Part 30

9.5K 616 5
                                    

Nailah pov
Aku duduk didalam pesawat, menatap keluar jendela, meski air mataku sudah tak menetes namun hatiku masih terus menangis.

Aku teringat pada pria yg aku tabrak tadi, aku yakin itu mas Syauqi, namun yg menjadi perhatianku adalah seorang anak laki laki yg dibawanya, itu yang membuatku langsung pergi meninggalkannya seakan tak mengenalinya.

Bagaimana mungkin selama ini Habibah selalu mengatakan bahwa dia menyukaiku, pria yg sudah beristri bahkan sudah mempunyai anak, apakah dia sedang mencari istri kedua.

Ya Allah, kenapa aku jadi suudzon begini, astaghfirullah, ku usap wajahku pelan, aku mengeluarkan Al Qur'an kecil dari tasku, Al Qur'an miliknya, yg diberikannya 3 tahun lalu, masih ada dan masih terus bersamaku.

Dzaky pov
Aku kembali duduk ditempat Nailah duduk tadi, tubuhku terasa beku, entah yg aku rasakan saat ini, ternyata Daffa benar, bahwa Habibah menyukaiku, Nailah mengorbankan hatinya demi kebahagiaan adiknya, lalu bagaimana dengan kebahagiaanmu Nai, disaat aku sudah memutuskan untuk membatalkan perjodohan itu dan memilih Nailah, namun kenyataan ini membuatku seperti tertusuk, sangat sakit.

Aku menatap minuman dan kue milik Nailah yg masih tersisa sedikit, ya Allah mengapa sulit sekali aku melawan perasaan ini, dia benar benar pergi, pergi dengan membawa separuh hatiku.

"Nailah" ucapku lirih.

"Nailah" aku mendengar seseorang menyebut nama Nailah dari belakangku.

Syauqi pov
Aku menatap kepergiannya, itu Nailah, namun dia seperti tidak mengenaliku, bahkan aku masih sangat ingat dengan wajahnya yg teduh, aku kembali melihatnya menangis, melihat air matanya menetes, kenapa dengannya, begitu banyakkah masalah yg dia hadapi

Dua kali aku bertemu dengannya dan melihatnya menangis, apakah takdirku yg hanya melihatnya menangis.

"Mamam" aku menoleh kearah jagoan kecil yg sedang aku gendong, seakan aku lupa dengannya.

"Eh, iya lupa, ayo kita mamam" aku tersenyum padanya, aku berjalan kearah cafe yg berada di area bandara, aku duduk dikursi dekat dengan jendela setelah memesan beberapa makanan untuknya.

Aku kembali larut dalam lamunanku, aku menarik nafas pelan, 3 tahun aku menunggunya hadir disetiap penerbitan buku miliknya, namun dia tak pernah datang.

"Nailah" ucapku lirih.

"Nailah" aku mendengar suara dari belakang yg menyebut nama Nailah secara bersamaan denganku, aku langsung menoleh kebelakang, kulihat seorang pria juga melihat kearahku, aku dan dia pun sama sama tertawa.

Aku berdiri dan menggendong jagoan kecilku menghampiri pria yg tadi berada dibelakangku.

"Sendirian mas?" ucapku ramah, dia tersenyum padaku.

"Iya mas, silahkan duduk" aku mendudukkan Ridwan jagoan kecilku dikursi yg ada disebelahku, aku pun duduk didepan pria itu dan Ridwan berada disampingku.

Aku mengulurkan tanganku padanya, dan dia membalas uluran tanganku.

"Syauqi"

"Dzaky" aku tersenyum padanya.

"Sepertinya tadi saya mendengar kita menyebutkan nama yg sama" kami pun tertawa bersama.

"Saya juga begitu, tapi sepertinya Nailah kita berbeda" ucapnya padaku.

"Ya sepertinya begitu, oh ya kenalin ini Ridwan, keponakan saya" ucapku tersenyum padanya.

"Hai Ridwan, sedang apa?" ucapnya pada Ridwan.

"Mamam" aku melihat Ridwan memakan kue yg aku pesan dengan lahap.

"Mas mau kemana?" tanyaku.

"Oh saya mau kembali ke solo, tadi hanya melihat seseorang pergi" ucapnya yg aku fikir dia sedang sedih.

"Nailah?" ucapku menebak, kulihat dia tersenyum, kemudian mengangguk.

"Yah, dia pergi" ucapnya pelan.

"Kalian belum menikah? Ehm maaf jika saya mencampuri urusan kalian" tanyaku penasaran.

"Tidak apa, kami belum menikah, dia menolak saya saat saya ingin mengkhitbahnya, padahal saya tau bahwa dia juga menyukai saya" aku melihatnya menatap keluar jendela.

"Apakah dia memberikan alasan?" tanyaku.

"Dia tak ingin menghancurkan kebahagiaan adiknya"

"Maksudnya?" tanyaku tak mengerti dengan apa yg diucapkannya.

"Adiknya menyukai saya dan dia tau itu" aku terdiam beberapa saat, aku menemukan wanita yg begitu kuat dan pria yg begitu tegar, 2 orang yg saling mencintai namun tak bisa bersatu.

"Ehm, maaf kalau saya jadi curhat" dia melihat kearahku dan tertawa sedikit.

"Tak apa, inshaa Allah kita bisa menjadi teman yg baik jika Allah meridhoi pertemuan kita" ucapku padanya.

"Amin ya rabb" kami tersenyum bersama.

"Berbeda dengan Nailah saya, saya menyukainya, namun tak pernah bertemu dengannya"

"Bagaimana bisa?"

"Saya pernah bertemu satu kali dengannya, saat itu dia sedang menangis, 3 tahun yg lalu, dan tadi saya bertemu dengannya dalam keadaan yg sama seperti 3 tahun lalu, entahlah itu orang yg sama atau tidak dengan pemilik nama Nailah" ucapku padanya.

"Jadi, kamu tidak tau nama wanita itu?" 

"Aku memang tidak tau, tapi banyak hal yg membuatku yakin bahwa nama wanita itu adalah Nailah, aku masih mengingat wajahnya sejak dulu sampai sekarang" ucapku.

"Kamu mencintainya?"

"Aku mencintai Allah, hanya pada Nya aku berharap, aku selalu memohon pada Nya agar kami dipertemukan, aku meminta ijin pada Nya agar aku bisa membuatnya tersenyum" ucapku tersenyum, yah aku sangat yakin Allah akan mempertemukan kami lagi, meski dalam keadaan yang berbeda nantinya.

"Amin ya rabb, cintamu begitu suci, subhanallah, semoga Allah mempertemukan kalian"

"Amin ya rabb"

"Oh ya, kalau saya boleh tau kamu tinggal dimana di Solo?"

"Saya di pesantren"

"Pesantren Solo?"

"Iya, pesantren itu milik abi saya, saya hanya mengajar disana dan mengelola pesantren menggantikan abi saya"

"Subhanallah, oh ya ini kartu nama saya, mudah mudahan kita menjadi teman baik"

"Inshaa Allah, ini kartu nama saya" kami saling tukar kartu nama, aku menyimpannya didompetku.

"Mas Syauqi" aku menoleh saat kudengat seseorang memanggilku, aku melihat Hanifa berjalan kearahku.

"Umiii" ucap Ridwan.

"Hey sayang, maaf ya umi lama"

"Darimana aja fa?"

"Tadi aku ketemu temen sekolah aku mas, maaf ya" meski sudah menikah 2 tahun yg lalu, sifatnya tak pernah berubah.

"Oh ya kenalin ini Dzaky, Dzaky kenalin ini Hanifa adik saya" kulihat mereka saling tersenyum dan menangkupkan kedua tangan didepan dada.

"Mas, kita pulang sekarang yuk, tadi mamah telfon katanya udah kangen sama Ridwan"

"Arif kapan nyusul?"

"Besok mas"

"Hmm yasudah" aku melihat Dzaky yg hanya memperhatikan kami.

"Oh ya Zak, saya antar kamu ke terminal ya, sekalian jalan kok"

"Ehm, trima kasih, tapi sepertinya aku masih mau disini dulu, mungkin akan mengunjungi temanku sebentar disini"

"Beneran? Ga apa apa aku tinggal? Atau aku anterin ke rumah temen kamu"

"Tidak apa Syauqi, nanti aku naik taksi saja, sekali lagi terima kasih"

"Hmm, baiklah, aku pergi dulu ya, assalamualaikum"

"Waalaikumsalam"

"Mari mas" aku melihatnya mengangguk dan tersenyum pada kami, aku dan Hanifa meninggalkannya sendiri disana, sepertinya hatinya sedang tidak baik baik saja, semoga dia tidak melakukan hal yg salah, aminn.

♥♥♥♥♥♥♥

Inshaa AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang