Setelah berpamitan untuk membawaku keluar, Mom mengijinkan. Benar-benar langka. Aku duduk ditaman bersama Shawn, tak jauh dari rumahku.
"Mau apa kemari?"
Ia tertawa, merasa aku sudah melontarkan pertanyaan bodoh padanya. "Bertemu denganmu. Apalagi?"
"Aku sudah tak bisa-"
"Aku tahu, kau dipaksa kan?" Potong Shawn. Seperti ia sudah melihat bagaimana kejadiannya, "aku sudah pernah mengatakan padamu, Jeremy memang pandai bermain, kau harus bertahan, tetapi mengapa kau malah goyah?"
"Ini menyangkut bisnis keluargaku Shawn, aku tak mau Mom sedih"
"Kau tahu bagaimana perjuanganku menemukanmu disini? Dan kau tahu bagaimana Jus-"
"No, please.. dont.." tahanku, aku tak bisa mendengar kata itu lagi."aku mohon jangan-sebut-dia-lagi"
"Kenapa? Apa salahnya? Justin begitu menderita. Kau tahu itu?"
"Shawn! Aku bilang jangan sebut nama itu lagi!" Aku bangkit kesal, mataku memerah, sesuatu yang bening seolah ikut merasakan kekecewaanku. Shawn membuka luka lama itu. Ia tahu bagaimana susahnya aku menghapus namanya dari ingatanku, dan kini ia begitu gampang mengulas semuanya. "Aku pulang. Pembicaraan selesai, sebaiknya kau pulang sekarang" aku balik mendahuluinya, persetan dengan Shawn, aku sungguh menyesal menemuinya malam ini.
Dikamar, kujatuhkan wajah keatas bantal. Mom bertanya berulang mengapa aku menangis, mungkin setelah ini Shawn terkena imbasnya. Aku tidak peduli, aku menangis sebisanya. Airmataku habis dan semua direnggut oleh satu nama. Satu nama yang tak mampu untuk kulupakan, satu nama yang berbagai menyisakan ukiran kenangan indah didalamnya, satu nama yang tak pernah mati untuk terus hidup. Justin.. apa kau mendengarku? Aku merindukanmu.
..
Justin pov
Seminggu, kejadian itu berlalu. Aku semakin tak karuan. Pulang malam membawa seorang wanita yang menghiburku diranjang. Sama sekali tidak ada belas kasih saat menyentuhnya, bahkan aku sampai melukai alatnya. Ada yang menangis atau memakiku. Aku bajingan, brengsek, atau bocah tengik. Aku biasa dengan sebutan itu.
Seperti pagi ini, jalangku memaki untuk dibayar dua kali lipat. Semalaman juga aku terus menggumamkan nama Yn ditengah percintaan yang tak bisa dibilang cinta ini. Aku tak bisa pungkiri bahwa aku memang merindukan gadis itu. Aku merindukannya yang entah dimana.
"Ini kurang.." protesnya yang material Harta, ku lempar dompetku hingga mengenai wajahnya.
"Ambil semua uangku pelacur. Ambil!"
"Dasar brengsek!" Ia memungut semua dollarku dan berlalu dari kamar, berselingan dengan itu, Shawn muncul, senyumannya terpancar ketika ia berlawanan arah dengan pelacur sialan itu.dasar laki-laki.
"Whoa whoaa.. liat sepupuku, semalaman meniduri jalang.." Shawn terbahak puas. Sama sekali tidak memikirkan bagaimana kacaunya aku. "Sampai di DO di sekolah, dan dikurung rumah pun tidak peduli. Ckck" ia semakin membuatku geram.
"Pergi kau brengsek sebelum aku menghajarmu" ancamku tegas.
Shawn tertawa lagi, "kau yakin ingin aku pergi? Kau yakin?"
"Ya, aku yakin. Go." Ucapku acuh, memunggunginya diranjangku.
"Ya sudah, padahal aku sudah mati-matian bertemu dengan gadis itu, membuatnya menangis mengingat masa lalunya. Tetapi sudahlah, bagus jika sepupuku memang sudah melupakannya"
Brengseknya Ucapan Shawn membuat mataku membulat sempurna. Aku terus menggumamkan kata bukan untuk semua pemikiran itu. Tidak, ini tidak mungkin Yn. Shawn sedang tidak membicarakan Yn. Tidak..
"Kau tahu, dia juga tampak kacaunya sama denganmu. Well ya, meskipun dia sudah memiliki pacar sekarang"
Pacar?Yn sudah memiliki pacar? Dia melupakanku secepat itu?
Aku berbalik, mendapati Shawn menyengir diambang pintu.
"Yn?"
"Menurutmu?"
Aku bangkit, tak sadar tanganku menggenggam erat kerah bajunya hingga tertarik keatas. "Kau bertemu dengannya?! Dimana?! Dimana Shawn!"
