This Must Be Love

293 58 60
                                    

Usai mendapat izin dari Hyo Joo untuk kembali naik ke lantai atas, tanpa basa-basi Dain langsung mengetuk daun pintu si empunya kamar.

Tok tok tok

"Unnie...... boleh aku masuk?"

Hening, sudah semenit ia menunggu, belum ada jawaban samasekali dari Ahyeon. Untuk sekedar berdehem pun tidak. Merajuknya kali ini melebihi rajukannya yang pagi tadi.

"Unnie..... kau sungguh tidak ingin memberiku kesempatan untuk bicara?" Ucap Dain lagi, belum menyerah dengan usahanya.

Lagi-lagi Ahyeon tak bergeming. Entah apa yang membuatnya begitu keras kepala, jika memang didasari rasa cemburu saja, sepertinya ini agak berlebihan.

Lagipula saat Karina bertemu dengan Dain di mall tadi, Rora tidak diam saja, gadis itu memberikan penjelasannya agar Karina berhenti dan Ahyeon menyaksikan semua itu.

Tapi mengapa ia tetap mempertahankan egonya untuk terus mendiami kekasihnya sendiri setelah melihat seluruh usaha Dain, bukankah ini keterlaluan?

"Baiklah kalau dalam hitungan ketiga unnie tidak juga membuka pintunya, aku akan pulang" Rora memperingatkan, meski terdengar sedikit mengancam, nada bicaranya tetap halus.

"Satu.... Dua.... Ti..."

Dan benar saja, taktik yang digunakan Dain 100% berhasil. Sebelum Rora mengucapkan angka tiga, daun pintu yang tadinya tertutup rapat kini telah terbuka.

Dain tersenyum. Ia mulai melangkahkan kedua kakinya untuk menghampiri Ahyeon yang masih menekuk wajahnya.

Melihat pergerakan Rora, sang direktur kontan menjauh, rasa gengsi telah mendorongnya untuk tampil menjadi wanita yang jauh dari kata dewasa. Ia sengaja menghindari Dain dengan berbalik badan, dan duduk ditepi ranjang, bersendekap dada sambil memasang raut tak senang hati.

Mendapati sikap kekasihnya, Dain hanya menggelengkan kepala. Ia tidak menyangka jika akan mengencani seorang wanita bergelar direktur yang luarnya terlihat kalem dan mature, namun aslinya bisa se-sensitif ini.

Jika diingat-ingat, sikap childish-nya tersebut sangat mirip dengan perangai sahabat thailand-nya, Chiquita.

Bila sudah merajuk, manjanya itu gak ketulungan. Habis waktu hanya untuk membujuk demi mengembalikan senyumnya lagi. Benar-benar harus extra sabar.

"Mengapa marahnya lama sekali, hm?" Dain berjongkok, ia menggenggam kedua tangan Ahyeon sembari menatap lekat wajah kekasihnya yang menunduk.

Untuk yang kesekian kalinya, Rora diabaikan. Ahyeon masih saja betah membungkam mulutnya, seolah tak ingin bicara apa-apa.

"Unnie ingin diam seperti ini saja? Unnie yakin? Aku sudah berusaha memberikan penjelasan kepada Karina unnie, dan kau juga melihat serta mendengar bagaimana aku mengakuimu sebagai kekasihku dihadapannya. Lalu aku harus bagaimana agar unnie berhenti merajuk padaku?" Dain terus mengeluarkan uneg-uneg nya.

Namun tetap dengan sikap yang tenang, nadanya lembut, samasekali tak menunjukkan bahwa ia pun bisa balik marah jika Ahyeon terus-menerus mendiaminya seperti sekarang.

Ahyeon mulai terpengaruh, ia sendiri juga tak tau mengapa ia bisa se-egois ini terhadap Dain. Padahal gadisnya adalah sosok pasangan yang sangat pengertian, pengalah dan dewasa, tapi ia malah mengecewakan Rora dengan memperpanjang masalah yang harusnya sudah selesai sejak tadi.

"Baiklah aku akan mengakui sesuatu hal padamu, saat aku masuk ke high school ditahun pertama, ada beberapa kakak kelas yang menyukaiku termasuk Karina unnie. Aku tau mereka menyukaiku karena hampir setiap hari aku menerima banyak hadiah yang tersimpan di dalam lokerku, aku tidak tau siapa-siapa saja yang meletakkannya disana"

CheeZe CaKeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang