day-eleven

902 52 1
                                    

Jeremy memulai meeting-nya sesaat aku tersampai dan duduk bersebelahan dengan dirinya-sebagai ahli waris utama.

"Baiklah, penurunan hasil produksi tahun ini dikarena perusaha milik Mr.Mendes tak berpihak pada kita melainkan pada perusahaan Mr.Gomez. itu karena apa.."

Jeremy-tua bangka, menjelaskan panjang lebar. Jujur aku muak mendengarkan suaranya yang serak bahkan lebih menyerupai suara valak-setan pada film the conjuring ataupun seperti kuntilanak yang kehabisan nafasnya setelah melahirkan si tuyul. Brengsek, pikiranku kacau dalam hati mengumpat jika saja perusahaan ini hancur karena-ku. Hubungaku kandas karena Jeremy yang memutuskan. Tentu saja Ayahnya-Gomez kini menyaingi dan membuat perusahaan semakin diambang tanduk. Aku yang dijodohkan pada Clara menjadi alasan agar Mr.Smith-Clara's Dad membantu perekonomian perusahaan Dad.

".. jadi Justin? Bagaimana solusi-mu?" Dan kini Tua bangka itu memberiku kesempatan. aku yang kembali sadar dari mimpi buruk yang nyata menyadari berpasang mata mengarah padaku.

"Menurutku? Mudah saja, kau hanya perlu menjual perusahaan ini, membagikan padaku , Jazmyn, dan Jaxon serta pegawai disini untuk meliburkan diri. Lihat-lah mereka? Ck" aku berdecak sekejap. "Mereka terlihat seperti monster-monster difilm fiksi--"

"Cukup!" Ucapnya geram. aku meringis bangga dan berharap Dad akan tumbang dan mengakhiri Meeting-nya karena jantungnya kumat. Tangannya memegangi Dada-nya yang terasa nyeri. Jari telunjuknya menunjukku tajam "bocah tengik! Keluar kau! Tak patut kau-" dan benar saja, hitungan ketiga dalam hatiku dan Dad ambruk. Yang lain berteriak dan membantu namun aku justru melepaskan jas Formalku dan keluar Ruangan. Hatiku berkutik meminta berhenti seolah aku tak peduli dengan penyakitnya, namun Jeremy memang tak memiliki perasaan sedikitpun. Bahkan sempat menyetuk sendiri agar perusahaannya benar-benar tumbang dan Dad takkan melarang untuk urusan asmara-ku. Aku sangat melarang itu.

Menggebrak meja Satpam. Kedua satpam itu shock.

"Kunci.." aku menunggu. Kulihat tangannya gemetar menyerahkan benda itu padaku. Seseorang berteriak dari belakang dari suaranya saja sudah tak asing , Benny.

"Terimakasih Benny namun aku tidak berminat lagi. Aku akan pergi. Bye!" Aku bergegas keluar gedung neraka itu. Membuka dua kancing atas-ku untuk sekedar membantu melepaskan kepenatan yang kurasakan hari ini.

Masalah selesai, kini hanya Aaron yang harus kupikirkan.

..

Menatap diri dipantulan cermin. Rok mini diatas lututku begitu kontras dengan t-shirt biru muda yang kukenakan, mengkucir rambut ekor kuda dan bersiap pergi. Paksaan Mr.Horan dan Hailey serta Zeya membuatku tak bisa mengelak. Sebelum itu aku mengetik pesan pada Justin untuk tidak keapartemen dengan alasan aku tak ada untuk urusan sekolah, berharap dalam hati Justin takkan berada di Jay's Club malam ini. Alasan-nya kuat ,Justin tak menyukai aku disana. Kedua, Niall bersamaku. Ketiga, aku memang tidak menyukai Club,pesta, ataupun bir berbeda dengan Justin yang tiga ratus enam puluh derajat berbanding terbalik denganku.

From : The baddas
Mau kemana?

Iris mataku yang menyadari Justin secepat kilat membalas pesan itu merasakan sesuatu menikam jantungku, seolah kata-katanya terhisap begitu cepat hingga kerongkonganku begitu tercekat dengan tatapan imidasinya yang begitu kuat hingga terasa meskipun melalui sebuah pesan.

Tanganku bergegas mengetik sesuatu atau Justin akan mengemudikan mobilnya untuk menghalangiku.

To : The baddas
Aku harus mengurusi berkas sekolah. Mungkin melembur dan tak tahu sampai jam berapa, kau jaga dirimu, ok?

Buru-buru aku menekan tombol send hingga pesannya terkirim. Seperkian detik kemudian ponselku kembali berkedut menandakan Justin membalasnya.

From : The baddas.
Ya

THE FEELING (YN-YOUR NAME)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang