Part 41

9.5K 629 22
                                    


Habibi pov
Tok..tok..tok..

Aku menoleh kearah pintu, kulihat kak Nailah berdiri disana.

"Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam"

"Boleh masuk?" ucapnya tersenyum.

"Boleh kak, masuklah" ucapku, aku kembali melanjutkan pekerjaanku di laptopku.

"Lagi sibuk Bi?" aku melihat kak Nailah yang berdiri disampingku.

"Ngga kak, duduklah" aku menyerahkan kursi yg aku duduki tadi, aku berjalan kearah rak buku ku, aku mengambil kursi dan membawanya ke meja belajarku.

"Kak Nai udah sholat isya?" ucapku duduk disampingnya.

"Sudah, alhamdulillah, kamar kamu berubah ya, beneran jadi kamar seorang dokter" aku tertawa.

"Yah begitulah, mencari suasana baru"

"Dulu, kamu bilang pengen memperdalam ilmu agama di Kairo, lalu kenapa jadi dokter?" aku menghembuskan nafas pelan, aku menyender pada kursi ku.

"Seperti kak Nailah, yg ingin jadi dokter, tapi jadinya memperdalam ilmu agama" aku melihatnya tertawa.

"Iya ya, kakak baru sadar"

"Yah meskipun aku jadi dokter, aku tetap bisa memeperdalam ilmu agama, kak Nai tenang aja" ucapku padanya.

"Apa yang membuatmu begitu semangat jadi dokter?" aku terdiam sejenak, mengingat kembali masa lalu ku.

"Karena wanita?" aku melihat kearah kak Nailah, aku tersenyum padanya.

"Begitulah, sama seperti kak Nailah"

"Huhh, kamu ngatain kakak terus" aku tertawa terbahak.

"Yah kita berdua memang seperti itu" kami tertawa bersama.

"Dulu, Habibi jatuh cinta, 4 tahun yg lalu"

"Benarkah? Lalu dimana wanita itu?"

"Dia sudah disisi Allah" aku melihat wajah kak Nailah berubah.

"Maksud kamu? Dia?" aku mengangguk.

"Dia sudah meninggal, terkena tumor ganas di kepalanya"

"Astaghfirullah"

"Setiap hari minggu, Habibi dan Akbar selalu ke perpustakaan, namun hari minggu itu sangat berbeda, untuk pertama kalinya aku melihat wanita itu, aku jatuh cinta padanya kak" ucapku tersenyum pada kak Nailah, mengingat kembali wajah Kayla.

"Dia begitu cantik, sederhana, hijabnya panjang, namun keadaan tidak seperti kecantikannya, dia tinggal dipanti asuhan, hari minggu itu Habibi mencoba mengenalnya, dia begitu ramah, aku dan Akbar di ajak ke panti asuhan, ternyata dia anak yatim piatu, lalu diangkat menjadi anak oleh pemilik panti itu karena keadaannya yang tidak memungkinkannya untuk pergi jauh"

"Yang biasanya aku dan Akbar selalu pergi ke perpustakaan, aku dan Akbar jadi sering ke panti asuhan, memberi pelajaran pada anak anak panti, semuanya berjalan begitu saja, cinta itu tumbuh begitu saja, mengalir seperti air, namun tidak berjalan lama" aku menarik nafas pelan.

"6 bulan kemudian, seperti biasa Habibi datang bersama Akbar, namun hari itu suasana panti begitu sepi, salah satu anak disana memberi tahu bahwa Kayla masuk rumah sakit, aku dan Akbar langsung menuju rumah sakit, sampai disana aku melihatnya terbaring, dengan alat alat rumah sakit yg memasang di tubuhnya, wajahnya begitu pucat, namun tak mengurangi kecantikannya"

"Aku masuk ke dalam, dia terbangun, kakak tau, dia minta tolong pada Habibi, dia mengatakan ingin sekali melihat kedua orang tua kandungnya, aku dan Akbar sangat bingung bagaimana mencarinya, lalu aku bertanya pada ibu panti itu tentang identitas dia dulu, ternyata ibu panti menemukannya didepan pintu panti, hanya satu petunjuknya, yaitu gelang yg dipakai Kayla, dengan bantuan paman Andri, alhamdulillah kami menemukan orangtuanya"

Inshaa AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang