"Mom! Aku tak bisa dengan Ashton lagi!"
Mom yang masih tak percaya dengan semua penjelasanku menggelengkan kepala, mengangkat kedua tanganya secara dramatis.
"Ashton itu baik, daripada kau bersama Justin. Persetan dengan Ayahnya"
"Sayang.. sabarlah" Dad menengahi. Jujur saja, jika tak ada Dad mungkin aku dan Mom sudah baku hantam.
"Mom, pikir lagi, apa semua bisnismu bisa ia hancurkan? Sedangkan bisnismu saja tak ada hubungannya apapun dengan Jeremy itu!" Suaraku naik seoktaf. Mom yang tadinya masih cuek membenahi gaun-gaun pengantin rancangannya memutar tubuh, Dad dengan sabar menahan tubuhnya untuk mendekat padaku.
"Bisa. Karena orang kaya bisa melakukan apapun. Apa kau tega melakukan itu? Kau tega membuat kita jatuh miskin lagi demi cinta mu dan Justin?!"
"Mom!!"
"Sudahlah Tita, kita bicarakan ini nanti. Kita istirahat ya, kau pasti lelah" Dad benar-benar membawa Mom keluar dari kondisi ini sekarang. Tubuhnya yang meronta, masih tak sependapat denganku itu terus menggumamkan sesuatu yang semakin lambat menjauh dari pendengaran, tenggelam diantara dinding-dinding rumah pembatas.
Aku masih disini, kutarik rambut secara kasar. Pertengkaran ini menguras airmataku, lagi.
Kurogoh saku celanaku, menemukan benda pipih yang sedaritadi bergetar. Layarnya mencantumkan nama Justin.
"Hallo?"
"Hey, aku dikamarmu. Kemarilah"
"Oke, aku kesana"
Kumatikan secara sepihak. Ya, Justin memang sering menginap dikamarku tanpa ijin. Maksudku, mengendap secara diam-diam melalui celah jendela yang terhubung pada balkon rumah. Cukup terjangkau, dimana rumahku bebas akan bodyguard yang jelas berbeda jika keadaannya dibalik. Terlebih Justin pandai dalam hal panjat memanjat.
Kudorong pintunya terbuka dan menutupnya kembali. Justin dengan hodie dan topi baseball bersembunyi dibalik pintu. Ia tertawa lirih ketika menemukanku. "Aku dengar semuanya"
"Dengar apa?"
Justin mengekoriku duduk ditepian ranjang, sebelumnya kupastikan pintu kamarku terkunci.
"Semua pertengkaran dengan Mommu. Aku minta maaf"
"Untuk apa minta maaf, ini bukan salahmu"
"Aku yang memaksa" tangannya meraihku. Akhir-akhir ini Justin sering terbawa suasana. Sikapnya yang dingin dan acuh pada sekitar berubah ketika malam aku memergoki Ashton dan menangisinya dipelukan Justin, ia selalu menganggap bahwa aku melakukan ini semata-mata karena perintahnya, bukan hati tulusku.
"Tak seharusnya aku merenggangkan hubuganmu dan Mom" tambahnya.
Aku tertawa renyah, menatap dalam matanya seraya memastikan, rasa itu senyap. Rasa pada Ashton, Nathan, Niall, ataupun Bryan sudah hilang. Dialah satu-satunya. "Apapun kulakukan untukmu. Jangan pikirkan apapun. Oke? Sekarang tidurlah denganku"
"Kau yakin?" Alisnya bertaut.
"Maksudmu?"
"Hmm. Kau yakin membiarkan pria tidur didalam kamarmu?"
Kurebahkan tubuh, tak peduli dengan godaan Justin malam ini. Ia mengikuti, berada disisiku. "Aku tak takut, karena kau juga yang mengambilnya malam itu"
"Maafkan aku, aku berjanji akan tanggung jawab atas perbuatanku" dan sekarang ia memelukku. Hangat, nyaman.
..