"calm down dude, lagian kau cukup bahagia dengan jalang-jalang itukan? Mengapa harus mengingatnya?"
Kepalan tanganku tercipta, kalau bukan Shawn yang memotong untuk menahanku menghajarnya, ia sudah terkapar dilantai. "Oke oke.." Shawn mengalah, menahan tenaga tanganku yang akan mendarat dipipinya. "DiTexas, bersama keluarganya. Dia bekerja pada semua toko buku, aku liat dia diantar laki-laki saat pulang bekerja"
"Kau yakin itu pacarnya?" Texas..bodohnya aku tak sampai berpikiran untuk kesana.
"Sangat yakin, karena Yn berpegangan pada pinggan pria itu bukan bahu"
"Mungkin teman?" Aku masih mencoba menebak, tidak mungkin ia melupakanku secepat itu.
"Oh ayolah, ini hampir sebulan. Melupakanmu itu tidak mudah baginya, aku tahu dia pacarnya, tetapi dari sorot mata Yn, tidak tampak ada cinta disana"
Sekarang keningku berkerut. "Benarkah?"
"Kau tak percaya padaku?"
Tidak menggubrisnya, aku memaksa Shawn untuk menyerahkan beberapa uang Cashnya untuk aku pergi ke Texas. "Atm gue diblokir. Cepetan kasih gue duit buat kesana"
"Minta dong ke bokap" Ledeknya tetapi mencoba membuka dompetnya. Ada puluhan disana, dan seperti Shawn memang akan berbagi denganku. Diserahkan semua uang itu, begitu kudapatkan, aku menepuk bahunya lalu memberesi pakaianku.
"Thanks Shawn.."
"Youre welcome. Pergilah.." ia tersenyum, sungguh, aku berutang budi padanya.
..
Dia disana, sesuai dengan alamat yang tercantum pada kertas Shawn berikan. Yn ramah pada pengunjung yang ada, dari mesin kasir, ia berlalu pada rak buku. Merapikan buku-buku yang masih didalam kardus pada raknya. Aku tersenyum, sudah lama pemandangan seperti ini tak terlihat dimataku. Senyumannya, parasnya yang membuatku seolah hidup kembali.
Ia menatap jam dinding, kemudian merapikan bukunya kembali dan segera berlalu kedalam toko, menghilang dibalik belokan ruang. Aku masih mengawasi, ia kembali dengan tak lagi memakai selemek dipinggangnya tetapi sudah rapi dengan tas selempang itu. Tak lama, sebuah motor terlintas dihalaman depan toko buku, aku melirik jam tanganku dan sekarang pukul sepuluh malam. Si pengendara motor itu menelakson Yn yang melambaikan tangan, sesuatu diraihnya dari gantungan disana dan segera mematikan toko serta menguncinya. Sebelum ia mendekat pada Pria berkendara itu, aku berlari padanya.
"Yn.."
Suaraku membuat dirinya membeku, terlebih saat Yn memutar tumit dan menemukan aku sudah dihadapannya. Ia terpaku, bibirnya terkatup rapat, ada juratan kesedihan yang melandasi disana. "Ju..Ju..ju.."
"Siapa Yn?" Potong si pengendara berambut agak gondrong itu turun dari kendaraannya.
"Ah.. itu.. hmm.." Yn semakin panik, Shawn benar, mungkin pria ini teman specialnya. "Itu.. hmm.."
"Yn.. ini sudah sebulan, kau pergi tanpa kabar, aku merindukanmu.." aku lebih mendekat, mencoba menggenggam tangannya tetapi Yn malah mengibaskanku kasar, airmatanya turun, jelas dimana masih ada ruang hati untukku. Dan Shawn benar, dia masih mencintaiku. "Yn.. aku merindukanmu. Apa salahku Sayang.."
"Hey, hey jangan kurang ajar. Dia pacarku, jangan panggil seenaknya saja" si pria itu tak terima, aku yang sama sekali tak mengharapkan keberadaannya masih berfokus pada Yn. Lagi-lagi tanganku ingin menggapai tangannya, tetapi terhalang oleh tubuh kekar pria yang seolah melindungi Yn dariku. "Aku bilang hentikan!"
Sebuah pukulan hebat mengenai rahangku, aku terjatuh, mendengar bahwa Yn sempat berteriak nama Ashton, mungkin nama pria itu. Membawa menjauh Ashton dariku, "cukup. Aku mohon cukup, ayo pulang.." Yn yang berusaha keras menghalangi Ashton yang sudah diambang emosi karenaku, tangannya mengait lengan kekar Ashton menjauh. Tetapi, tinjuannya membuat dara segar langsung membanjiri sudut bibirku. Dammit.
Aku terdiam, melihat Yn yang menaiki motor Ashton, ia sempat melirik dengan mata merah dan airmata disana, sebelum akhirnya ia berlalu, menghilang dibalik kabut malam dan asap motornya yang memasuki paru-paruku