[Unedited Chapter]
-
Basis Manusia, Kota Serang, 1987
Pandanganku naik ke angkasa, menyaksikan awan berarak di langit yang membiru cerah oleh sinar mentari yang tidak terhalangi kelabu. Angin musim panas yang kering bertiup, menerbangkan beberapa helai rambutku sampai menutupi wajah.
"Boleh aku tahu...." Arka kembali bersuara. "Kenapa kamu tidak mengganti namamu?"
Jari jemariku menyelipkan helaian rambut yang keluar. "Kenapa kamu berpikir aku punya alasan untuk tidak mengganti nama?"
"Karena kamu tidak seperti kami," jawab Arka. "Kamu tidak punya nama yang mengikat. Tapi kamu justru tidak pernah mengganti nama sekali pun. Bukan hal aneh jika makhluk berumur ribuan tahun seperti kita sesekali punya alasan kan?"
Satu detak jantung melonjak dalam dadaku. Dalam dan kuat, sampai rasanya sesak. "Alasan....?"
Kilasan-kilasan pertarungan ribuan tahun lalu masuk ke dalam kepalaku. Puluhan, ratusan, hingga ribuan tahun berlalu di dalam kepalaku dalam kecepatan yang luar biasa sampai membuat kepalaku bertambah berat.
Kenapa aku tidak pernah melawan Tuan Klaus selagi bisa?
Kenapa aku membunuh Edric kendati setuju dengannya?
Kenapa aku memberi diriku waktu?
Ah, benar juga. Saat ini aku pun sedang mencari sebuah alasan, satu alasan yang mungkin dapat menjawab semua pertanyaan itu.
Kedua mataku terpejam. "Seseorang pernah mengatakan padaku...." Kenangan-kenangan yang tidak ingin kuingat kembali diputar kembali di dalam kepalaku. "Kalau nama yang aku sandang saat ini adalah pemberian ibuku. Tapi aku rasa ... alasanku sama sekali bukanlah itu."
Permata yang cantik, kata mereka.
Sungguh arti yang munafik.
"Nama ini selalu diucapkan dengan penuh kebencian tatkala orang-orang mengingatku," kenangku. "Nama ini juga diberikan oleh orang yang membesarkanku sebagai penebusan dosa. Aku menjaga nama ini untuk agar aku tidak pernah lupa pada fakta bahwa aku adalah kesalahan dia."
"Jadi itu alasanmu memperlakukan dirimu sebagai monster selama ratusan tahun?" Nada bicara Arka yang berubah dingin membuatku membuka mata kembali. "Karena kamu merasa dirimu adalah kesalahan?"
"Aku tidak merasa pandangan itu salah," balasku. "Aku sama dengan makhluk yang sudah membuat kalian—
"Kamu tidak sama dengannya," potong Arka. "Berhentilah memperlakukan dirimu sendiri seperti monster!"
Tekanan aneh yang mengganggu tiba-tiba datang menimpa paru-paruku, menjadikannya sesak dan sulit mengambil napas.
Tekanan di dadaku kembali. Kali ini semakin kuat dan semakin kencang.
"Lagi-lagi kamu memasang wajah itu."
Aku mengerjap bingung dan menjadi lebih bingung mendapati Arka mengerutkan keningnya dalam-dalam kepadaku. "Memangnya ... seperti apa wajahku sekarang?"
Alih-alih menjawab, Arka malah beringsut mendekat.
"Ratna...." tegurnya dengan suara yang jauh lebih serius dari sebelumnya. "Boleh aku tanya satu hal?"
Ada sesuatu yang tidak beres, tapi rasa penasaranku mengalahkan apa pun prasangka yang ada dalam kepalaku sekarang ini. "Apa?"
"Saat kita pertama kali bertemu...." Tanpa meminta izin, tangan Arka menyentuh wajahku, menyelipkan satu helai rambutku ke belakang telinga. "Apa yang kamu pikirkan saat memberiku nama Arka?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood and Destiny
Vampire[ARUNA SERIES #3] [Young Adult Fiction! Rated for Detailed Violence!] Aruna kini diburu untuk dimusnahkan. Mereka menjadi mangsa bagi predator baru yang lebih ganas dan tidak memiliki akal maupun hati nurani yang diciptakan oleh Yusriza Ganen...