Part 6

12.7K 793 4
                                    

Nailah pov
"Nai, ini kamar kamu, dan kamu juga ada temennya kok karna dikamar ini juga ada yg nempati, kalian tidur berdua, tempat tidurnya juga ada 2, biar kamu ada temennya, dia juga baru kemarin disini, anak dari temennya abi Rafi"

"Oh begitu, tidak apa apa umi, Nai seneng kalo ada temennya"

"Yasudah, mungkin sebentar lagi dia balik, umi juga udah bilang sama dia kalo akan ada temennya dikamar ini"

"Baik umi"

"Umi mau ke belakang dulu ya, assalamualaikum"

"Waalaikumsalam umi" umi pergi meninggalkanku, aku kembali menoleh ke dalam kamar, aku melihat kamar ini cukup lebar, ada 2 tempat tidur, 2 lemari disamping tempat tidur, terdapat rak buku kecil disebelah tempat tidur yg lain dengan meja belajarnya, dan juga ada 1 kamar mandi, aku tersenyum dan masuk untuk membereskan pakaianku, umi juga memberitahu bahwa tempat tidurku yg berada diujung.

Aku membuka koperku, memasukkan baju yg ku bawa ke dalam lemari, dan juga menyusun beberapa buku yg aku bawa di meja belajarku, saat sibuk menyusun buku, kudengar seseorang membuka pintu, aku pun langsung melihat kearah pintu dengan tersenyum, namun seketika senyumku hilang saat mengetahui wajah wanita itu.

"Nazwa" ucapku pelan.

"Nailah, ngapain kamu disi.. Jangan bilang kalo kamu yg tinggal disini juga?" ucapnya yg kulihat sedikit marah.

"Aku tinggal disini juga" ucapku tersenyum meski ku paksakan untuk tersenyum, aku slalu mengingat apa yg umi ajarkan, tersenyumlah saat seseorang marah padamu, dan jangan ikut marah padanya karna itu sifatnya syetan.

Flashback on
Aku berjalan menuju toilet sekolahku, beberapa bulan lagi aku akan lulus dari sini, semoga saja, aku masuk ke dalam toilet, kulihat tak ada orang dan kemudian aku masuk ke salah satu wc yg ada didalam toilet itu dan menutupnya.

Saat semua selesai, aku membereskan kembali bajuku dan merapikan, saat ingin membuka pintu, kudengar suara yg menandakan ada orang masuk, kudengar seperti ada 3 orang yg masuk.

"Eh kalian tau ga sebenernya Habibi dan Habibah itu bukan saudara kandung sama Nailah" aku kembali menutup pintu yg sempat aku buka sedikit setelah mendengar ucapan mereka.

"Maksudnya gimana?" kudengar temannya bertanya.

"Kemarin kan aku diminta bu Dewi wali kelas kita untuk nyusun data data siswa dikelas kita, disitu aku ngeliat data 3 saudara itu, kulihat perbedaan umur mereka cuma 5 bulan aja, kalian yakin ga sih kalo mereka itu saudara kandung" aku terdiam mendengarkan semua ucapan mereka, meski aku tau bahwa yg aku lakukan ini salah tapi aku tak tau lagi harus berbuat apa tentang semua kebenaran yg diucapkan mereka.

"Jangan jangan Nailah itu anak diluar nikah, siapa tau ayahnya dulu nikahin ibunya waktu itu ibunya udah mengandung duluan, bener ga?" ucap temannya yg lain.

"Bener juga, kasian banget ya jadi anak haram" kudengar mereka semua tertawa, aku mencoba menahan emosiku dan mengucapkan istighfar dalam hatiku, tak terasa air mataku menetes begitu saja, benarkah semua ucapan mereka, tapi tidak mungkin jika umi ku seperti itu.

"Tapi kenapa mereka bertiga aku lihat begitu akrab, apakah sebenarnya mereka ga tau ya, atau mereka sebenarnya udah tau tapi pura pura tidak tau?"

"Mungkin mereka malu" kudengar mereka tertawa begitu keras, aku membuka pintu tempatku berada dan keluar dari sana, kulihat mereka semua menoleh kearahku dan terkejut melihat keberadaanku, mereka semua terdiam melihatku, aku mencoba tersenyum dan mendekati mereka.

"Kalian tau, bahwa menceritakan aib orang lain sama saja menceritakan aib diri sendiri, didalam al Qur'an juga disebutkan bahwa dilarangnya menceritakan aib orang lain apalagi jika kalian hanya mengetahui apa yg kalian fikirkan saja tanpa mengetahui kebenarannya, dan untukmu Nazwa, kalaupun aku bukan saudara kandung Habibi dan Habibah, tapi mereka tetaplah adik adikku, mereka tetap saudaraku, dan satu lagi, jangan pernah memfitnah umi ku jika kamu tak tau kebenarannya, karna kau tidak tau betapa indahnya memiliki ibu seperti dia, assalamualaikum" aku tersenyum pada mereka semua dan pergi meninggalkan mereka, setelah menutup pintu toilet itu aku berlari menuju taman yg ada dibelakang sekolah, air mataku menetes begitu deras, dadaku begitu terasa sesak.

"Ya Allah mengapa begitu sakit, maafkan aku ya Allah" ucapku pelan.

"Kak Nai" aku langsung menoleh ketika mendengar seseorang memanggilku, suara yg begitu aku kenal.

"Bibah" aku langsung menghapus air mataku dan tersenyum padanya, kulihat Bibah menghampiriku dan duduk disampingku, aku melihat matanya yg basah.

"Kamu kenapa Bibah? Kamu nangis?" tanyaku, dan kulihat air matanya kembali menetes dan dia pun terisak langsung memelukku.

"Meskipun yg dikatakan mereka benar, apapun yg terjadi, kak Nai tetaplah kakakku, tak ada kakak yg lain yg akan menggantikan posisi kak Nai dan kak Habibi dihidup Bibah" aku mendengarkan kata kata Habibah.

"Bibah kamu.."

"Bibah denger semuanya, saat tadi Bibah ingin menghampiri kak Nai yg begitu lama di toilet, Bibah mendengarkan semua kata kata mereka dari luar, juga ucapan kak Nai" aku langsung membalas pelukan Bibah dengan erat, aku kembali menangis bersama Bibah.

"Kita akan tanyakan pada umi" aku dan Bibah menoleh ke belakang, aku melihat Habibi berdiri melihat kami berdua, dia berjalan menghampiri kami berdua.

"Tidak usah menangis lagi, bukankah umi dan abi slalu bilang, tidak perlu kita terlalu mendengarkan ucapan orang lain yg akhirnya membuat kita sendiri begitu tersakiti, tenanglah, nanti kita akan sama sama menanyakan pada umi dan abi" aku tersenyum padanya, dia adalah pria yg begitu dewasa dan begitu melindungiku dan juga Habibah.
Flashback off

"Apa kabar Nazwa?" ucapku tersenyum padanya, sejak saat kejadian itu, aku memang tak pernah melihatnya lagi di sekolah, dan saat aku, Habibi dan juga Habibah menanyakan pada abi karna kejadian itu, abi dan umi juga belum memberitahu semuanya pada kami, mereka hanya berkata suatu hari nanti kami akan mengetahuinya, kami pun hanya diam dan bersabar.

"Alhamdulillah baik" kulihat dia hanya menunduk dan berjalan kearah kamar mandi.

Aku kembali membereskan pakaianku dan sedikit mengingat ingat semua itu, meski aku sudah memaafkannya dan mengikhlaskan semuanya tapi tetaplah semua itu sangat membekas dihatiku.

♥♥♥♥♥♥♥

Inshaa AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang