Baru memarkirkan kendaraan, kedua adik tiriku sudah menyambut. Yang perempuan membawa boneka bearnya yang diberi nama Justin. sialan. Yang laki-laki hanya merenung menatap mobilku. Memang dua hari lalu aku belum bertemu dengan keduanya. Aku senang bermain dengan keduanya namun itu saja jika aku memiliki waktu, kalau mereka memintanya sekarang mungkin aku akan menolaknya dengan kasar.
"Justin.. mau kau.."
"Tidak. Aku sibuk" aku langsung mengerti maksud Jazzy yang menghalangi jalanku masuk kedalam rumah, menyodorkan boneka Bear yang diberi nama persis dengan nama kakak tirinya sendiri.
"Dad!!"
Tak ada sautan. 'dimana tua bangka itu!'
"Dad!!"
"Da-"
"Justin! Hentikan. Dad-mu sedang tidur. Kau ini baru pulang langsung berteriak seperti itu. Setidaknya ucapkan selamat siang atau bagaimana."
Aku berdecak. 'Benar! Si tua satu itu tengah tertidur dimana akulah yang menjalani semua urusan yang seharusnya menjadi kewajibannya'
"Siang Mom, sudah?"
Ia menghela nafas. Memelukku sekejap sebelum akhirnya mengambil alih tasku, menanyakan apakah aku sudah makan siang dan sebagainya. Dikeluarga ini hanya Mom-lah yang mengerti diriku. Aku bertahan hanya karena dirinya, meskipun Mom juga yang mengajukan perjodohan dengan Clara. Mom juga masih menerima Dad yang sudah menghianati cintanya hingga melahirkan Jazmyn dan Jaxon dari wanita yang sekarang menjadi Mom tiriku.
"Aku ada acara dengan Clara. Katanya ini rencana Dad! Dan aku benci itu, Mom tahu kan aku belum siap menikah. Mengurus kantor saja aku belum bisa, bagaimana nantinya aku harus mengurus Clara yang begitu manja itu?" Aku terduduk dimeja makan bersamanya. Secangkir teh dihidangkan dan aku menolak makan. Yn barusaja memberiku makan sebelum aku pulang tadi. 'oh gadis itu..'
"Ya sudahlah. Lagian ini hanya rencana"
"Hanya rencana? Mom.. hari ini aku akan memesan gaun pengantin untuk bulan depan. Dan itu hanya rencana?"
"Entahlah Justin, Mom tak bisa berkata banyak"
'Bisa ditebak'.
Tak lama yang kutunggu datang. Si tua itu menuruni tangga dengan terbata. Jazzy berlari untuk membantunya. Aku tergelak melihatnya, bagaimanapun Jazzy masih berumut 7tahun. Mana mungkin gadis cilik sepertinya bisa membantu Dad? Bukankah itu terlalu dramatis?
"Dad, aku butuh uang. Kau tahu kan bensin mobilku habis. Aku harus mengantar Clara memesan gaun pengantin dan membicarakan soal Ayah Aaron padanya sekarang. Aku butuh banyak uang"
Ia masih mengacuhkan, sibuk dengan anak tirinya yang kini bermanja berjalan disampingnya. 'Ya ampun'
"Dad!"
"Justin.. bisa tidak kau menunggu sebentar saja, Dad-mu ini sedang sakit" ia baru menjelaskan. Aku hanya mengelingkan mata. Memerlukan beberapa menit hingga aku sadar bahwa Dad terduduk dihadapanku. Aku terpaku pada ponselku, menemukan Yn yang mengirimi pesan untuk tidak datang malam ini karena ia takkan berada diapartemen. 'Kemana dia?'
"Ada apa?"
"Butuh uang. Mana?"
"Bukankah di kartu kreditmu masih ada?"
"Kalau ada ngapain aku pulang kesini? Ayolah!"
"Ok, Dad transfer sekarang. Kau pergilah, temui Clara"
Aku langsung bangkit. Mom yang memperingati untuk berpamitan dengan Dad, kuacuhkan. Aku melambai pada Jazzy yang bertanya padaku berulang. Aku langsung menancap gas untuk menjemput Clara.
Menunggu beberapa menit dirumahnya hingga gadis itu keluar. Aku tersenyum terpaksa sesaat dirinya mencoba memeluk serta menciumku. Untungnya aku bisa menghindar ciumannya, rasa malas melandaku. Bahkan kini aku masih mengenakan seragamku meskipun hari ini libur sekolah.
"Sudah berapa hari kau tak berganti pakaian?"
"Dari lahir. Jangan banyak tanya atau kuturunkan dijalanan" ancamku dan kembali melesatkan mobil pada jalanan bebas hambatan.
..
"Gue harus balik."
"Tapi Just.. aku ingin makan malam bersamamu.." Clara merajuk, dimana aku terdesak dengan urusan Aaron yang belum dikerjakan dan mengejar Yn yang memiliki acara tanpa kuketahui kemana arahnya. Brengsek.
"Terserah. Kalau loe mau gue bisa cariin restoran dan gue telfon Austin nemenin loe makan. Gimana?"
"Aku maunya sama kamu"
"Bisa gak sih loe gak maksa? Gue bilang gak bisa ya gak bisa. Ngerti?" Tatapan tajamku sontak membuatnya menghentikan aksi merajuk itu, wajahnya beralih pada jendela mobil dan kudengar ia sesekali terisak. Seperti biasa, aku membuat seorang gadis menangis. Jangankan dirinya, Yn saja sering kukecewakan dengan sikap egois yang kumiliki.
"Bye.. " Clara melambai ketika mobilku melesat meninggalkan halaman rumahnya. Aku tak membalas maupun menurunkan kaca mobilku untuk sekedar menatapnya untuk terakhir kali. Aku kejam, memang inilah aku. Aku tak suka gadis yang selalu merajuk, kegenitan, banyak bicara dan sesuka hatinya berucap seolah aku miliknya. aku mengerti bahwa Clara mencintaiku-sangat. Namun Yn yang parasnya tak secantik dirinya masih memikat hatiku sedari awal. Kesederhanaan didirinya membuatku terpaku. Kesabaranya menghadapiku membuat diriku tenang.
Dijalanan aku berulang menelfon Aaron untuk bertemu denganku mengenai masalah ini, Aaron tak mengangkat. Aku memutuskan untuk menunda hal itu dan memutar balik mobil kearah apartemen Yn. Masih petang, dan aku berharap ia masih diapartemennya.
Liftnya mati. Sial, aku harus menaiki tangga kekamarnya. Mengetuknya keras berulang. Dalam hati berharap Yn didalam. Tak lama suaranya menyautiku, memintaku untuk sabar dan ia membukakan pintu untukku. Pakaiannya rapi, dengan sweeater coklat susu dan Jeans biru tuanya ia begitu terlihat dewasa dan menawan. Keningku berkerut.
"Secepat ini?"
Ia mengangguk. Bisa kubaca dari wajahnya bahwa Yn masih kesal padaku. Tidak menyuruhku masuk kedalam, Yn sudah meninggalkanku. Aku berburu menyusul dan tak lupa mengunci pintunya. tanganku mendorong tubuhnya hingga terpojok disudut ruang. Tatapannya menantangku, disaat bersamaan memacu adrenalinku.
"Kau mau kemana?"
"Kenapa? Bukan urusanmu. Seperti urusanmu yang bukan urusanku juga. Adil kan?"
'Binggo! Dia masih kesal karena masalah itu'
Aku tersenyum miring. "Urusanku emang bukan urusanmu tetapi urusanmu adalah urusanku. Mengerti?"
"Apa?! Yang benar saja, kau kira kau ini-" sebelum kata-katanya selesai, aku sudah mencium bibirnya kilat. Takkan kubiarkan ia pergi. Yn yang tak menyambutku baik masih terdiam. Tangannya terhimpit diantara tubuhku yang semakin mendesak ditubuhnya. Mengangkat pinggulnya untuk kubawa dalam pelukan hangatku. Aku terus mengulum bibirnya, mencari jalan untuk memasukkan lidahku dalam mulutnya. Yn menerima itu, disaat bersamaan tangannya menarik seragamku mendekat. Keringat-ku yang bercucuran tidak menghalangi tubuhnya yang sudah mewangi karena parfum. Maklum saja, aku belum membersihkan diri sedari pagi.
Yn mencoba mendorongku, aku hanya memberinya Jeda. Keningku masih menempel dikeningnya. Menatap bersamaan dalam waktu lama.
"Kau jahat Justin."
Tangannya bermain meremas bajuku kasar secara berulang. Menelan ludah berat dan menutup mata. Sedetik selanjutnya airmata itu turun, semua emosinya keluar melalui airmata-nya. Aku secara perlahan menghapusnya, takkan membiarkan Yn menangis lagi karenaku.
"Maafkan aku Sayang.."
Ia menggeleng. Tangisannya semakin kencang. "Jahat!" Aku semakin tak mengerti dimana Yn malah memukuliku. Mungkin selama tadi siang hingga petang ini ia menahan emosi ini. Dan alasan kepergiannya hanya untuk menurunkan emosinya karenaku. Mungkinkah seperti itu?
Kupeluk tubuhnya erat, berulang kali meminta maaf dan memintanya untuk tidak keluar malam ini. Aku juga berjanji akan bercerita mengenai masalahku kepadanya. Yn yang masih memikirkan itu hanya terdiam dan menangis diatas dadaku. Tangannya melingkari perutku sama eratnya , tangisannya mereda.
![](https://img.wattpad.com/cover/74888582-288-k830546.jpg)