Part 1 - Nailah Fadiyah

48.7K 1.3K 16
                                    

Nailah pov
"Semuanya udah dibawa Nai? Ga ada yg tinggal?" tanya umi Zahra, ibuku yg sangat aku sayangi.

"Udah semua umi, ga ada yg tinggal lagi kok" ucapku tersenyum.

"Kak Nai sering sering ya pulang, Bibah bakalan kesepian ga ada temen curhat lagi" ucap Habibah adikku, meski perbedaan umur kami hanya 5 bulan tapi dia tetap saja memanggilku kakak.

"Bukan ga ada temen curhat, tapi ga ada yg nemenin tidur" goda Habibi, saudara kembar Habibah, mereka adalah adik adikku yg sangat aku sayang, mereka begitu ceria hingga rumah ini terasa begitu ramai, namun jika salah satu tidak ada, pasti terasa sepi.

"Kak Bibih ih, Bibah udah berani tidur sendiri" ucap Bibah merengek dan memukul lengan kakaknya, meski perbedaan usia mereka cuma beberapa detik saja.

"Sudah sudah, ayo kita berangkat, entar kesorean nyampenya" ucap abi yg baru keluar dari dalam rumah dan langsung mengunci pintu rumah karna kami semua sudah berada didepan.

"Maaf abi" ucap Habibi dan Habibah, aku tersenyum pada mereka berdua.

"Yaudah ayo pergi" ucap umi ku, kami pun menaiki mobil.

Kami akan pergi ke Solo, sejak umurku 7 tahun, keluargaku tinggal dan menetap di Bandung, meski sebelumnya kami tinggal di Medan, kota kelahiran umi ku, saat ini umurku 15 tahun, aku memutuskan untuk sekolah di pesantren, pesantren milik Abi Rafi, kami mengenalnya sejak kecil dan beliau adalah ayah angkat dari abi, meski dia adalah ayah angkat abi, tapi kami tetap memanggilnya abi Rafi, karna kami melihat wajahnya masih terlihat muda.

***

Nama lengkapku Nailah Fadiyah Arvando, aku lahir di Bandung, namun setelah aku lahir, umi membawaku ke Medan, sampai sekarang aku masih sering bertanya pada umi kenapa usiaku dan kedua adik kembarku hanya berkisar 5 bulan, meski umi slalu bilang bahwa aku adalah anak kandungnya, dan umi juga bilang, suatu saat aku pasti akan mengetahuinya.

Umi dan abi adalah orangtua yg sangat baik untukku, mereka membesarkanku dan kedua adikku dengan ajaran agama islam, sedari kecil pun mereka menyekolahkan kami di sekolah agama yg sama, dan ini pertama kalinya aku minta untuk disekolahkan yg berbeda karna suatu hari disekolahku dulu, seorang teman pernah menanyakan soal persaudaraan kami yg berjarak hanya 5 bulan, kalau misalkan umi langsung hamil setelah melahirkanku pasti jaraknya 9 atau 10 bulan, sejak itu juga umi mengajarkan kami untuk tidak terlalu mendengarkan ucapan orang lain.

Hingga pada saat kami lulus dari madrasah, aku meminta untuk disekolahkan di pesantren yg ada di kota Solo, awalnya kedua adikku ingin ikut namun aku melarang, aku hanya tak ingin kejadian itu terulang lagi meski umi dan abi sangat berat melepaskanku.

"Kak Nai, entar kalo udah disana, sering sering telfon Bibah ya" lamunanku buyar begitu mendengar Habibah merengek dan memeluk lenganku, aku melihat abi dan umi hanya geleng geleng kepala dan tersenyum pada kelakuan adikku yg satu ini.

"Kak Nai tuh disana ga boleh bawa hp, gimana mau sering sering ngehubungin kamu?" Habibi menyela perkataan Bibah.

"Kak Habibi apaan sih ihh, Hijab Bibah bisa rusak entar" kulihat Habibi mengusap kepala Habibah yg membuatnya sedikit kesal.

"Sudah Habibi, entar kak Nai bakalan sering sering hubungin kok sebisanya" ucapku membela Bibah, kulihat Bibah mengejek kearah Habibi, aku hanya geleng geleng kepala melihat kelakuan mereka berdua, mereka kembar dan wajah mereka juga begitu mirip, namun sifat mereka begitu berbeda.

Habibah adalah seorang yg begitu manja, terlebih denganku dia sangat manja. Habibi adalah seorang yg ceria, dia juga begitu dewasa meski dia memanggilku kakak tapi dia yg slalu menjagaku dan juga Habibah, itulah seorang pria.

"Umi, Bibah tinggal dipesantren juga ya" rengek Habibah.

"Bibah, kan 1 minggu yg lalu udah sepakat kamu dan Habibi pisah sekolah dengan kak Nai, semua pendaftaran juga sudah selesai, kamu juga setuju kan" ucap abi.

"Tapi Bibah bakalan kangen kak Nai, rumah juga sepi, ga ada yg belain Bibah lagi kalo kak Bibih gangguin Bibah" aku tertawa melihat Bibah yg memanyunkan bibirnya.

"Sudah Bibah, nanti kita akan sering sering liatin kak Nai atau kita telfon kerumah abi Rafi untuk tanyain kabar kak Nai" ucap umi ku lembut.

"Bener umi?" kulihat wajah Bibah ceria.

"Iya sayang" Bibah kembali menyenderkan kepalanya dibahuku, aku menoleh sedikit kearah Habibi yg tersenyum padaku, aku pun membalas senyumannya.

♥♥♥♥♥♥♥

Assalamualaikum..

Ini adalah novel lanjutan dari novel yg sebelumnya yg berjudul "Salah Apa?", bagi pembaca yg belum membaca novel "Salah Apa?" tetep bisa kok mengerti jalan ceritanya :)

Wassalam..

# Dilla Ashary

Inshaa AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang