Deep Talk (Insecure)

311 56 41
                                    

"Jadilah kekasih unnie Dain-ah" Pinta Ahyeon dalam confession-nya.

"N-nde??"

Tentu gadis muda itu terkejut bukan main, ia tidak salah dengar kan? Ini bukan khayalan kan? Ia takut sekali jika yang tengah terjadi hanya sebatas mimpi karena perasaannya yang terlalu menggebu terhadap Ahyeon.

Jika memang ini semua cuma mimpi, tolong biarkan Dain menikmati mimpinya selama mungkin, sebelum alarm membuatnya terbangun.

"Awww ssshhh" desisnya. Rora mencubit punggung tangannya sendiri cukup kuat. Memastikan kalau yang ia alami bersama sang direktur adalah sebuah kenyataan, bukan khayalan semata apalagi halusinasi seperti yang ia sangka.

Bahkan perjalanan conversation mereka sudah sampai sejauh ini, Dain masih berusaha untuk denial, entah apa yang ada dalam pikirannya sampai-sampai ia meragukan ini semua.

Haruskah kita menyebut Rora terlalu polos? Atau mungkin..... Bodoh? Ah entahlah!

Ahyeon yang mendapati sikap absurd Dain, langsung mengarahkan atensinya pada tangan gadis itu.

"Waeyo? Mengapa kau mencubit punggung tanganmu sendiri Dain-ah?" Sang direktur panik, ia mengambil tangan tersebut lalu memeriksanya, ada bekas merah yang tertinggal.

"Itu sakit unnie, aku pikir ini mimpi, ternyata sungguhan" Dain menyengir. Bisa-bisanya ia melawak ditengah-tengah obrolan serius yang sudah mereka lakukan selama hampir 20 menit lamanya.

"Ck, Paboya!!! Jangan bercanda, tentu saja ini sungguhan, kau pikir ini mimpi huh?" Cebik Ahyeon, ia memutar bola matanya, sikap childish Rora kali ini tidak begitu menyenangkan.

"B-bukan begitu unnie, aku sulit percaya jika seorang direktur hebat sepertimu menyukai gadis remaja biasa sepertiku. Apakah itu boleh?" Dain menunduk lagi, ia meremas ujung bajunya. Memperlihatkan jejak gelisah karena takut melihat reaksi Ahyeon yang tampak agak tersinggung.

"Apa maksudmu dengan kata boleh, hm? Unnie jatuh cinta padamu karena hati unnie yang merasakannya sendiri Dain-ah, tidak peduli kau siapa, berapa usiamu, atau dari kalangan mana, jika hatiku yang sudah menentukannya, unnie bisa apa? Apa kau ingin melarang unnie untuk jatuh cinta padamu?" Balas Ahyeon memberikan pengertiannya.

Sang direktur mengusap pundak Dain yang menurun karena rasa tidak percaya dirinya yang tiba-tiba saja muncul. Ia insecure, merasa tak sepadan dengan Ahyeon.

"Tapi tetap saja, kita berbeda level.." lirih gadis itu, suaranya semakin pelan nyaris tak terdengar. Ditambah lagi hujan diluar sana yang semakin deras, seolah mendukung suasana hati Dain yang mulai kacau.

Melihat wajah sendu Rora, Ahyeon menarik tangan gadisnya dan mengajaknya ke tepi ranjang.

Lagi-lagi Rora menurut. Ia mengikuti gerak langkah Ahyeon. Kini mereka sudah dalam posisi duduk, saling berhadap-hadapan, mencari kenyamanan agar lebih leluasa berbicara empat mata.

"Lalu, pernyataan tentang kau yang menyukai unnie, apa itu bohong?" Ahyeon membuka suaranya lebih dulu.
Dengan sabar ia berusaha untuk mengembalikan minat gadisnya pada topik intens yang sedang berlangsung.

Mendapat tudingan sang direktur, Dain menggeleng cepat. Ia tak suka jika Ahyeon menuduhnya berbohong tentang perasaannya.

"Anniyo... tentu saja itu benar! Aku benar-benar menyukai unnie, mengapa unnie terus menuduhku berdusta"

Ahyeon tersenyum.
Ia mengusap pipi Dain yang entah sudah ke berapa kali. Ia senang melakukan skinship dengan gadisnya, hanya untuk memberikan rasa tenang dan nyaman pada Rora lewat sentuhannya.

CheeZe CaKeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang