"Hello buddy, lama tak berjumpa" Aaron menepuk pundakku berulang seusai berpelukan, bukan seperti biasa, pelukannya berbeda. Aku merasakan panas menjalar disekujur tubuhku. Bukan hanya itu, senyuman liciknya terpancar. oh god, aku sudah terjebak didalam permainannya.
"Apa yang kau inginkan. Aku tahu kau sudah mengetahui segalanya bukan?" Ujarku to the point, Aaron tertawa lepas. Lebih sadis daripada pembunuh bayaran kelas kakap. "well, otakmu benar-benar cerdas. Apa itu karena guru cantik yang berhasil kau pacari? Apa kau juga mengambil miliknya seperti yang kau lakukan pada Selena?"
WHAT!
Jantungku berhenti. Damn, aku tak bisa menutupi diri untuk tidak terkejut, membuka mata secara lebar. Bagaimana bisa ia mengetahui hal itu? "A-a-apa—"
"Bieber , Bieber.. kau pikir kau lebih pintar dariku? Apa kau pikir setelah ayahmu mengambil jabatan ayahku untuk menguasai Rockpot membuat aku terdiam? Menunggunya kembali dari penjara dikolong jembatan? Sedangkan Anak dari penjahat itu sudah ada didepanku! ha,!"
Ia tersenyum miring, brengsek. "Aku takkan membiarkan itu terjadi, aku takkan biarkan anak penjahat itu bahagia dengan hubungan gelapnya atau menikahi Clara, gadis yang selama ini kusukai dan kau malah memainkan perasaannya, oh tidak—maksudku, Hartanya. welldone Bieber!"
"Jangan ganggu Yn" aku penuh penekanan
"Ah! Benar sekali, guru Perancis itu kelemahanmu.. " tawanya kembali tercipta, kepalan tanganku sudah terbentuk. "Well, bagaimana jika video ini tersebar di sekolah? Aku bisa pastikan Clara akan membatalkan pernikahan kalian, Yn akan melihatnya, juga.." wajahnya mendekat, hanya beberapa senti dariku ".. kau dikeluarkan, keluargamu marah, menderita, dan akhirnya bangkrut.benar-benar menganggumkan" ia bertepuk tangan, sungguh, Aaron sudah berubah menjadi bocah idiot yang memerlukan kasih sayang.
"Aku akan mengusahakan untuk membebaskan Ayahmu. Kau hanya perlu memberiku waktu untuk itu, aku janji Aaron"
Tatapannya membunuhku, "bagaimana aku bisa mempercayaimu Bieber?"
"Kau sudah tahu semua rahasiaku. Itu cukup membuat hidupku menderita jika aku sampai melanggar janjiku sendiri bukan?"
Aaron kembali tertawa, still an idiot. "Ya, benar juga. Oke, baiklah. Aku akan tunggu janjimu. Aku beri waktu kau sebulan untuk menjalankannya, jika tidak.." ia mengangkat kedua bahunya secara dramatis. "Kau tahu sendiri akibatnya"
..
Yn pov
Aku berpamitan dengan Caitlin, aku sungguh menyesal karena harus berpisah dengan Thomas dan mungkin takkan menemuinya lagi. Ya, rencanaku untuk ke Texas yang menghambat pekerjaanku sebagai pengasuh Thomas. Aku sendiri tak bisa membayangkan diriku mampu untuk melewatinya, mengakhiri karirku di Graha's juga Justin. Memikirkannya saja berhasil membuat mataku berkaca-kaca
"Terimakasih untuk selama ini memperkerjakanku Cait"
"Oh Yn.. aku akan kehilangan sesosok teman lagi, aku yakin Thomas sama terpukulnya denganku. Tetapi, itu juga hak mu untuk mengundurkan diri. Aku juga berterima kasih selama ini sudah menjaga anakku" Caitlin memelukku, pelukan hangat seorang teman yang akan kurindukan nantinya, "tapi ini semua bukan karena Justin kan?"
Aku melepas pelukannya, terkejut akan perkataannya barusan. "Sorry?"
Caitlin tertawa, "lupakanlah." Ia memandangku, "Tapi, asal kau tahu, Justin itu tak baik. Dia memang manis didepanmu, dan jangan tanyakan apa yang sudah ia lakukan dibelakangmu"
"Maksudmu?" Keningku berkerut, sungguh, aku tak mengerti. "Aku mantan pacarnya, aku hanya tak ingin kau mengalami sepertiku. Sakit hati yang amat sangat karena ditinggalkan begitu saja, aku akui pesonanya membuat diriku jatuh hati terlalu dalam. Jadi, berhati-hatilah" kembali Caitlin tersenyum, menepuk bahuku. Aku membalas senyumannya dengan berbagai perasaan yang menggerogoti pikiranku. Mantan?
Meninggalkan rumah Beadles , aku mengirimi Justin pesan untuk tidak datang keapartement siang ini.
From : The Baddas.
Kenapa?Aku mendesah, haruskah aku mengiriminya segudang jadwal padatku disekolah karena ujian tengah semester nanti?
To : The Baddas.
Aku harus kesekolah, mengurus ujian tengah semestermu nanti, kau tinggallah dirumah, buka bukumu dan mulai belajar. Aku tak ingin kau mendapat rangking terakhir seperti sebelumnya.Send.
Belum lama, ponselku kembali berbunyi.
From : The Baddas.
Jangan mencoba selingkuh dariku, apalagi mendekatkan diri pada guru baru yang cabul itu. Tutupi dadamu, juga bagian sensitif lainnya. Jangan lupa gerai rambutmu untuk menutupi lekuk leher belakangmu Yn.Aku memutar bola mataku sesaat membaca pesannya, overprotektif. Karena malas, kembali kumasukkan ponsel kedalam tas dan tak membalas pesannya. Pikiranku kembali pada ucapan Caitlin barusan, aku mencoba berfikir positif dan menilai bahwa ucapan Mantan kekasih Bieber itu salah. Mungkin ia hanya kelewat sakit hati dulu, atau cara Justin yang salah mengakhiri hubungannya yang membuat Caitlin menyimpan dendam. Mungkin saja..
..
Disekolah, aku menemui Mr.Styles, yang memiliki rambut sepanjang bahu—ralat, hari ini ia memangkas rambutnya dan tampak terlihat lebih tampan. oh ya ampun..
"Mr.Sty—"
"Panggil saja Harry.." ia menginterupsiku. Aku meringis, terduduk di hadapannya. Kebetulan Mr.Styles tengah memilih beberapa soal yang akan diajukan dalam tes ujian diatas meja melingkar dalam kantor guru. Bukan hanya kami, yang lain juga sibuk dengan kegiatannya masing-masing untuk ujian yang diadakan beberapa hari lagi. Termasuk aku. "Oh baiklah, aku hanya ingin bertanya soal jadwal pengawas ujian nanti. Bukannya kau yang mengaturnya?"
"Tidak, aku serahkan pada Nathan, maksudku—Mr.sykes."
"Oh, begitu, baiklah" aku bangkit. Harry yang sama sekali tidak menoleh padaku fokus dengan layar komputer dihadapannya. Keningnya berkerut dengan menyipitkan mata, begitu berkonsentrasi dengan yang ia kerjakan. Kutemui Nathan yang duduk dimeja-nya sendiri. Bukan seperti Harry, Nath yang terlihat lebih santai, menggunakan earphone dan menggumam seraya menulis sesuatu dikertas putih hadapannya.
Aku menepuk pundaknya untuk menyadarkan, ia tersentak. Berburu melepas earphone dan seperti baru mendapatkan udara segarnya kembali sesaat melihat diriku-lah yang menemuinya. "Aku menganggu?" Tanyaku.
"Tidak, duduklah" ia menarik kursi milik guru lain disampingnya untukku. Aku terkesima sejenak sebelum akhirnya menerima tawarannya untuk duduk berdampingan denganku, "well, sebenarnya aku hanya ingin memeriksa Jadwal pengawas untuk ujian nanti, Mr.Styles bilang kau yang memegangnya"
"Ya memang aku, kau berjadwal denganku. Dari hari pertama sampai terakhir dikelas dua belas A" jelas Nath, bencana buruk karena aku harus berduaan dengan Nathan selama seminggu penuh dikelas dimana Justin berada. ya ampun, aku bisa mati jika begini..
Aku tak ingin Justin mendapat rangking terakhir seperti semester-semester sebelumnya.
"Bagaimana bisa?" Nadaku terdengar sarkastik.
"Kenapa ? Kau keberatan? Mrs.Swift yang membuatnya, atas persetujuan Styles tentunya" Jawab Nath enteng. Seolah ia sudah mengenal beluk likuk permasalah sekolah ini, termasuk Taylor dan Harry. Well, aku tahu itu, sudah menjadi rahasia publik.
Sudah Petang, aku menjadi guru terakhir yang keluar dari sekolah. Untungnya soal ujian mata pelajaranku sudah selesai dibuat. Aku susah payah membuatnya agar siswa-siwi disini mendapat nilai baik nantinya, aku mempertimbangkan setiap soal yang dibuat maupun disalin dari buku latihan soal agar memudahkan mereka atau mengingatkan mereka mengenai materi yang kuajarkan. Aku harap mereka dengan mudah menjawabnya, membuatku bangga karena aku berhasil menyalurkan ilmuku.