Part 37

9.2K 668 6
                                    


Habibah pov
Sudah 1 bulan aku berada di Solo, aku memutuskan untuk tetap berada disini menemani mas Dzaky, meski mas Dzaky menyuruhku untuk ke Bandung menyelesaikan kuliahku, namun aku tetap ingin tinggal disini.

Keadaan pernikahan kami sangat baik, bahkan begitu bahagia, dia benar benar menjadi seorang suami yg baik untukku, meski terkadang aku melihatnya merenung sendiri, namun aku tak ingin mengusik keadaannya jika seperti itu, aku tau hatinya masih diliputi kesedihan.

"Mas, ini kopinya" ucapku menghampiri mas Dzaky yg sedang duduk dihalaman belakang rumah, aku melihatnya tersenyum begitu tulus padaku.

"Trima kasih sayang" aku tersenyum padanya, aku meletakkan kopi yg aku pegang di meja samping tempat duduknya.

"Habibah" aku menoleh kebelakang saat kudengar dia memanggilku saat aku ingin beranjak pergi.

"Iya mas"

"Duduklah sebentar, mas ingin bicara sesuatu" aku berjalan dan duduk disampingnya, mas Dzaky memegang tanganku lembut, aku melihat kesedihan diwajahnya.

"Mas ingin bicara apa?" tanyaku lembut.

"Selama mas mengatakan ini, mas mohon padamu jangan memotong pembicaraan mas, dan mas mohon padamu, apa yg mas katakan nanti tak akan membuatmu memikirkan hal yg negatif, mas mengatakan ini karena kamu istri mas, mas tak ingin ada satu hal pun yg kita sembunyikan, karena mas menikah hanya untuk satu kali, dan sampai kapan pun kamu akan tetap menjadi istri mas, apa kamu mengerti?"

"Bibah mengerti mas" aku tersenyum padanya, jantungku berdetak begitu cepat, bertanya tanya apa yg akan dia katakan padaku.

"Selama 6 tahun ini, mas mencintai seorang wanita" aku terdiam dan tak ingin memotong pembicaraannya meski sebenarnya aku ingin, benarkah dia mencintai seorang wanita, apa itu bukan aku.

"Dia adalah wanita yg begitu kuat, wanita yg tegar, dan wanita yg begitu ceria, mas mencintainya, dan tak jarang mas selalu mengucapkan namanya disetiap doa mas, namun cobaan begitu banyak disaat mas mencoba untuk benar benar memilihnya, mas dijodohkan oleh abi, awalnya mas ingin menolak, namun satu yg sudah menjadi prinsip mas dari dulu, ridho orang tua adalah ridho Allah, jadi apapun yang abi inginkan mas akan mencoba melakukan apapun keinginan abi meski mas sulit menerimanya" aku benar benar tidak ingin mengatakan apapun, ternyata aku dan mas Dzaky dijodohkan, itu artinya aku bukanlah wanita yg dicintainya.

"Seiring berjalannya waktu, mas mengetahui bahwa sebenarnya wanita yg mas cintai juga mencintai mas, namun disaat mas meyakinkan hati mas untuk mengkhitbahnya dan menolak perhodohan itu, wanita itu menolak mas, dan dia pergi meninggalkan mas sejauh mungkin, disaat hari terakhir mas bertemu dengannya sebelum dia pergi jauh, dia mengatakan alasannya mengapa selama ini dia selalu menghindar bahkan menolak mas, padahal mas tau dia juga mencintai mas" aku benar benar menguatkan hatiku, tak terasa air mataku menetes begitu saja.

"Dia mengatakan bahwa dia menolak mas, karena dia tak ingin menghancurkan kebahagiaan adiknya, dia ingin membalas semua kesalahan yg pernah almarhum ibunya lakukan dulu" aku menatap kearah mas Dzaky, apakah wanita itu adalah kak Nailah.

"Lalu mas bertanya padanya, bukankah itu artinya dia yg menghancurkan kebahagiaannya sendiri dan menyakiti hatinya sendiri, dia tersenyum pada mas, dia berkata, dia bahagia melihat orang orang yg disayanginya bahagia, dia tak pernah menyakiti atau pun menghancurkan kebahagiaannya sendiri karna dia yakin Allah selalu bersamanya dimanapun dia berada, Qur'an surah Al Hadid ayat 4" tiba tiba aku teringat kembali dengan pembicaraanku saat aku di Kairo bersama kak Nailah.

Flashback on
Setiap malam, aku dan kak Nailah selalu menghabiskan waktu di balkon apartemennya, melihat keindahan dari atas sini begitu menenangkan, ditambah bintang bintang diatas sana.

Inshaa AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang