Habibi pov
"Saya terima nikahnya Adinda Franistya dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai" ucapku tegas.
"Bagaimana para saksi? Sahh?"
"Sahhh!!"
"Alhamdulillahhirrobilalamin..." aku mengangkat kedua tanganku, berdoa mengikuti penghulu, ini adalah hari pernikahanku dengan wanita yang beberapa tahun yang lalu sudah menggoyahkan hati dan pandanganku, namun tak meruntuhkan imanku yang sudah aku tanam baik baik didalam hatiku.
Dia berubah, sangat berubah, berkat bantuan kak Nailah yang pelan pelan mengajarinya banyak tentang agama, mengubah penampilannya yang tadinya belum mengenakam hijab, dan sekarang penampilannya begitu syari', alhamdulillah, dan semua itu tak urung dari rencana Allah, meski ujian kerap kali datang padanya namun aku selalu melihatnya begitu tegar.
Beberapa kali para suster dirumah sakit tempatku bekerja sekarang selalu menghinanya, mengatakan bahwa Dinda memakai hijab hanya untuk menarik perhatianku, tapi Dinda tak pernah membalas perkataan mereka justru Dinda membalas itu semua dengan senyuman, mashaAllah, kak Nailah benar benar mengajarkan yang terbaik untuknya, alhamdulillah selalu aku ucapkan tatkala melihat keindahan yang dititipkan Allah padaku.
Beberapa hari yang lalu aku sudah memantapkan hatiku untuk melamarnya, abi dan umi sangat mendukung niat baikku ini, terutama yang paling mendukung adalah kak Nailah, semenjak dia menikah aku sedikit melihat sifat lain dari dirinya yang aku baru mengetahuinya, yaitu suka bercanda, padahal sebelumnya kak Nailah terlalu banyak diam dan tertutup meski terkadang dia memang suka membagi keluh kesahnya padaku, tapi aku memang tak pernah melihatnya bercanda seperti yang sekarang aku sering lihat, mas Syauqi benar benar membuka sisi lain dari diri kak Nailah ternyata menyimpan sejuta kebahagiaan untuk kami semua.
"Habibi, temui istrimu dikamar, dia sudah menunggu" ucap umi setelah penghulu selesai membacakan doa, aku mengangguk dan tersenyum pada umi.
"Baik umi" ucapku, aku menciun tangan umi lembut, tak terasa air mataku menetes, kemudian mencium tangan abi dan memeluknya erat.
"Jadilah suami yang baik untuk istri dan anak anakmu kelak, jangan biarkan air matanya menetes, karna setiap tetes air mata mereka adalah tanggung jawabmu di akhirat kelak" ucap abi padaku.
"Inshaa Allah, Habibi akan slalu ingat kata kata abi"
"Alhamdulillah"
"Trima kasih abi"
"Sama sama nak" aku berjalan kearah kak Nailah, kulihat senyumnya yang lebar membuatku tak henti menyayangi wanita yang seumur hidupku akan slalu aku panggil kakak.
"Ehemm, pak dokter udah nikah sama suster cantik" aku tertawa melihat tingkahnya kali ini, dia benar benar sudah banyak berubah menjadi lebih baik.
"Trima kasih kak, ini semua berkat kak Nailah"
"Terima kasihlah pada Allah, ini sudah takdirnya" aku memeluknya sebentar, entahlah, aku begitu menyayanginya, setiap kata kata yang keluar dari mulutnya selalu membuatku tak mampu berkata apa apa lagi.
"Selamat ya, jaga baik baik istrimu"
"Trima kasih kak"
"Sama sama" aku melihat Habibah, kami berpelukan beberapa saat, adikku ini sudah tumbuh menjadi wanita dewasa dan menjadi ibu yang baik untuk anaknya yang masih kecil.
"Selamat kakakku sayang" ucapnya dengan nada yang manja, membuatku tertawa.
"Terima kasih adikku" selesai bersalaman dengan mereka, aku pun naik ke atas menuju kamarku yang sekarang juga menjadi kamar Dinda, jantungku terasa berdetak begitu cepat.
Ceklek...
Aku membuka pintu dan melangkahkan kakiku masuk, aku melihat Dinda berdiri disamping tempat tidur, aku terdiam beberapa saat melihat betapa indahnya ciptaan Allah didepanku saat ini.
"MashaaAllah" ucapku pelan, kulihat Dinda hanya tersenyum malu, dia terlihat begitu cantik sama seperti aku melihat kak Nailah saat dia menikah dulu.
Aku menutup pintu dan berjalan mendekatinya, dia mencium lembut tanganku, aku memegang ubun ubun kepalanya dan membacakan doa, lalu ku cium keningnya sebagai tanda dia sudah seutuhnya menjadi istriku. Aku mengeluarkan cincin yang sudah lama aku persiapkan untuknya, aku memakaikan dijari manisnya, mashaaAllah.
"Trima kasih mas" aku tersenyum lembut padanya.
"Trima kasih kembali istriku" kami tertawa bersama merasakan kebahagiaan ini.
"Bagaimana keadaan kak Nailah?" tanya Dinda, aku menyadari bahwa sudah 1 minggu ini Dinda tak bertemu dengan kak Nailah, karena satu minggu yang lalu kak Nailah hampir saja mengalami keguguran yang membuatnya harus dirawat dirumah sakit, sementara Dinda tinggal dirumah Habibah dan tak mengijinkan Dinda untuk keluar rumah karena kami akan menikah, Habibah memang sedikit cerewet sekarang ini.
"Alhamdulillah sudah membaik, untung saja mas Syauqi langsung membawanya ke rumah sakit, kalau tidak aku juga ga tau apa yang terjadi, Allah masih memberinya kekuatan"
"Alhamdulillah, kak Nai memang wanita yang kuat"
"Sama sepertimu"
"Inshaa Allah akan terus seperti itu"
"Aminn" aku memeluknya erat, aku begitu menyayanginya, sama seperti aku menyayangi Kayla dulu, semoga Allah memberikan tempat yangg baik untukmu Kayla.
Nailah pov
Aku dan mas Syauqi memutuskan untuk kembali kerumah kami, awalnya umi menyuruh menginap saja, namun karna besok mas Syauqi akan bekerja, aku menolak lembut keinginan umi, dan akhirnya umi mengerti keadaan kami, jarak rumah umi cukup jauh dari kantor mas Syauqi aku takut mas Syauqi akan kena macet besok, padahal aku tau bahwa umi sangat menginginkan aku kembali tinggal disana, mengingat 1 minggu yang lalu aku hampir saja kehilangan janin yang sedang aku kandung sekarang, karena kesalahanku yang tidak terlalu memperhatikan apa yang aku makan.
Aku tau bahwa mas Syauqi kecewa padaku, namun tak sedikitpun rasa kecewanya dia tunjukkan padaku, justru sebaliknya, dia begitu memanjakanku tak sedikitpun dia meninggalkanku saat aku berada dirumah sakit, aku selalu bersyukur pada Allah yg memberiku suami sepertinya.
***
"Nai" aku menutup bukuku dan meletakkannya dimeja samping tempat tidurku.
"Iya mas" ucapku, mas Syauqi duduk disampingku dan merangkul bahuku, kami menyandar disandaran tempat tidur.
"Besok mas akan ke Jakarta" aku diam beberapa saat.
"Barusan Reyhan sms mas, katanya ada meeting mendadak yang mengharuskan kami Jakarta, mas tetep pulang kok" aku menyenderkan kepalaku dibahunya, setiap kali mas Syauqi berkata akan pergi, aku selalu merasa sedih, padahal dia hanya pergi bekerja.
"Gausah sedih, besok pagi mas antar kamu kerumah umi, mas ga akan biarin kamu dirumah sendiri"
"Benarkah?" mas Syauqi tersenyum padaku lalu mengangguk.
"Iya, mas tau kamu juga merindukan Dinda, selama satu minggu ini kamu tak bertemu dengannya"
"Trima kasih mas, mas hati hati ya, inget, ga boleh makan sembarangan"
"Termasuk kamu juga" aku teringat pada kesalahanku kembali.
"Maafkan Nailah"
"Hmm, sudahlah, mas sudah memaafkanmu, bersyukurlah Allah masih memberikan kepercayaan pada kita untuk mempertahankannya"
"Alhamdulillah, Nai akan lebih hati hati lagi, inshaa Allah" mas Syauqi memelukku erat.
♥♥♥♥♥♥♥
KAMU SEDANG MEMBACA
Inshaa Allah
SpiritualPercayalah pada Allah, maka tak akan ada lagi yg membuatmu kecewa.