Part 28

9.1K 599 2
                                    

Nailah pov
"Nai kamu udah selesai beres beresnya?" kulihat umi menghampiriku, sudah satu tahun berlalu, akupun sudah selesai mondok dipesantren abi Rafi, dan hari ini adalah hari keberangkatanku ke Kairo, namun aku kehilangan gelang kesayanganku.

"Sebentar umi" aku membuka laci laci meja dikamarku, mencarinya.

"Kamu mencari apa Nai?"

"Gelang Nailah hilang umi"

"Umi bantuin cari ya"

"Iya umi" aku dan umi mencari gelang itu disetiap sudut kamarku.

"Apa mungkin tertinggal di solo umi" ucapku, 2 hari yg lalu aku kembali kesini aku memang tidak memperhatikannya, baru hari ini aku teringat.

"Nai, coba ingat yg bener"

"Nai kita harus pergi ke bandara sekarang, 30 menit lagi pesawat akan berangkat" ucap abi ku, aku dan umi menoleh kearah abi, aku takut akan membuat abi marah.

"Nailah kehilangan gelangnya mas, sepertinya ketinggalan di Solo" ucap umi ku.

"Hmm, Nai lain kali kamu harus hati hati, yasudah pokoknya kita harus ke bandara sekarang, nanti abi akan cari gelang kamu, yg penting kamu jangan sampe ketinggalan" aku menunduk, umi mengusap bahuku pelan.

"Baik abi, maafkan Nailah"

"Yasudah tidak apa, kamu tak perlu khawatir, abi pasti akan mencarinya" aku mengangguk pelan, kulihat abi pergi meninggalkanku dan umi.

"Nai, kamu tenang ya, pasti dapat kok, mudah mudahan saja memang tertinggal di solo"

"Baik umi, trima kasih ya"

"Sama sama, yaudah kamu siap siap ya, umi ke bawah dulu" aku mengangguk dan tersenyum pada umi, aku kembali merapikan jilbab ku yg sedikit berantakan, setelah kulihat rapi aku menarik koperku dan berjalan keluar.

Kulihat wajah sedih dari mereka semua saat aku sampai ke bawah, terutama wajah umi dan juga Habibah yg begitu sedih melihatku akan pergi jauh lagi, ini sudah jalanku, semoga saja Allah meridhoi apa yg aku lakukan saat ini.

"Ayo masuk Nai" aku mengangguk pada abi, Habibah dan Habibi juga ikut mengantarkanku, seperti pertama kalinya aku ke solo yg diantar mereka semua.

"Bibi Annisa, Nai pergi ya" aku mencium tangan bibi Annisa, adik kandung almarhum umi Laura.

"Hati hati ya Nai, jaga diri kamu baik baik, jangan telat makan, nanti saat kamu sampai, bibi sudah pesankan taksi untuk menjemputmu, umi juga sudah sewakan apartrmen untuk tempat tinggalmu disana, lihat lihat kalau berteman"

"Apa itu tidak berlebihan mi? Apartemen terlalu besar kalau hanya Nai yg tinggal sendirian"

"Tidak apa, umi hanya ingin kamu baik baik saja, apartemen itu juga tidak jauh dari Al Azhar"

"Baik umi, terima kasih" aku memeluknya mencium kedua pipinya, aku sangat sedih meninggalkan mereka semua.

"Paman, Nai pergi ya" aku mencium tangan paman Andri, suami bibi Annisa.

"Hati hati ya Nai, sering sering kabari keadaan kamu disana, jangan sungkan minta bantuan pada kami kalau kamu ada masalah"

"Pasti paman, trima kasih, paman juga harus jagain bibi Annisa"

"Pasti, yasudah masuklah, nanti kamu terlambat" aku mengangguk pada mereka.

"Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam" aku masuk kedalam mobil, duduk disamping Habibah, seperti 3 tahun lalu saat mereka semya mengantarkanku, aku melihat Habibi yg tumbuh menjadi pria yg sangat dewasa, wajahnya tampan, tubuhnya tinggi, namun sifatnya tak pernah berubah, sikap ramahnya dan wajahnya yg slalu tersenyum slalu meneduhkan hati setiap orang yg melihatnya, Habibah yg menjadi wanita dewasa, cantik, dan sama seperti Habibi sifatnya yg tidak pernah berubah, sifat manjanya padaku masih sama seperti dahulu, tidak pernah berubah.

Aku menyenderkan kepalaku dibahu Habibah, aku akan sangat merindukan mereka semua.

"Kakak bakalan kangen banget sama kamu"

"Kak Nai, seharusnya Bibah yg ngomong gitu" rengek Habibah yg menyenderkan kepalanya dikepalaku yg masih menyender dibahunya, aku sedikit tertawa.

"Dan satu lagi, kapan kak Nai akan hadir di acara penerbitan buku kakak, kakak tau, semua orang sekarang mengira bahwa Habibah yg menulis itu" aku tertawa lagi.

"Seperti yg pernah kakak bilang padamu dulu, mungkin setelah kakak pulang dari Kairo"

"Hmm, kak Nai beneran sama ucapan itu"

"Inshaa Allah Bibah, kamu doakan saja kak Nai cepat lulus"

"Aminnn" ucap Habibi, aku melihat kearahnya yg tersenyum padaku, aku membalas senyumannya.

Tak terasa kami pun sampai di bandara, kami langsung turun dari mobil, Habibi membawakan koperku, aku mendengarkan pengumuman bahwa 15 menit lagi pesawat akan berangkat.

"Nai, tiketnya udah?"

"Udah abi, ini" aku menunjukkan tiketnya pada abi yg aku ambil dari tasku.

"Yasudah, hati hati ya"

"Baik abi" aku mencium tangan abi.

"Kak Nai hati hati ya" ucap Bibah, aku memeluknya erat.

"Kak Nai hati hati, makan yg teratur, sholatnya jangan tinggal" ucap Habibi, aku mengangguk padanya, memeluknya sebentar, lalu mencium tangan umi, tak terasa air mataku menetes, dialah yg akan sangat aku rindukan, aku memeluknya, kurasakan bahu umi bergetar, umi menangis memelukku.

"Umi akan sangat merindukanmu Nai"

"Nailah juga umi, umi jaga diri baik baik ya" aku menghapus air mata umi.

"Kamu juga ya, yasudah, pergilah, nanti terlambat"

"Baik umi, Nai berangkatnya, Assalamualaikum" aku melihat kearah mereka semua.

"Waalaikumsalam" untuk terakhir kalinya aku melihat kearah mereka, aku melihat Habibah memeluk Habibi, dia menangis, begitu juga abi, aku melihat 2 pria yg begitu kuat disana, dan 2 wanita yg aku sangat sayangi.

Dzaky pov
Aku melihat jam tanganku, semoga saja dia belum berangkat, aku memandangi sebuah gelang yg aku pegang, gelang yg aku temukan 2 hari yg lalu di depan pintu rumahku, setelah aku bertanya pada umi, aku pun tau bahwa itu gelang milik Nailah, gelang yg sangat indah.

Umi juga memberitahuku bahwa hari ini Nailah akan berangkat jam 11 siang, jam 7 pagi aku langsung bergegas menuju stasiun, dan karna kemacetan saat ini aku masih belum sampai dibandara meski saat ini aku sudah dibandung, menggunakan taksi dari terminal menuju bandara.

Setelah beberapa lama diperjalanan aku pun sampai dibandara, aku bergegas turun.

"Mass tungguuuu" aku berbalik kebelakang, melihat supir taksi memanggilku.

"Astaghfirullah" aku berlari kearah taksi itu, aku lupa membayarnya.

"Maaf pak saya lupa, saya buru buru"

"Tidak apa mas"

"Ini pak"

"Sebentar kembaliannya"

"Tidak usah pak, ambil saja"

"Trima kasih mas" aku mengangguk, dan kembali masuk ke bandara, melihat sekeliling namun aku tidak melihat Nailah.

"Pak, apakah pesawatnya sudah ada yg berangkat?" ucapku pada petugas yg lewat.

"Tujuan kemana mas?" aku menggaruk kepalaku, aku lupa menanyakan pada umi kemana Nailah pergi.

"Haduhh, saya tidak tau mas" aku melihat petugas itu geleng kepala, aku merasakan tubuhku begitu lemas, Nailah sudah pergi, kemana dia pergi, kenapa harus menggunakan pesawat, aku berjalan pelan menuju tempat duduk yg tersedia disekitar bandara, aku duduk menundukkan kepalaku dan menyangganya dengan tangan kananku.

♥♥♥♥♥♥♥

Inshaa AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang