Part 35

9.3K 670 19
                                    

Habibah pov
"Kak, gimana keadaan abi Rafi, udah baikan?" tanyaku pada kak Habibi, aku dan umi baru saja sampai dirumah sakit, sedangkan abi sudah pergi sejak ashar tadi, aku melihat jam tanganku menunjukkan pukul 8 malam.

"Belum ada perkembangan, masih sama seperti satu minggu yg lalu" aku melihat kearah umi, sudah dua hari yg lalu aku sampai di Indonesia, namun semua keadaan masih sama, tidak ada yang berubah padahalaku berharap semua akan baik baik saja.

"Umi, kenapa kita tidak datang dari kemarin?" aku melihat umi tersenyum.

"Tidak apa apa, nanti kamu akan tau sendiri" aku merasa umi menyembunyikan sesuatu tapi aku tidak bisa memaksa umi untuk mengatakannya disaat seperti ini.

"Assalamualaikum" aku melihat didalam sudah banyak orang, semua keluarga mas Dzaky ada didalam kamar, aku melihat kearah mas Dzaky yg kelihatan begitu rapi, ada apa sebenarnya, aku melihat abi Rafi sedang duduk dengan wajah tersenyum melihat kedatanganku dengan umi.

"Waalaikumsalam" aku dan umi pun masuk ke dalam, umi mengajakku duduk di sofa bersama kakak ipar mas Dzaky dan juga kakak perempuan mas Dzaky, sementara semua laki laki duduk disamping tempat tidur abi Rafi, dan aku melihat satu laki laki paruh baya yg aku tidak mengenalinya duduk disamping abi.

"Habibah, maaf sebelumnya jika keadaan ini membuat kamu bingung, sebenarnya saat ini akan ada acara pernikahan" ucap umi Aisyah.

"Pernikahan?"

"Iya pernikahan Dzaky" jantungku berdetak begitu cepat, hatiku merasa seperti tersayat, benarkah dia akan menikah, lalu dimana calonnya, aku bahkan tidak melihat wanita lain disini, dan apakah pria disamping abi itu ayah dari wanita yg akan dinikahkan dengan mas Dzaky.

"Ehm, bagus kalau begitu" ucapku gugup, aku tak tau lagi apa yg harus aku lakukan.

"Kamu sudah tau siapa calonnya?" aku menggeleng.

"Calonnya adalah kamu" aku menatap umi Aisyah seraya tidak percaya dengan ucapannya.

"Maksud umi, Habibah?" tanyaku tidak percaya.

"Iya, disana udah ada penghulu yg akan menikahkan kalian" ucap umi Aisyah padaku yang masih membuatku bingung, kenapa semua begitu mendadak untukku.

"Apaa, ehm, apa tidak terburu buru umi, Habibah saja masih tidak percaya kalau.."

"Bibah, sebenarnya kalian sudah dijodohkan sejak dulu, dan Dzaky sudah siap untuk menikah, lalu apa yg membuatmu tidak siap? Bukankah selama ini kamu menyukai Dzaky?" aku menunduk malu, aku merasa sangat bahagia namun kenyataan ini masih membuatku bingung, aku masih tidak percaya.

"Bibah, apa kamu siap?"

"Ehm, inshaa Allah Bibah siap umi, tapi Bibah minta waktu sebentar"

"Ada apa Bibah?" tanya umi Zahra.

"Bibah ingin nelfon kak Nailah, Bibah ingin kak Nailah juga jadi saksi di pernikahan Bibah, bolehkan umi?" aku melihat umi Aisyah diam.

"Boleh Bibah" ucap umi Zahra, aku tersenyum pada umi.

Nailah pov
"Astaghfirullah" aku terbangun dan menghapus keringatku.

"Ternyata cuma mimpi" aku melihat jam dinding yg menunjukkan pukul 2 malam, aku mengusap wajahku pelan lalu turun dari tempat tidur.

Aku berjalan menuju kamar mandi, mengambil wudhu, melaksanakan sholat tahajud seperti biasanya, sudah beberapa hari ini aku mimpi buruk, semoga saja tidak terjadi apa apa.

***

Aku mendengar hpku berbunyi, ku akhiri bacaan Al Qur'an ku dan menutupnya, setelah sholat tahajud tadi aku melanjutkan membaca Al Qur'an karna aku ingin langsung menyambung waktu subuh.

Aku melihat nama dilayar hpku, nama Habibah tertera disana, tak menunggu waktu lama aku mengangkatnya.

"Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam kak Nai, maaf ganggu tidur kakak"

"Kakak sedang tidak tidur kok, baru selesai sholat tahajud, ada apa Bibah?"

"Ehm kak, Bibah ingin mengatakan sesuatu, dan Bibah ingin kak Nai menjadi salah satu saksi diantara hari bahagia Bibah saat ini"

"Hari bahagia? Maksud kamu?"

"Habibah, Habibah akan menikah kak, saat ini juga" aku terdiam beberapa saat.

"Kak Nai, kakak masih disana?"

"Benarkah? Kamu akan menikah? Mengapa buru buru?"

"Ini sudah saatnya kak, tidak buru buru"

"Kamu menikah dengan siapa?"

"Dengan mas Dzaky" aku terdiam, tidakkah ini mimpi, apakah aku salah mendengar, aku menyenderkan tubuhku ke dinding samping tempat tidurku.

"Kak Nai"

"Ehm iya Bibah, selamat yah, kapan ijab qobulnya dimulai?" tanyaku, aku menguatkan hatiku meski hatiku terasa begitu sesak.

"Sekarang kak, kak Nai mau kan mendengarkannya?"

"Iya Bibah, kak Nai mau"

"Umi, kak Nai mau, umi Bibah sudah siap, inshaa Allah"

"Alhamdulillah, baiklah abi, sudah bisa dimulai" aku terdiam mendengarkan semua pembicaraan mereka disana.

"Bismillahhirrohmannirrohim" jantungku berdetak sangat cepat, ya Allah, maafkan aku.

"Saya Nikahkan engkau Muhammad Dzaky Luqman bin Muhammad Rafi dengan anak saya Habibah Fadiya Arvando dengan mas kawin seperengkat alat sholat dibayar tunai" aku mendengar suara abi begitu tegas, tak terasa air mataku menetes begitu saja.

"Saya terima nikahnya Habibah Fadiya Arvando binti Muhammad Daniel Arvando dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai"

"Bagaimana saksi, sah?"

"Saahhhhh" aku tak mampu lagi menahan tubuhku, tubuhku merosot begitu saja, sesak yg sejak awal aku tahan tumpah begitu saja, kudengar telfonnya terputus begitu saja.

Aku memeluk lututku dan membenamkan kepalaku, aku terisak dalam diamku, ya Allah inilah yg selama ini aku inginkan, inilah kebahagiaan Habibah, tapi kenapa hati ini begitu sakit, dia memang bukan jodohku, meski selama ini aku mencintainya.

Dzaky pov
Tak terasa air mata ku menetes begitu saja setelah mengucapkan kalimat yg paling sakral seumur hidupku, sebuah kalimat yg tidak hanya sekedar kata kata, namun sebuah kalimat yg mengikat sebuah janji kepada Allah.

Namun hatiku merasa sangat sedih, aku menyakiti Nailah, dia menyaksikan pernikahan ini, pernikahan yg mungkin membuatnya begitu terpukul, pernikahan yg selama ini dia harapkan meskipun hatinya sulit, maafkan aku Nai.

Aku memakaikan cincin ke jari manis Habibah setelah umi mengantarkannya untuk duduk disampingku, dia mencium tanganku begitu lembut, akupun mencium keningnya, kulihat wajah abi begitu bahagia.

Setelah beberapa lama kami saling mengucapkan, aku permisi untuk pergi ke mushollah yg ada dirumah sakit, hatiki benar benar belum tenang.

"Abi, Dzaky mau ke musholla dulu, mau sholat isya"

"Pergilah" ucap abi tersenyum, aku mencium tangan abiku, akupun permisi pada Habibah, dia mengangguk dan tersenyum padaku, aku membuka pintu dan menutupnya kembali setelah aku keluar dari sana.

Aku berjalan begitu pelan, tubuhku benar benar begitu lemas, bagaimana keadaan Nailah sekarang, apakah dia akan baik baik saja, ya Allah maafkan aku, mengapa aku harus memikirkan oranglain padahal aku sudah mempunyai seorang istri.

"Astaghfirullah, maafkan aku ya Allah" aku mengusap wajahku pelan, inilah yg terbaik untukku, semoga Nailah baik baik saja.

♥♥♥♥♥♥♥







Inshaa AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang