Ditemani lampu-lampu penghias jalan, yang menjadi penerangan satu-satunya disini. Aku bersama Ashton, menikmati malam disebuah taman dekat danau dengan air yang tenang. Angin silir berganti meniup helaian rambutku yang dibiarkan tergerai lepas. Ashton menatap lurus, sudah hampir sejam kami disini. Tak ada perbincangan, hanya beberapa ucapan dengan topik ringan.
Aku berdeham, memulainya sekarang. Ashton tahu, dan seharusnya tahu apa maksudku mengajaknya kemari. "Ashton.."
"Hm"
"Maafkan aku"
"Soal apa?" Ia membenarkan posisi duduknya, sedikit menyerong hingga wajahnya agak terpancar dari sudut pandang mataku. "Kau bahkan tak berbuat apapun"
"Soal saat kau bersama Carla"
"Oh.. " lagi-lagi diam. Keningnya berkerut, dengan tatapan kosong. Kutahu Ashton memikirkan sesuatu. Lidahku kelu untuk mengakhiri semua ini. Hubungan kami. Aku dan Ashton. Ia pria baik, tak seharusnya aku terus menyakitinya. "Jadi, kau sudah tahu ya?"
Aku menganguk kecil. Ashton tersenyum. "Lalu?"
Menghela nafas panjang, kuraih tangannya sontak Ashton menatapku. Tangan kami saling terantai satu sama lain. "Aku yakin ada gadis diluar sana yang akan mencintamu, aku sudah memilih, dan aku memilih dia. Aku minta maaf, aku tak bisa terus menerus menyakitimu dalam hubungan ini. Aku minta maaf. Aku tahu Carla hanya sepupumu, tetapi aku tak bisa Ashton. Aku minta maaf"
Diusapnya punggung tanganku dengan ibu jarinya. Perlahan namun memberikan gesekan yang menghangatkan diantara udara yang mengigit malam ini. Ashton tersenyum, rambutnya yang sebahu melambai-lambai seiring dengan gerakan angin yang menghembuskannya.
"Aku tahu. Kau takkan bisa melupakan dia. Dan aku juga tak bisa memaksamu. Terimakasih sudah memegang tanganku. Ini kali pertamanya, dan aku merasakan cinta yang nyata, seolah kau berikan seluruh hatimu untukku"
"Ashton.."
Ia tertawa, sedikit terdengar menyiksa. Berbanding terbalik dengan keadaan hatinya. "Aku tahu, semua alasan itu" dan kini tangannya beralih pada rahangku, sedikit membuatku mengangkat kepala dengan mata saling beradu.
Ashton membasahi bibirnya, mulai mendekatkan wajah padaku. Aku bisa saja menolak, dan aku tahu bahwa Ashton akan menciumku sekarang. Tetapi, tubuhku malah membeku, merasakan hembusan nafasnya yang menyapu wajahku, perlahan, hingga benda lembab itu menempel pada bibirku. Mataku terpejam, airmataku jatuh. Entah untuk alasan apa aku menangis.
Kali pertamanya aku berciuman dengan pria selain Justin. Ini gila, tetapi aku membalas ciuman Ashton. Hanya beberapa kali, hingga ia menjauhkan diri. Saat menatap matanya untuk kedua kali setelah ciuman berakhir, dibawah sinaran lampu jalan, aku melihat butiran bening itu membasahi pipinya.
Lagi, hatiku seperti teriris. Menjadi bayang-bayang atas semua kejahatan yang kulakukan pada Ashton. Ia yang melindungiku, mengantarku serta menjemputku kerja, hingga bermain dengan Adele. Namun hatiku memang tak bersamanya, aku tak pernah menganggapnya ada. Ini salahku, tak seharusnya aku mengikat hubungan dimana aku sebenarnya masih setia bersama Justin.
"Aku minta maaf Ashton.."
Kuhapus airmatanya, Ashton mengangguk, menyingkirkan tanganku lembut. "Its ok, pulanglah Yn, lupakan semua. Istirahat, kau harus ke Ny kan?"
"Tap-"
"Ssssttt, pulanglah."
Menghela nafas, aku mengalah. "Baiklah, aku pulang. Kau juga pulang, oke?"
"Hm. Kau duluan. Aku masih harus menunggu Carla pulang kerja"
"Oh, ok." Aku bangkit, memberikan pelukan singkat sebelum berbalik meninggalkannya. Beberapa kali aku menoleh, Ashton tersenyum terpaksa dengan sebuah lambaian tangan. Yang semakin menyiksa batinku.