Situasi negara ini sudah berubah lebih kacau, begitulah yang aku dengar dari Albert.
Ia bercerita bahwa satu minggu sebelumnya, negara ini masih damai. Tapi di malam hari tujuh hari yang lalu, tiba-tiba saja serangan terjadi.
Sekumpulan makhluk tak dikenal menyerang. Mereka menyerang rumah penduduk, merusak parah lima basis Aruna di negara ini, berkembang biak dalam kecepatan yang sangat cepat, membunuh manusia, dan bagian buruknya, tidak bisa dihentikan.
"Dalang di balik semua penyerangan itu adalah Yusriza Ganendra."
"Yusriza ... Ganendra?" Sesuatu di dadaku nyeri mendengar nama itu, seperti ada yang menusuk-nusuk jantungku dari dalam. Amarah menggelegak di bawah perutku.
"Lo inget dia?"
"Dua Belas Pilar terkuat," jawabku.
"Hanya itu?"
"Emang seharusnya gue inget lebih dari itu?"
Albert terdiam selama beberapa saat. "Dia orang yang udah ngirim kita berdua ke Taraksa. Gue udah cerita ke lo kan? Ada insiden. Kita ditugasin ke sana buat jadi tenaga penjaga tambahan. Tapi lo sama gue ditugasin di shift dan lokasi yang beda."
Albert menerangkan dengan lancar tanpa sedikit pun tersendat, menandakan penjelasannya ini benar adanya. "Terakhir kali kita ketemu, lo mau bilang sesuatu, tapi waktu itu kondisinya beda dan gue masih belum bisa percaya sama lo."
Mencoba untuk menyingkirkan hal yang tak kami berdua tahu, aku memikirkan satu nama lain yang mengganggu pikiranku, nama yang kuyakin Albert bisa menjawabnya.
"Albert, Klaus itu siapa?"
Terdiam selama jeda waktu yang sangat lama. "Lo ingat nama itu?"
"Cuma namanya aja. Kenapa lo nyari dia?" tanyaku mengungkapkan rasa penasaran yang mengganjal ini. "Lo kenal dia?"
Sekali lagi diam untuk waktu yang sangat lama.
"Gue lumayan kenal dia. Ini cerita dari masa lalu ... masa lalu yang udah lama banget jadi sebenarnya gue nggak mau ceritain banyak soal itu," terangnya. "Tapi singkatnya aja ... Dia udah nolong saudari gue, Eka." Saudari? "Dan permintaan kakak gue sebelum beliau meninggal adalah temukan Klaus."
"Gue turut berduka."
"Nggak masalah. Udah gue bilang, itu masa lalu," sahut Albert. "Terus? Lo mau gue ceritain lagi soal apa yang Yusriza lakukan?"
"Ya."
***
Pada malam serangan pertama terjadi, Yusriza mengumumkan lewat berbagai media dalam skala nasional bahwa makhluk tak dikenal itu adalah agatya, makhluk yang diperintah Komite Keamanan Khusus untuk membunuh seluruh Aruna di negara ini.
"Mereka nggak seharusnya punya nama." Aku berkomentar.
"Ya, emang."
Setelah lepasnya agatya, lima basis Aruna di negara ini dicederai sampai ke tahap parah hanya dalam waktu beberapa jam. Tindakan keras dan drastis ini tentu saja memicu banyak pergolakan.
Awalnya pergolakan terjadi dalam skala nasional. Perlawanan pertama datang dari kaum Aruna yang menuduh manusia menyalahi perjanjian gencatan senjata. Tidak sedikit pula kaum manusia yang ikut memprotes cara ini sebagai radikal dan menuduhnya sebagai cara Yusriza memicu perang Merah kedua.
Namun Yusriza tidak memedulikan protes ini. Dia tidak memedulikan nyawa manusia yang terus berjatuhan setiap jamnya jika itu artinya dapat membunuh sepuluh Aruna setiap detik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood and Destiny
Vampire[ARUNA SERIES #3] [Young Adult Fiction! Rated for Detailed Violence!] Aruna kini diburu untuk dimusnahkan. Mereka menjadi mangsa bagi predator baru yang lebih ganas dan tidak memiliki akal maupun hati nurani yang diciptakan oleh Yusriza Ganen...