Nailah pov
Aku melihat Nazwa meneteskan air matanya, aku memegang bahunya pelan, dia menoleh kearahku dan tersenyum memegang tanganku yg berada dibahunya."Sejak aku mengetahui itu aku memutuskan untuk pindah dari sana, rasa bersalah itu terus berada dihatiku, sampai aku berada di pesantren ini dan bertemu denganmu, awalnya aku ingin sekali minta maaf padamu Nai, setiap kali kau menyapaku dengan senyummu, namun ego ku mengalahkan semua niatku, sampai suatu hari aku mendengar bahwa mas Dzaky menyukaimu Nai dan dia berniat mengkhitbahmu, rasa ego itu semakin besar, nafsu mengalahkan segala imanku, syetan menyuruhku untuk lebih membencimu, aku menyalahkanmu, karna dirimu aku tak pernah mendapatkan kasih sayang seorang ayah, sementara dirimu, semua orang menyayangimu dengan sekejab saja, termasuk mas Dzaky yg sangat mencintaimu begitupun dirimu Nai"
"Nazwa, aku.." aku melihatnya menggelengkan kepala pelan dan tersenyum padaku.
"Sampai aku sadar, untuk pertama kalinya mas Dzaky membentakku karna kelakuanku yg sungguh keterlaluan setelah mengucapkan kata kata itu, mengatakan bahwa ibumu...maafkan aku Nailah, sungguh aku minta maaf" aku mendengat isakannya, aku memeluknya, dia membalas erat pelukanku.
"Aku sudah memaafkanmu Nazwa, sungguh, aku sudah ikhlas menerima kenyataan ini"
"Sejak itu, aku sadar bahwa rasa cintaku pada mas Dzaky hanyalah nafsu belaka, bukan ketulusan seperti yg aku lihat dari kalian berdua"
"Nazwa aku tidak..." dia melepaskan pelukanku, dan menghapus air matanya.
"Jangan mencoba membohongiku adikku" dia memukul lenganku pelan, membuatku tertawa.
"Aku tidak berbohong Kak Nazwa" ucapku dengan nada yg sedikit tegas.
"Oh ya, bahkan malaikat disampingmu tertawa melihatmu yg berbohong"
"Apaaa?!!" aku menoleh kesamping dan tak kulihat siapapun.
"Tuh kan ketahuan kalo bohong" kami pun tertawa bersama, sungguh Allah sebaik baiknya pengatur rencana, ini adalah hal yg begitu indah untukku, ternyata aku memang tak sendiri, umi benar soal itu.
***
Aku dan Nazwa berjalan menuju kamarku, untuk mengambil buku yg ingin aku berikan padanya.
"Nai"
"Hmm?"
"Kau tak berniat kembali kerumah abi Rafi?" aku tersenyum padanya.
"Aku sudah sangat nyaman berada disini"
"Apa kau pindah karena aku?"
"Tidak Nazwa, dari awal aku memang ingin tinggal disini, namun umi dan abi melarangku, hingga aku menuruti mereka, dan kemarin mereka sudah mengetahui bahwa aku sudah pindah ke kamar santri, mereka hanya pasrah menuruti keinginanku"
"Kau sangat beruntung Nai"
"Kau juga beruntung, mempunyai adik secantik aku" ucapku bercanda, dan berlari meninggalkannya yg aku lihat wajahnya berubah kesal.
"Dasar adik nyebelin" kami pun kembali tertawa bersama hingga sampai didepan pintu kamarku, saat aku ingin membukanya kulihat pintu sudah terbuka dulu, kulihat Aliyah ingin keluar.
"Astahgfirullah Nailah, ngagetin aja" aku hanya tersenyum menampakkan gigiku.
"Maaf, lagian aku juga mau masuk"
"Iya tapi kamu bisa ketuk pintunya"
"Iya tadi Nai ingin ketuk tapi terbuka dulu"
"Ehemmm" aku berbalik melihat Nazwa, sepertinya aku terlalu lama berdebat dengan Aliyah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Inshaa Allah
SpiritualPercayalah pada Allah, maka tak akan ada lagi yg membuatmu kecewa.