24. Zen: Ledakan dan Kekacauan

750 119 20
                                    

Sudah lebih dari dua jam mereka bertiga tidak keluar. Artinya kami harus bergerak sendiri.

Sejujurnya aku juga tidak menyangka kejadiannya akan seperti ini. Tidak pernah terlintas di benakku akan ada begitu banyak orang menyambut kami di dermaga dan sampai terpisah dari tiga laki-laki itu. Mereka menjadi pengalih perhatian selagi kami melarikan diri.

Aku tahu mereka cukup tangguh, tapi pastinya ada sesuatu yang menahan mereka dari keluar. Sekarang ini berjalan ke arah yang tidak mengenakkan. Tidak hanya kami masih harus menolong Darius, tapi juga harus menyelamatkan tiga orang pemuda ini.

Namun aku tidak punya hak untuk mengeluh. Seperti pengalaman berkata, selalu akan ada saat-saat semua rencanamu tidak berjalan mulus. Bahkan tidak ada rencana yang berjalan benar-benar mulus di dunia ini. Jika ada, pastilah itu jebakan langsung.

"Lapas Karang batu, blok CDF, sel nomor 341," Aldiva membaca pesan yang ditinggalkan seseorang berinisial C di sebuah dahan pohon. Ini pohon acak sebenarnya, tapi ada satu tanda mencolok dari pohon di dekat lapas karang batu ini.

Sebuah lilitan kawat yang mengelilingi dahan sebanyak tiga kali dengan dua puluh daun menempel di sekeliling kawat. Di antara dedaunan inilah, pesan itu ditempelkan.

Rupanya ini arti pesan "Pohon 3-20" yang dikirimkannya waktu itu.

Dari isi pesan yang ditujukan untuk A dan berisi satu identitas sel tertentu. Yang membuatku yakin pesan ini untuk kami—terutama untuk Aldiva—adalah pesan yang mengikuti setelahnya:

Jangan menungguku. Jaga diri. Bawa D keluar.

Tidak heran Aldiva berkaca-kaca membacanya. Charlie membahayakan diri dengan langsung menjadi mata-mata di dalam sana, tepat di kesempatan pertamanya mendapat pekerjaan menjadi pengawas penjara di sana.

"Kita harus cepat bergerak." Evan berkata dengan nada penuh simpati, sesuatu yang tidak aku kira akan keluar dari mulut orang sepertinya. "Semakin cepat kita bergerak, kemungkinan semakin banyak nyawa yang bisa kita selamatkan."

Kata-kata itu membawa semangat baru ke kelompok kami. Rini berusaha membesarkan hati Aldiva dan mengajaknya bangkit berdiri. Lapas Karang batu yang dimaksud oleh Aldiva adalah lapas yang berada paling dekat dengan tempat persembunyian kami sekarang ini.

Di dekat lapas, empat menara pengawas berisi tiga sipir mengawasi, lalu bagian luar lapas dijaga oleh senam orang yang terus berganti-ganti setiap dua jam sekali.

Bagaimana penjagaan di dalam sana?

"Kamu menyadarinya?" Rini bersuara di sebelahku. Ia sudah siap menarik satu anak panah lagi.

"Orang-orang yang berkeliling itu maksud Anda?" Evan menyahut tidak jauh dari kami. "Jumlah mereka memang meningkat dengan tidak wajar selama dua jam ini kan?"

Kami berdua bertukar pandang, sama-sama sepakat sedang terjadi sesuatu di dalam sana. Aku melirik Aldiva. Anak itu sudah berhasil mengendalikan diri dan ikut menyiapkan senapan dan mulai membidik. Evan sudah siap dengan senjatanya.

"Tembak mereka semua secepat mungkin," perintahku. "Tapi jangan mengenai bagian vital."

"Aku akan urus yang di mercusuar." Evan mengajukan diri.

"Tiga menit," tawarku. "Lebih dari itu, aku akan menyusul ke dalam dan membuka pintu."

"Sepakat."

Tanganku terangkat di udara, memberi isyarat kepada kedua perempuan itu untuk bersiaga. Lalu dalam satu gerakan tangan, suara lecutan anak panah dan tembakan senapan terdengar.

Blood and DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang