Part 50

11.3K 764 38
                                    


Nailah pov

Aku duduk dibalkon kamarku, selesai sholat isya aku langsung duduk membaca buku disini, entah apa yang harus aku lakukan, Habibah dan mas Dzaky masih ditoko, Habibi masih dirumah sakit, hanya aku, abi dan umi yang berada dirumah.

Tok..tok..tok..

"Nai kamu didalem?" aku menoleh kearah pintu saat aku mendengat suara umi, aku berjalan kearah pintu, aku memang mengunci pintuku.

Ceklek.

"Iya umi" aku tersenyum pada umi.

"Kamu sedang apa?"

"Baca buku aja umi, masuklah" aku kembali berjalan ke balkon dan duduk disofa, umi mengikutiku dan duduk disampingku.

"Ehm, umi, boleh Nailah bertanya sesuatu?" tanyaku ragu.

"Boleh, katakanlah"

"Bagaimana dulu abi Daniel melamar umi?" aku melihat umi tersenyum padaku, umi mengusap rambutku lembut.

"Dia melamar umi melalui orang tua umi"

"Apakah umi tau bahwa abi melamar umi?" umi menggeleng.

"Umi tidak tau, sama sekali tidak tau, namun kakak umi yang meyakinkan umi, bahwa pria itu yang terbaik untuk umi"

"Apakah umi istikharah?"

"Tidak, saat itu juga umi menerimanya, ba'da isya kami dinikahkan"

"Kenapa? Umi tidak ingin meyakinkan dulu?"

"Bagi umi, pilihan orangtua adalah yang terbaik untuk kita, umi memang takut pada waktu itu, takut pria yang menikahi umi seseorang yg tidak sesuai dengan harapan umi, tapi kakak umi menyadarkan umi, bahwa cinta itu tak perlu harus saling mengenal terlebih dahulu, sama halnya seperti cinta kita pada Allah, hanya harus meyakini bahwa Dia ada dan tak pernah berkhianat" aku hanya diam, mengapa aku harus ragu jika umi saja yakin, apa yg sebenarnya aku ragukan.

"Apakah Bibah sudah cerita semuanya?"

"Sudah umi"

"Pantesan saja kamu terlihat diam" aku tersenyum sedikit pada umi.

"Apakah umi yakin dengan pria itu?"

"Kalau kami tidak yakin, tak akan mungkin kami memberitahumu, memang kami yang mengulur waktu sampai 2 hari setelah dia datang melamarmu, kami hanya ingin memberikan waktu padamu dan mencari waktu yg tepat"

"Dia pria yang baik, inshaa Allah dia mampu membimbing kamu menuju syurganya Allah"

"Apakah umi sudah mengenalnya?"

"Umi sudah mengenalnya" aku hanya diam.

"Apakah dia mau menunggu Nailah selama 2 tahun umi?"

"Hmm, apa yang membuatmu seperti itu Nai?"

"Nailah, Nailah hanya tidak ingin terburu buru umi"

"Nai, umi sudah pernah mengalami seperti itu, menunggu hingga satu tahun, tapi apa yang umi dapatkan, Allah berkehendak lain Nai, menunggu hanya akan menimbulkan dosa, membuat kita merasa ingin menjadi apa yang kita mau, umi tau banyak impian kamu yang belum tercapai, tapi menikah itu bukanlah beban, menikah itu ibadah, dengan menikah kita bisa menjauhkan dari zina, mencari ridho Allah bersama, dan menyempurnakan separuh dari agama kita" aku teringat kembali kisah umi, ya Allah, apa yang dikatakan umi benar.

"Apa yg membuatmu tidak yakin?"

"Nailah belum siap umi"

"Belum siap apa Nai?" aku hanya diam.

Inshaa AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang