However, I can't deny that my destiny is to be with you, forever.
Denial melemparkan tubuh petugas yang dicekiknya dengan kasar ke aspal, menghasilkan bunyi keras saat tubuh itu menghantam permukaan jalan. Ia mendengus puas, menikmati ekspresi kesakitan dan ketakutan yang terpancar di wajah beberapa petugas lain yang menyaksikan kejadian tersebut. Mata Denial, dingin dan tajam, beralih ke arah Arisa yang berdiri tidak jauh darinya. Arisa memeluk Aveline erat-erat, seolah mencoba melindungi putrinya dari kengerian yang terjadi di hadapan mereka. Namun, sorot matanya sulit diartikan-campuran ketakutan, keputusasaan, dan mungkin sedikit harapan bahwa semua ini akan segera berakhir.
Denial mulai melangkah mendekati Arisa, tatapannya tajam dan penuh tekad. Namun, langkahnya terhenti ketika terdengar suara letusan pistol dari salah satu petugas yang masih memiliki sisa tenaga untuk melawan. Arisa tersentak, matanya membulat karena terkejut, dan hendak memekik saat melihat peluru melesat menuju Denial. Tapi, suaranya tertahan begitu menyaksikan punggung Denial memancarkan kilauan perisai sihir, membentuk lapisan pelindung yang membuat peluru-peluru itu terpental dan tak mempan sedikit pun.
Satu per satu, peluru ditembakkan, tapi tak ada yang mampu menembus perlindungan magis yang mengelilingi tubuh Denial. Keteguhan di wajahnya tak tergoyahkan. Dengan gerakan anggun namun mengintimidasi, Denial membuka sayap hitam besarnya, yang menjulur lebar dari punggungnya, berkilauan dalam kegelapan malam seolah siap melindungi atau menghancurkan apa saja yang ada di jalannya. Ia mendekati Arisa, memancarkan aura yang menggabungkan kekuatan dan keanggunan, lalu mengulurkan tangan dengan lembut.
"Pulang?" ucapnya, suaranya rendah tapi penuh otoritas, seolah tak memberi ruang bagi penolakan.
Arisa menatap Denial dengan pandangan yang sulit diartikan, seolah mencoba memahami semua yang terjadi di sekelilingnya. Sorot matanya dipenuhi kelelahan, kebingungan, dan sedikit ketidakpercayaan. Namun, di balik semua itu, ada keteguhan yang tetap bersinar. Ia mendengus pelan, seolah mengejek kenyataan yang dihadapinya.
"Aku tahu aku tak perlu khawatir dengan iblis sepertimu," ujarnya dengan nada datar, meskipun ada sedikit ketegasan dalam kata-katanya. Perlahan, ia mengulurkan tangan dan meraih uluran Denial.
Begitu jari-jarinya bersentuhan dengan tangan pria itu, Denial menariknya dengan lembut namun tegas, mendekatkan tubuh mereka hingga hampir bersentuhan. Aveline, yang tertidur nyenyak dalam pelukan Arisa, tetap terlelap tanpa terganggu oleh kekacauan di sekitarnya. Denial memandang Arisa sejenak, seolah ingin memastikan keputusannya, sebelum menarik mereka lebih erat, memberikan rasa aman yang paradoksal di tengah situasi yang penuh ketegangan.
Denial mengulurkan tangannya, jari-jarinya yang kokoh perlahan menyentuh pinggang Arisa. Sentuhannya terasa halus namun penuh kepemilikan, seolah memastikan bahwa ia tetap berada di sisinya, terlepas dari segala ketakutan yang mungkin Arisa rasakan. Ia mendekatkan wajahnya, menatap mata Arisa sejenak, mencari sesuatu di kedalaman tatapannya yang sulit diartikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage With The Devil (GHOST CURSED 2)
FantasyHarap Membaca Bagian Pertama Terlebih Dahulu untuk Pemahaman Lebih Mendalam Arisa Vera kembali ke kehidupan lamanya-penuh kehancuran dan kekacauan. Ia sulit menerima kenyataan bahwa ikatannya dengan sang iblis, yang selama ini ia rasakan, ternyata h...