Author pov
Gadis berlensa mata bir secerah laut pantai Miami itu keluar dari kamar, hatinya terpukul, sakit dan membuatnya rapuh malam ini. Ia membohongi diri karena berusaha tegar dihadapan Justin.
"Aku mencintaimu Justin.." ucapnya lirih didepan pintu yang tertutup, menyisakan Justin seorang didalamnya.
Tak ingin terlarut, Clara mengakhiri dinner keluarga yang membuat dirinya menerima tamparan keras dari Dad. Bukan secara Fisik saja, batinnya pun seolah sudah tertampar oleh ucapannya beberapa menit yang lalu. Jika karena bukan untuk kebahagian Justin, Clara takkan melakukannya. Tak sampai hati ia mau mengobarkan pria yang selama ini dia cintai pergi begitu saja. Padahal, pernikahan mereka sudah berada didepan mata.
Gadis itu melarikan diri, entah kemana langkah kaki membawanya, hingga hembusan angin meniup rambutnya yang sebahu. Nafasnya tersenggal disertai isakan yang tak terdengar. Ia melingkuk lutut diatas pasir putih, deruan ombak terdengar. Ia sadar sudah sejauh mana melangkah hingga Clara mengasingkan diri pada suatu pantai dimalam hari.
"Tak baik seorang gadis seorang diri ditempat seterbuka ini"
Suara seseorang berasal dari belakang tubuhnya. Clara menoleh Kaget, diliatnya Shawn-sepupu Justin, tengah berjalan mendekat. "Shawn?"
Pria itu terduduk, menyamai posisinya. Aroma tubuh maskulinnya sampai menukik penciuman Clara yang membuat gadis itu seolah melupakan kejadian malam ini, entahlah, ada perasaan tenang dan nyaman saat bersama Shawn. "Sedang apa kau disini?" Tambah Clara memecah keheningan malam.
"Menemanimu.."
"Menemaniku?" Ia tertawa ironi, kedengarannya begitu buruk dan begitu sedu. "Kau gila, untuk apa menemani gadis yang-"
"Yang suka membully orang? Memojokkan orang?" Shawn tertawa, "aku tahu , kau punya alasan karena ini. Tetapi, bukankah sebaiknya kau melupakan dia?"
"Maksudmu Justin?" Jawabku to-the-point. Karena aku mengerti maksud dari ucapan Shawn barusan.
"Ya, maksudku-, lagipula, mengapa kau harus melabrak kesana kemari hanya untuk pria yang tak pernah melirikmu?"
"Aku juga sudah membatalkannya. Kau lihat kan tanda merah dipipiku? Itu menjawab semua pertanyaanmu. dan Ya, mungkin aku akan diusir oleh keluarga Hallowswitch's setelah ini"
"Aku lihat itu. Dan aku juga dengar semuanya.."
"Lalu apa maumu?"
Shawn kembali tertawa, ada sebuah harapan dihatinya yang selama ini ia penjam. Yang selama ini tak seorangpun tau. Ditatapnya mata gadis itu dengan jeli, membuat Clara tersipu malu. "Bagaimana jadinya jika aku yang menggantikan Justin? Apa kau tetap akan diusir?"
"A-apa? Kau sudah gila?"
"Kalau aku gila, aku bukan dipantai bersamamu. Melainkan disebuah rumah sakit jiwa dengan yang sama gilanya denganku. Aku gila, karena aku mencintaimu sejak awal. Aku mencintaimu sejak kau dijodohkan dengan Justin, itulah mengapa aku memutuskan untuk kembali ke Australia dan berusaha melupakanmu. Tetapi dugaanku salah, aku justru semakin memikirkanmu."
Clara terdiam. Jujur saja, ia terkejut mendengar pernyataan Shawn. Bukan hanya terkejut, ada perasaan tak menyangka sekaligus tak mengira bahwa selama ini Shawn mencintainya diam-diam. Hati Clara bak dibutakan oleh Justin yang bahkan tak meliriknya.
"Jika kau saja bisa mengejar Justin, apa aku tak boleh mengejarmu? Aku tak masalah jika kau akan sama cueknya seperti Justin saat kau mengejarnya. Setidaknya aku sudah berusaha, bukan begitu?" Shawn lagi.
Clara benar-benar tercengang. Hatinya layu, ada gejolak yang mengatakan pada Tuhan untuk bisa melewati ini. Dan detak jatung gadis itu dua kali lebih cepat dari biasanya. Oh ya ampun Shawn..
