day - 32

658 36 7
                                    

Justin membawaku pada sebuah taman, dimana matahari mulai tenggelam. Orang-orang yang tadinya berlalu lalang semakin tak terlihat hingga sepi mengisakan aku dan dirinya. Ia masih membeku diatas kap mobil bersamaku, menikmati bagaimana matahari mulai tenggelam seraya menghabiskan ice cream pemberiannya.

"Jelaskan padaku, apa saat ini aku masih memiliki salah denganmu?"

Aku mengernyit bingung, "maksudmu?"

"Aku takut kau tiba-tiba akan menghilang lagi, meninggalkan dengan berjuta kenangan dan tanpa pesan. Oh ya tuhan, demi apapun kau begitu tega" mendengar cetusannya, aku mengatup bibirku rapat-rapat. Setelah video itu tersebar membuat diriku seakan dijatuhkan, kini Justin bertindak bahwa dialah yang teraniaya disini. "Aku tahu kau marah. Tetapi apa tidak bisa memberiku waktu untuk menjelaskan? Setidaknya tidak menghilang begitu saja. Kau tahu, masih banyak yang diperjuangkan ketimbang hanya video lamaku dengan Selena"

"Video lama? Maksudmu? Bukannya-"

"Jika kau berfikir aku naena dengan Selena setelah bersamamu, kau salah besar. Aku melakukannya saat aku masih menjadi kekasih Selena, sudah lama sekali. Sebelum itu terjadi, Aaron, menjebakku.. ia mengatakan bahwa ia akan lakukan apapun untuk merusak hubunganku denganmu. Dan membuat hidupku benar-benar hancur.

Aku semakin membidik tak mengerti, mengapa harus Seperti itu? "Bukankah kalian berteman-well,-maksudku, bagaimana bisa?"

"Aku tak tahu apakah aku sudah pernah menceritakanmu atau tidak, yang jelas, ini menyangkut ayah Aaron dipenjara karena korupsi dikantor Jeremy"

Aku mengangguk pelan. Lagi-lagi tak bisa berbuat banyak selain mendengarkan dan memakan Ice creamku lagi. "Lupakan Yn, aku hanya ingin.." lensa karamel miliknya menatapku, begitu tajam dan mengintimidasi,"pulanglah bersamaku.."

Aku memejamkan mata, membiarkan udara dingin Atlanta menyengat permukaan kulit yang tak terlindung jaket,teman setiaku. Dalam hati terdalam, aku sangat ingin kembali pada NY, bertemu Nathan dan lainnya.oh Nathan, i miss you. namun entah mengapa aku merasa Ny bukanlah tempat nyamanku untuk bersama Justin. Selain keluarganya yang harus kuhadapi, hampir semua gadis di Graha's pun begitu menggoda untuk Justin berpaling. Alasan terbesarku adalah melupakannya.

Tiba saja setan dalam batin muncul, Aku mengutuk diri, memutuskan untuk kembali bersamanya. Bahkan petang ini. tak sadar ice cream yang kugenggam meluncur bebas dari tangan ke atas tanah. Mataku memerah, memanas meminta permintaannya yang takkan pernah kukabulkan.

"Tidak, aku tidak bisa"

"Kenapa?"

"Karena aku tak bisa. Mengerti?!" Nadaku meninggi, meninggalkan kesedihan mengulas airmata yang menjatuhi pipi. Aku bangkit, mengusap kasar seraya menatap Justin yang menengadah. "Aku takkan pernah kembali, apapun alasannya. Aku senang di Atlanta. Tanpa aturan, tanpa mereka yang selalu menganggu.. dan Gadis-gadis.." tak melanjutkan, aku berjalan meninggalkannya, membiarkan Justin yang menyaksikan punggungku mulai menjauh darinya.

..

Sudah dua hari setelah kebersamaanku dan Justin terlewat. Ucapan yang selalu merusak pikiranku hingga aku tak berkonsentasi dengan pekerjaanku. Celotehan Beth udah ketiga kalinya memerkakan telingaku. Tidak hanya itu, karena kecerobohanku, Bryan jadi korbannya. Tangannya tak sengaja terkena air panas yang kujatuhkan saat ia tengah membuat cofee.

"Pulanglah bersamaku.."

Kata-kata itu terus berputar putar pada otakku. Justin pun tak mengirimiku pesan setelah aku meninggalkannya ditaman dua hari lalu, tak datang ke Cafée atau sekedar menunggu-ku di Halte. semua itu seolah sirna, apakah ia marah?

THE FEELING (YN-YOUR NAME)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang