day-fourteen

806 53 1
                                    

Dari sudut mataku, melihat tatapan tajam Justin yang mengarah pada Niall membuatku khawatir. Sebelum sesuatu hal buruk terjadi, aku memilih untuk mengakhiri-nya.

"Kupikir, aku harus pergi kekantor untuk membicarakan soal ujian tengah semester kelas duabelas dengan Mr.Styles sekarang. Aku pergi dulu, ok!" Aku bangkit. Justin yang menatap Niall berbalik padaku sedetik lalu kembali dengan kelompoknya, Cody juga Austin yang tak memperhatikan teman satu kelompoknya itu.

"Kenapa buru-buru? Waktu istirahat masih tersisa setengah jam lagi Yn, ayolah.." Zeya memohon, anggukan Hailey penuh harap. Aku melirik keduanya dan bergegas berpamitan sebelum aku benar-benar membahayakan Niall.

Belum melangkah keluar dari meja makan siangku, Niall menghentikan aksi dengan memegangi Lenganku.

Aku mematung, semakin berpacu yang berasal dari jantung mengkhawatirkan dirinya lebih. 'Lepaskan aku Horan, aku mohon lepaskan.'

Tatapan ganas bak singa dipancarkan Justin, aku bisa merasakan meskipun posisiku memunggunginya. Tatapan mematikan itu seolah menempul tulang rusuk belakangku hingga kebagian Jantung dan kini berhadapan langsung denganku. Damn.

"Aku harus pergi, maafkan aku" menyingkirkan tangan Horan, aku bergegas pergi. Sempat melewati meja Justin dan pria itu sibuk dengan ponselnya, seolah acuh dengan kehadiranku. Akting yang bagus!

Melewati beberapa kelas, aku memantau bagian kelas sepuluh dan tak sengaja mendapati Greyson disudut lapangan basket. Dia beserta teman-temannya yang belum jelas kukenal itu tengah berbincang begitu asik. Luka akibat pukulan Justin sudah tak terlihat lagi, aku tersenyum melihat wajahnya yang ceria siang ini.

"..oh soal Justin? Itu sih emang gue pengin dia kena skor. Ya sekali-kali lah cowok brengsek macem tuh anak kena dampaknya sendiri"

Ucapan yang terlintas membuat langkahku terhenti, mataku melihat kearah Grey. Menyipitkan mata dan tak percaya bahwa Greyson benar-benar mengucapkan hal itu. "Jadi, loe sengaja nyari masalah sama tuh anak biar dia kena hukuman gitu? Sampai wajah loe betem-betem gitu?" Salah temannya menyaut. Grey mengangguk, mataku membuka secara sempurna. Aku tak percaya ini.

"Ya, gue emang dari kecil udah benci kuadrat sama tuh bocah berandalan. Nah pas hari itu Justin lagi main basket tuh dilapangan, eh main lempar bola ke gue, mana suruh gue mungut tuh bola. Gue gak mau terus gue teriakin aja dia tuh jones , lu tahu kan Justin kagak punya pacar? Dari kecil dia ngayal punya pacar mulu yang cantik bak model victoria secret tapi apa? Beuhh Clara aja mau gara-gara dijodohin."

Aku menggelengkan kepala keras, benar-benar keterlaluan.

"Untung aja ibu gue baik, jadi si Justin cuman dikasih hukuman bersihin wc bukannya diskor. Gue sih maunya dia kena skor atau gak sekalian aja DO dari sekolah ini" lanjut Grey tanpa berdosa.

Aku geram karena sekarang Grey dan teman-temannya menertawakan ucapan Anak kepala Sekolah itu yang sama sekali tak ada jenakanya. Maksud hati ingin segera pergi dari sana, kakiku malah tersandung sesuatu membuat diriku goyang sembilan puluh derajat kearah depan, untungnya seseorang langsung menahanku. Aku kembali stabil karena pertolongan tangannya yang cepat.

"Kau tak apa?" Suaranya asing, aku berburu mendongak untuk menangkap wajahnya.

Tak kukenal.

Mata kecoklatan yang memancarkan warna kehijauan saat terpampang dibawah sinar matahari itu, mengawasiku was-was. Aku mengerjapkan mata dan mencoba terfokus pada dunia nyata. "Ya, aku tak apa. Terimakasih" senyumanku dibalas olehnya. Rambut spike yang nyentik dengan kemeja polos dan celana hitam menggambarkan ia selayaknya seorang guru disekolah ini. Namun raut wajahnya yang masih belia dan asing itu tak meyakinkanku. "Aku Nathan Sykes, guru Bahasa Inggris baru disini" tangannya terulur, seketika juga aku mengingat ucapan Zeya soal Guru baru di Graha's yang begitu tampan menurutnya. Well, memang tampan. Terlebih tatapan serta lensa matanya yang sebanding dengan milik Justin membuatku sedikit terkecoh.

Membalas tangannya, "aku YFN-Your Full Name, panggil saja Yn. Aku guru Bahasa Perancis disini"

"Oh, i see , Je suis Nathan." Ia kembali memperkenalkan diri lagi, aku terkekeh.

"nice to meet you Mr.Sykes"

"Me too, Ma'am" senyumannya kembali terpancar, kali ini lebih terlihat dan begitu.. well,Zeya benar. Nathan memang tampan.

..

Justin pov

"Just, loe gak makan?"

"Kagak, gue mual. Kayaknya gue hamil deh, mana pacar gue masukinnya kenceng dan alhasil gue belum dapet sampai sekarang" aku berceloteh pada Austin yang membuat tatapan pria itu terlihat menjengkelkan untukku. Sebelum berlanjut, aku segera bangkit dari Café sekolah karena pandangan indah yang berada diseberang meja-ku pun sudah menghilang entah kemana dari beberapa menit yang lalu.

Aku menyapa Hailey kembali, sadar bahwa bersikap dingin padanya takkan membuat Hailey akan mengurungkan niat untuk memberiku sebuah motor atau lebih. Aku tahu pasti perasaannya, terlebih dari tatapan yang seolah dirinya meminta lebih dari sekedar menjadi sahabat untukku.

Hailey tersenyum, aku mengajaknya untuk kembali kedalam kelas berdua. Sudah lama aku tak merasakan berjalan bersamanya, meskipun tatapan Clara mampu kutembus dari sudut pandang yang jaraknya beberapa meter dariku.

"K-kau mengajakku?"

"Ya, ayolahh.. aku tak ingin kekelas seorang diri, kau tahu itu kan?"

"Ya, ya, pasti." Menengguk gelasnya cepat, Hailey menyusulku yang berdiri disampingnya. Kedua kerabatnya, Zeya dan Niall tampak mengacuhkanku. Kedua sosok inilah yang selalu menganggapku tak ada.

Melewati lapangan basket, aku merasakan kakiku seketika membeku setelah mendapati Yn tengah tertawa dengan seorang pria asing. Wajahnya yang kelewat cabul dengan lirikan matanya pada kedua bongkahan dada Yn membuat tangan ini mengepal hingga buku jari-jari-ku memutih.

"Just! Kenapa?!" Aku tersentak. Hailey disampingku sadar telah diacuhkan sedaritadi, aku memutar akal untuk tetap menjaga hubungan ini serta membuat pria asing itu menyingkir dari Yn. "Kau kenal siapa dia?" Daguku menunjuk diseberang sisi lapangan, memperlihatkan Yn dengan kerabat barunya.

"Astagaa.. aku tak percaya ini. Zeya pasti akan broken heart kalau tahu Nathan bersama Yn!"

"Nathan?"

"Ya, dia guru baru disini. Menggantikan Zayn, well, dia tampan. Dan kupikir mereka cocok" Hailey semakin membuatku geram. Mengertakkan gigi seraya berdecak keras. "Halah! Apanya yang cocok, kau lihat saja senyum cabulnya itu. Astagaa.."

"Kenapa memangnya? Ahh.. jangan-jangan kau..." tangannya menunjukku, seketika itu jantungku berhenti, menatapnya mencoba menelusuri apa yang tengah ia pikirkan dengan tatapan penuh kemisteriusan diantara poninya yang merata-tampak familiar,Selena?

"Apa memangnya!" Tantangku lantang.

"Ahaaa...!!! Justin! Justin! Justin.." ia berteriak seolah mengingingkan semua orang yang berada disekitar kami mengetahui apa yang tengah ia pikirkan, aku gesit mengejarnya yang berlari dariku. Ia terus mengumandangkan namaku secara keras dilapangan basket, dimana aku mengejarnya untuk menghentikan aksinya yang mungkin berhubungan dengan Yn?

Kuyakin beratus bahkan puluhan ribu-tidak sampai sebanyak itu, menatap kami yang berkejaran seperti anak kecil. Hailey tertawa meraih kemenangannya sedangkan aku masih was-was. Yn yang berada diseberang sana bersama Nath-pun ikut menatapku sebagai tontonan gratis siang ini.

"Hailey!! Cukup!! Brengsek kau!" dalam hitungan detik aku menangkapnya, lenganku mengunci tubuhnya yang mematung dengan wajah berhadapan. Nafas kami sama-sama berburu, dan aku merasakan bagaimana detak jantungnya berpacu.

Terhenti, matanya mengunciku untuk terus menatap mata penuh harap itu, seolah aku mengerti perasaannya kali ini. Perasaan sedih-senang-berharap secara bersamaan. Kurasakan tangannya yang kini menyentuh punggungku. Rasanya aneh, aku bisa saja mendorongnya saat ini. Namun mata coklat muda itu mulai berkaca-kaca, ada semacam emosi dalam jiwanya yang menginginkan aku ada disana. Aku sadar, aku telah banyak menyakiti gadis selama ini. Termasuk dirinya. Aku benar-benar menyesal,Hails.

THE FEELING (YN-YOUR NAME)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang