Gumpal.

100 2 0
                                    

Malam hanya menyelimutkan rasa. Sementara, macam nikmat dunia.

Sunyi ini bingar. Matiku perlahan. Tak tahan, aku bisik pada embun. Bertanya semula tentang silamku dan silammu. "Kau kah yang datang semalam, menghakis santun menjadi pantun, gilang gemilang bersulam kasih, waktu sayang aku tatang itu hampir berkurang? Maafkan aku. Semalam aku hilang, ditelan ribut perasaan sendiri, dihurung empati lalu luluh di rempuh badai, patah tujuh, terkapai-kapai, lalu rindu jadi hantu: tak bertuan membelenggu aku, dengan waktu."

"Kau adalah nama dalam setiap doaku yang tuhan enggan kabulkan.."

Serentak aku terdengar anjing-anjing liar diluar ikut sama ketawa. Mungkin sebenarnya  kami sama : Hari-hari gonggong nasib, namun refleksi bayangan juga yang ditamakkan.

Pagi, dan ritualnya.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang