day - 49

454 36 0
                                    

Esoknya, aku kembali pada toko buku itu. Dia sana, menata buku diraknya. Matanya sembab, dan kupikir aku tahu sebabnya. Lensa hitam miliknya sibuk memilah buku yang ada, diantara itu aku tersentak ketika tangan seseorang menepuk bahuku.

menoleh kebelakang, aku mendapati Ashton disana. Wajah merah dengan kepalan yang siap menghajarku. Sialan, aku ikut tersulut karena bagaimanapun ia tak berhak memukulku. Aku teringat kejadian semalam, bukan karena ia sudah menjadi pacar Yn, ia bisa seenaknya melarangku. Tidak.

"Kau siapa sebenarnya? Apa yang kau inginkan dari gadis itu?! Heh?"

"Aku ingin dia" tantangku balik. Benar saja, ia menarik kerah bajuku kuat. "Aku tak tahu kau sedang bertantangan dengan siapa? Heh?!! A-"

Sebuah pukulan kembali mengenaiku, kali ini membuat tubuhku terbanting ketanah. Sekarang, Ashton kembali meraihku, beberapa orang yang melihat berteriak keras. Aku terdiam saat pukulan kedua mendarat, bahkan pukulan-pukulan ini tak ada perbandingannya dengan semua penantianku pada Yn. Seandainya memang Yn sudah termiliki oleh Ashton, ia berhak melakukan hal ini padaku.

Ketiga, darah mengaliri sudut bibir, rasanya sakit dipelipisku serta membuat kepalaku berkedut. Aku sama sekali tak membalas pukulan pria brengsek itu, meskipun aku yakin ia tak ada tandingannya denganku. Seseorang menengahi, ada yang memengangi Ashton untuk menjauh dariku. Wajahnya masih tampak emosi, disisi lain, orang-orang disekitar melontarkan beberapa pertanyaan yang kuanggap sebagai belas kasih.

Aku melihat, aku melihat gadis itu mendekat. Sempat bertabrakan mata Yn denganku. Tangannya menyentuh pipi Ashton, yang tak kutahu pasti apa yang sedang mereka bicarakan, pastinya Ashton menggeleng, menatapku tajam lalu beralih pada Yn. Begitupun Yn yang melakukan hal sama, tetapi saat melirikku, ada perasaan iba disana. Aku merasakannya.

Saat tubuh Ashton dibawa pergi, aku ditinggal seorang diri dengan luka yang kuderita. Dari luar maupun dalam. Seseorang yang memanggilkan ambulans untuk membawaku pergipun kutolak mentah-mentah. Aku bangkit, mencoba menyeimbangkan tubuh dan berlalu begitu saja. Hal yang seperti ini sudah menjadi makanan pokokku disekolah.

..

Diperjalanan, pikiranku semakin kacau. Uangku habis, tak ada lagi modal untukku tetap tinggal. Aku hanya dibekali hotel penginapan gratis dari Austin dan mobil dari Cody. Shawn sama sekali tak mengirimiku uang. Sekarang aku memutar otak untuk bertahan hidup.

Tak hanya masalah uang, melihat perlakuan Yn tadi menyadarkan betapa aku sudah ditinggalkan. Sepertinya tebakan Shawn salah. Yn sudah mencintai pria lain, yaitu Ashton. Begitupun Pria itu. meskipun tidak ikhlas, aku mencoba menerimanya. Hatiku terluka cukup parah.

Di Dashboard mobil, aku menemukan selarik kertas, isinya berupa pertarungan bebas yang hadiahnya mungkin cukup menarik untukku.

Catat,Kehilangan nyawa ditanggung masing-masing. Peringatan disana tercetak jelas. Tetapi entah mengapa aku malah tertantang. Ini memang yang kubutuhkan. Uang, atau kematian. Aku sama sekali sudah tak peduli lagi, toh yang kuperdulikan sudah tak lagi disisiku, untuk apa aku hidup?

Kulajukan mobilku hingga spidometernya menukik pada sudut terkanan. Ini sudah pukul 8 malam, jalanan yang cukup padat itu bisa kuatasi dengan mudahnya. tak sampai setengah jam, mobilku sudah terparkir. Aku meninggalkannya diluar gedung tua. Tidak terlalu tua, tetapi dindingnya mulai pudar. Banyak yang bertubuh kekar berjaga diluarnya, dimana beberapa penonton berteriak didalam gedung. Aku melewati mereka acuh, tetapi tubuhku didorong kuat. Menghalangiku.

"Mau apa?"

"Tanding. Aku dapat ini" dengan malas aku membalas ucapan keduanya, menyerahkan kertas itu. Saling menatapnya, akhirnya aku diijinkan untuk masuk kedalam.

Didalam gedung, aku langsung mendaftarkan diri, berulang kali si bandar mengatakan bahwa aku harus siap menerima apapun resikonya, terlebih badanku yang terbilang kecil dibandingkan saingan yang lain. Aku mengangguk meyakinkan, sebagai jaminannya lima ratus ribu dollar menjadi hadiahku, atau aku mati.

Menunggu giliranku, yang bertanding diring satu persatu berjatuhan. Ada yang patah tulang, wajah penuh darah, ataupun tergeletak hingga tak bernyawa. Aku sama sekali tak peduli, aku ingin sekali menginjakkan kaki disana, meluapkan semua yang sudah kupendam selama ini.

Satu tumbang, dibarisanku, aku maju satu langkah. Yang didepanku tampak gugup, dan aku? Jangan tanyakan. Aku sama sekali tak peduli, menggerutu kesal menunggu giliranku. Tiba saja, seseorang menghampiriku, tidak berpenampilan layaknya peserta tarung bebas, ia memakai jas hitam.

"Ada apa?" Ujarku acuh, sesekali mengabaikan keberadaannya disampingku.

"Dengar, kau akan dilawankan dengan pria itu.."

Teng! Bell berbunyi, satu orang lagi tewas diring. Yang didepanku langsung maju untuk menandinginya, dan ucapan pria berjas itupun tersendat, "..yang itu, berbadan besar dan.." diantara suara ricuh, aku masih mendengar suaranya. ".. baju tak berlengan. Aku ingin kau menyerahkan diri, aku janji takkan sampai kau kehilangan nyawa. Jangan melawan, biarkan ia memukulmu, dan hadiah dua kali lipat akan kuberikan. Bagaimana?"

Keningku berkerut, sekarang menatapnya untuk meminta penjelasan. "Maksudmu aku harus menjadi pengecut diring sana?"

"Terserah kau, kalau kau tak mau, aku tak yakin kau mendapatkan hadiah itu. Ditambah jalang-jalangku yang cantik"

"Maaf, gue bukan pria pemuja seks"

"Oh baiklah.. tetapi bagaimana kalau 5 kali lipat dari hadiah utama?" Tawarannya cukup menarik, aku menatapnya lekat, berusaha menyimpulkan mengapa pria itu menyuruhku melakukan ini. "Dont ask me why, karena aku takkan menjelaskan. Ini bisnis, kau aman bersamaku. Hanya biarkan dia memukulmu, kau seolah saja melindungi diri. Bagaimana?"

Lama, ditengah teriakan penonton penyemangat kedua petarung itu, aku tertegun. Tak lama aku akhirnya mengangguk. Ia tertawa puas dengan keputusanku. "Bagus, sekarang giliranmu. Ingat peranmu anak muda, aku akan menemuimu setelah pertandingan selesai" tangannya mendorongku maju. Aku sendiri sampai tak memperhatikan bagaimana jatuhnya peserta pada lawanku ini. Tubuhnya besar, tiga kali lebih besar dari body guard Jeremy. Aku siap, mengepalkan tangan tetapi tak menyerang.

Dan..

Puk!

Satu pukulan kuterima. Darah langsung keluar, aku mencoba kuat, kembali melindungi diri seperti intruksi pria berjas tadi. Para penonton meneriakiku, ada yang memaki dan meremehkan bagaimana aku layaknya pengecut diatas ring. Aku terdiam, menerima pukulan bertubi dari si pria berbadan kekar tadi.

..

Tubuhku terkapar rasanya semua tulangku patah. Persetan dengan hanya patah tulang tanganku. Wajahku penuh lebam dan darah, kakiku terkilir dan tulang antar lengan kananku tergeser, juratan berbagai penih tercipta jelas disetiap sesetannya.

Dua orang yang bertubuh kekar itu seolah membuangku keluar gedung, " tak guna." Gumamnya sebelum kembali masuk kedalam. Aku yang berusaha bangkit merasakan tubuhku yang sudah mati rasa, terlebih bagian tangan.

"Fuck!" Gumamku ketika sadar tulangnya begitu terlihat disana. Tangan tulangku benar-benar patah.

Dengan terhuyung aku berjalan kearah mobil, si pria berjas itu memberiku upah sesuai janji. Ada sekitar puluhan dolar tersaku. Dimobil, aku mencoba membenarkan tulangku yang tergeser, saat memaksanya kembali kesemula, rasanya sakit luar biasa. Aku menjerit, mengeluarkan airmata dengan kedutan keras didaerah sekitarnya.

THE FEELING (YN-YOUR NAME)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang