Part 22

9.3K 637 7
                                    

Habibah pov
"Oh ya, boleh saya lihat buku itu, sepertinya buku itu sangat penting buat kamu"

"Boleh, mau yg warna apa? Biru atau merah?"

"Berhubung saya suka warna biru, jadi saya mau lihat yg warna biru saja" aku menyerahkan buku dengan sampul warna biru.

"Ini tulisan kakak kamu?"

"Iya, dia suka sekali menulis, sudah banyak sekali tulisan dia di dalam buku, dan orang pertama yg selalu membacanya adalah saya, saya sangat suka dengan inspirasi yg ditulis kakak saya, sejak kecil dia memang suka penulis dan cita citanya adalah menjadi seorang penulis"

"Sekarang dia dimana?"

"Dia mondok di pesantren di Solo, dan saya mondok di pesantren yg ada di Bogor bersama kakak saya"

"Oh ya? Saya juga punya adik yg mondok disana"

"Perempuan?"

"Adik saya yg paling kecil, laki laki"

"Oh begitu, kalau gitu saya tidak mengenalnya" kami tertawa kecil, sangat nyaman bicara dengannya.

Syauqi pov
Aku membuka buku itu, kulihat di kertas pertama itu bertuliskan sebuah nama Nailah Fadiyah, nama yg sangat bagus menurutku yg artinya anugerah yg dilindungi.

Aku menyukai warna biru
Seperti birunya langit yg menyambut di pagi hari
Ditambah dengan sinar mentari pagi yg melengkapi indahnya langit
Seperti birunya langit di malam hari
Ditambah dengan sinar rembulan dengan gemerlip warna warni bintang
Subhanallah inilah kebesaran Allah ta'ala

Hatiku begitu terenyuh membacanya, kalimat yg begitu lembut dan juga indah.

Aku membuka di pertengahan halaman, membaca tulisan yg aku fikir itu adalah judulnya.

Al Qur'an

Sebuah kisah seorang wanita.
Pada suatu hari, wanita itu mempunyai masalah yg begitu berat, dan pada hari itu juga dia bertemu seorang pemuda yg membuat hidupnya lebih berwarna yg membuatnya sadar bahwa Allah selalu berada dimana pun umatnya berada sesuai dengan QS Al Hadid ayat 4.

Pada saat wanita itu menangis, tiba tiba datang seorang pria memberikan al Qur'an, pria itu berkata, jika mempunyai sebuah masalah, bacalah al Qur'an, meski kita tak langsung mendapat solusi tapi inshaa Allah, Allah mengetahui segala isi hati kita.

Wanita itupun mulai membaca al Qur'an itu, sebuah keajaiban terjadi, apa yg dikatan pria itu benar adanya, hatinya menjadi tenang dan fikirannya dijauhkan dari hal hal yg negatif, hingga wanita itu menyadari bahwa pria itu pergi.

Wanita itu mengejar pria itu untuk memgembalikan al Qur'an miliknya tadi, namun pria itu berkata bahwa al Qur'an itu diberikan untuknya, sang wanita terkejut dan mengatakan bahwa dia sudah mempunyai al Qur'an seperti itu, pria itupun menjawab, biasanya sesuatu yg di berikan itu jauh lebih sering digunakan meski kita sudah mempunyainya.

Jantungku berdetak begitu kencang, apakah ini wanita yg sama yg aku temui di bis itu, benarkah, tapi tulisan ini begitu mirip dengan kisah yg aku alami waktu itu.

"Mas tidak apa apa?" aku terkejut dan langsung menutup buku itu dengan pelan.

"Ehm, saya tidak apa apa"

"Tapi kenapa wajah mas berkeringat, dan raut wajahnya berubah, apa ada kata katanya yg salah?"

"Tidak, tidak ada, tulisan ini sangat bagus, apakah dia kakak kamu?"

"Iya dia kakak saya, saya sangat menyayanginya, ehm kalau mas mau, mas boleh bawa satu bukunya kalau mas suka"

"Tidak usah, nanti kamu menangis karena bukunya saya bawa" aku tertawa dan sedikit menyindirnya.

"Tidak akan, sepertinya mas suka dengan buku itu, tidak apa, ambillah, saya masih punya yg satu ini"

"Benarkah?" dia mengangguk padaku.

"Oh ya, ini kartu nama saya, kalau nanti kamu ingin buku ini kembali, saya bisa mengembalikannya, dan saya juga punya seorang teman yg bekerja dipenerbitan buku, siapa tau buku kakak kamu bisa diterbitkan pasti akan banyak peminatnya"

"Alhamdulillah, benarkah?" aku mengangguk, dia pun mengambil kartu nama milikku.

"Terima kasih ya mas, maaf kalau saya merepotkan"

"Tidak apa"

"Sepertinya itu kakak saya" aku melihat ke arah halte, kulihat seorang pria menunggu disana.

"Benar itu kakak kamu?"

"Iya itu kak Habibi" aku melihatnya berdiri lalu mengaduh kesakitan.

"Awwwww, aduhhhh" aku pun kembali duduk.

"Duduklah, kamu tunggu disini, biar saya saja yg memanggil kakak kamu, siapa namanya?"

"Habibi, Habibi Fadiyah" nama mereka bertiga begitu mirip.

"Kamu tunggu disini" diapun mengangguk, aku keluar dari cafe itu, berlari menyebrangi jalan dengan hati hati.

"Assalamualaikum" ucapku menghampiri pria itu, aku melihat dia begitu mirip dengan Habibah.

"Waalaikumsalam"

"Ehm, apa kamu mencari Habibah? Dia ada disana" ucapku dengan menunjuk kearah Habibah, kulihat Habibah melihat kearah kami dan melambaikan tangannya.

"Habibah, kenapa dia ada disana?"

"Dia tidak bisa berjalan"

"Apaaaa!! Habibah" dia berlari dan tak sengaja hampir saja ditabrak pengendara motor, aku pun menghampirinya.

"Mas maaf ya" ucapku pada pengendara motor itu.

"Lain kali hati hati mas" aku mengangguk pada pengendara motor itu.

"Trima kasih mas" aku melihat kearah Habibi.

"Trima kasih mas"

"Sama sama, yasudah hati hati, ayo" aku mengajaknya

"Habibah kamu kenapa, tangan kamu kenapa?" aku melihatnya begitu panik saat melihat Habibah yg mempunyai luka ditangannya.

"Kak Habibih tenang dulu, duduk dulu, ini minum" aku duduk di tempat dudukku tadi didepan Habibah, Habibi duduk dikursi yg ada disamping Habibah.

"Istighfar kak" ucap Habibah setelah Habibi mulai tenang.

"Hmm, makasih de" ucapnya tersenyum.

"Jadi gini, tadi setelah Habibah selesai ngambil paket kiriman kak Nailah, Habibah jalan ke halte, tapi sebelum sampai di halte tas Habibah dijambret orang, Habibah jatuh di trotoar, Bibah kejar copet itu tapi ketinggalan karna lutut Bibah juga sakit, jadinya Bibah duduk di halte, ga brapa lama mas ini datang bawain tas Bibah, terus dia ngajak Bibah kesini dan nyuruh Bibah ngobatin luka Bibah, dia yg ngasih kotak obat itu"

"Innalillah, maaf kalo kakak kelamaan, pantesan daritadi perasaan kakak ga enak"

"Ga apa apa kak, Bibah udah baikan kok"

"Mas trima kasih mau nolongin Bibah"

"Sama sama, kenalin nama saya Syauqi" ucapku menyalaminya dia pun membalas uluran tanganku.

"Habibi"

"Iyah tadi Habibah udah kasih tau, dia juga bilang kamu kakaknya Habibah"

"Sebenernya kita cuma beda beberapa detik aja, kita kembar"

"Oh ya, pantes aja mirip banget" kami pun tertawa bersama.

"Sepertinya kami harus kembali ke pesantren"

"Ehm kalo gitu bareng aja, saya juga akan lewat sana kok"

"Ga usah mas, takutnya makin ngerepotin"

"Ga apa apa kok, saya ikhlas, lagian kaki Habibah masih sakit, takutnya kalo kalian jalan lebih jauh dari sini kakinya makin sakit, jam segini udah jarang bis lewat daerah sini"

"Ehm, yaudah deh"

"Yaudah kalian tunggu disinu ya, aku ambil mobil dulu" mereka mengangguk dan tersenyum padaku, entah kenapa aku begitu nyaman bicara pada mereka, seketika saja aku merindukan adikku yg satu itu.

♥♥♥♥♥♥♥

Inshaa AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang