka matanya perlahan dan melihat sosok Aveline yang tersenyum lebar, matanya bersinar penuh kegembiraan. Gadis kecil itu terlihat begitu menikmati kebersamaan mereka, tanpa menyadari bahwa tindakannya mengganggu tidur Denial. Namun, melihat wajah ceria Aveline yang polos, Denial justru merasa ada kehangatan dalam hati, sesuatu yang jarang ia rasakan.
Tanpa sadar, Denial tersenyum tipis, membiarkan gadis kecil itu terus bermain di atas perutnya. Rasanya seperti waktu berhenti hanya untuk mereka berdua, terhanyut dalam momen kebahagiaan sederhana.
"Di mana ibumu?" tanyanya dengan suara serak. Pandangannya berkeliling, mencari sosok Arisa, namun tak ada tanda-tanda kehadirannya di ruangan itu.
Aveline tak menanggapi pertanyaan Denial, terlalu asyik menikmati bermain dengan perut sang ayah. Ia terus menekan dan mencubit dengan tawa ceria, membuat Denial mendengus kecil, tak kuasa menahan geli. Dengan cepat, Denial meraih tubuh mungil putrinya dan mengangkatnya ke udara, lalu mencium pipi Aveline penuh gemas.
"Mau bermain dengan Daddy, hmm?" tanyanya lembut, dengan senyum hangat yang jarang muncul di wajahnya. Tawa Aveline pun terdengar semakin riang, terkikik senang di pelukan ayahnya.
“Daddy … Daddy!” Aveline mencoba mengucapkan kata itu dengan suara cadel, menggemaskan.
Denial tersenyum lebar, hatinya terasa penuh oleh kehangatan yang tak biasa. Moment seperti ini, meski kecil, membuatnya merasa memiliki dunia dalam genggaman—hanya dengan senyum polos gadis kecilnya.
Denial menatap Aveline dengan penuh kelembutan, kemudian dengan perlahan mengangkat tubuh mungil putrinya, menempatkannya di gendongan yang kokoh. Tubuhnya yang besar dan kekar, dengan otot yang jelas terpahat, tampak mendominasi ruangan. Keberadaannya memancarkan kekuatan, namun di balik sosok yang garang itu, ada kasih sayang yang dalam terhadap gadis kecil yang kini berada dalam pelukannya.
Sebelum melangkah lebih jauh, Denial menggerakkan tangannya, dan dalam sekejap pakaian gelap khasnya muncul, membungkus tubuhnya dengan sempurna, seolah teranyam dari bayangan.
Sambil menggendong Aveline yang memeluknya erat, Denial beranjak dari kasur. Langkah kakinya mantap, setiap gerakan terukur, memenuhi ruangan dengan aura yang nyaris mendominasi. Aveline tampak nyaman di pelukannya, bahkan memegang kuat bahunya sambil tertawa kecil. Gadis kecil itu menyandarkan kepalanya di dada Denial, mendengar detak jantung yang kuat dan teratur—sebuah irama yang menenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage With The Devil (GHOST CURSED 2)
FantasyHarap Membaca Bagian Pertama Terlebih Dahulu untuk Pemahaman Lebih Mendalam Arisa Vera kembali ke kehidupan lamanya-penuh kehancuran dan kekacauan. Ia sulit menerima kenyataan bahwa ikatannya dengan sang iblis, yang selama ini ia rasakan, ternyata h...