Aku melangkah, sendiri, Justin yang sudah keluar kamar sedari sepuluh menit yang lalu itu mengeluarkan aba-abanya agar kehadiranku dimunculkan. Saat menuruni tangga, aku melihat pria berbadan kekar dengan sedikit kerutan diwajahnya menatapku, ia yang tadinya ingin memasukkan makanan kedalam mulut seketika terhenti. Memperhatikanku secara seksama.
Dimeja super mewah itu, mungkin memuat sekitar lima belas orang, diantara Shawn dan seorang gadis disampingnya wajah yang sama saat aku bertemu dipesta dulu , juga Jaq dengan kekasihnya. Mereka tampak baik saja, meskipun Justin menceritakan bagaimana cerita cinta mereka. Jeremy memperhatikanku, seolah ada anggota tubuhku yang tertinggal diatas sana.
"Siapa kau?"
"Pacarku, Yn" Justin bangkit, mengakibatkan suara gesekan kursinya yang menggema ruangan sunyi ini. Tak satupun dari mereka melanjutkan makan, mereka memperhatikan, terlebih Justin kini berdiri disampingku.
Jeremy yang tadinya tak berkutik sama sekali kini tertawa terbahak, "apa-apaan ini? Apa ini sebuah lelucon?"
"Tidak paman, ini nyata. Aku muak dengan perjodohan ini.." Shawn yang tiba saja mengangkat suaranya. "Kau tahu, aku dan Camila sama sekali tak mengenal satu sama lain, aku mencintai yang lain. Bukan dia dan sebaliknyapun sama"
"Ya paman, bagaimana jadinya jika aku menikah dengan gadis ini?" Greyson kali ini, ia menunjuk Zeya yang sudah ada disana. Kali ini riasan diwajahnya begitu indah, tampak tak seperti biasanya. Zeya sepertiku, kaku dengan keadaan tenang saat ini. "Dia guruku, tapi aku mencintainya"
"Dad.. kau tak bisa lakukan ini pada kami. Biarkan kami memilih jodoh kami masing-masing"
Jeremy kembali tertawa, seperti melecehkan tepatnya. "Oh.. jadi semua ini drama kalian? Heh? Jadi kalian seolah memperkenalkan pasangan kalian padaku sebagai gadis berada tetapi nyatanya apa? Dia bagaikan sampah dimataku"
"Dad!" Kecam Justin, buku jari-jarinya memutih karena mengepal. Kugenggam tangannya erat, mengusap punggung tangannya dengan ibu jariku untuk menenangkannya.
"Apa?! Kau ingin melawanku?" Jeremy bangkit. Yang membuat kami, para gadis tersentak. Tetapi Justin tidak. Tepat disana, tatapan Jeremy membunuh Justin, tidak ada ketakutan sama sekali bagi Justin untuk membalas tatapan maut itu. "Kukeluarkan kau dari daftar waris. Brengsek!"
"Silahkan. Aku tak peduli, kau memang berubah Dad. Hatimu sudah beku karena harta. Harta yang membuat dirimu lupa, kau lupa bagaimana kau meninggalkanku saat aku masih membutuhkanmu, saat aku ingin kasih sayang darimu. Saat semua temanku berlomba mengambil foto dengan ayah mereka dengan ekspresi bahagianya. Tetapi apa? Aku tak pernah mendapatkan itu semua. Kupikir kau meninggalkanku karena mencari nafkah, tetapi setelah aku dewasa, kau kembali, dengan semua harta yang sama sekali tak kubutuhkan. Aku memaafkanmu, mencoba memulai yang baru, dan kau merusaknya. Aku sadar kini, kau memang tak pernah menganggapku sebagai anakmu. Kau-"
Suara Justin terputus, sebuah tamparan kuat mengenai pipinya hingga Justin tersungkur. Aku meringkuk dengan airmata mengaliri untuk membantunya bangkit. "Brengsek! Keluar kau dari sini bajingan!" Tunjuk Jeremy pada pintu keluar yang terbuka lebar.
Justin mengangguk angkuh, berdiri untuk menarik diriku keluar. "Jangan pernah mencariku, karena aku takkan kembali"
Kulihat dibelakangku Shawn, Greyson dan Jaquline beserta pasangan mereka mengikuti kami. Jeremy benar-benar ditinggalkan seorang diri. Aku sendiri masih bertanya dimana Mom Pattie berada.
"Justin! Justin!" Cegah Shawn, lengannya mencegah Justin, sama-sama kekar.
"What?!"
"Calm down dude! Bukan ini rencana kita, kau sendiri yang merencanakannya kan?"