28. Diri yang Lemah

1.1K 177 74
                                    

Holy crap! Pertama dengan Ratna, lalu sekarang dengan dia!

Untuk kedua kalinya aku mengalami awkward moment!

Nara, dengan wajah tanpa emosi, memandangku dari atas ke bawah. Bibirnya terkatup rapat, kelihatan tidak akan berkomentar.

Baiklah, itu pertanda bagus. Artinya ini tergantung padaku. Mengingat perpisahan kami yang tidak terlalu mengenakkan sebelumnya, tidak ada salahnya bagiku untuk memulai lebih dulu.

Niat awalku untuk memulai percakapan hanya sekadar berdeham dan bertanya apa yang dia lakukan di sini, tapi melihat dia sempat memerhatikanku dari ujung kepala sampai ujung kaki, tanpa sadar, aku pun menirunya, mendapati seluruh kancing kemejanya terlepas.

Mendadak saja aku mendelik tak percaya padanya.

"Dasar porno."

Seketika wajah Nara berubah bete berat. "Kamu yang muncul tiba-tiba dan tidak memerhatikan sekeliling, kenapa aku yang dikatai porno?"

"Terus gue harus bilang apa cowok yang kancingnya kebuka semua di tepi sungai? Putri duyung?"

Entah kenapa, suaraku saat menjawabnya jadi tak kalah sewot, padahal kata-kata Nara ada benarnya. Akulah yang muncul tanpa memerhatikan sekeliling. Akulah yang payah, tak sepatutnya Nara yang kena cela lebih dulu. Tapi aku juga tidak mungkin menarik kata-kata lagi. Gengsi dong.

Nara sedikit menjauh dan memalingkan badannya, membelakangiku. Sekilas terlihat seperti seorang anak kecil yang merajuk. "Biasanya perempuan tidak akan protes melihatnya." Samar-samar aku mendengar gumaman itu darinya.

"Cewek mana yang lo maksud?" Tanpa memikirkan rajukannya lebih jauh, aku merendam syal milik Saka ke dalam sungai, membiarkan noda darah dan debunya rontok sedikit demi sedikit. "Yang pastinya cewek itu selain gue kan? Soalnya gue malah protes tuh."

Alih-alih ada jawaban, suasana justru menjadi sunyi.

"Kamu masih marah."

Aku bersungut-sungut tanpa malu, tidak merasa terkejut pada perubahan topik ini. "Terus?" tantangku tanpa takut. Sebisa mungkin aku tidak melampiaskan residu kemarahan kepada syal Saka yang tidak bersalah. "Lo ngarep gue nggak marah? Setelah liat lo pegang-pegang dan cium cewek lain sampe segitunya depan mata, gue nggak harus marah?" Oke, kenapa aku malah jadi sewot setengah mati?

"Kamu merasa memilikiku?"

Mendengar nada menantang yang sengak dari nada bicaranya, tanganku berhenti di bawah permukaan air, tidak mau syal ini sampai rusak. "Kalau ya, emang kenapa?" Sekarang nada bicaraku berubah mirip nenek sihir dalam buku dongeng yang super jutek.

"Kamu tahu itu bagian dari rencana," Ia membela diri. "Kamu lihat akhirnya."

Itu satu kenyataan mudah. Seharusnya aku tinggal menuruti kenyataan itu. Semua selesai tanpa ada yang benar-benar tewas. Tidak ada yang dirugikan selain perasaan cengeng ini. Nara tidak benar-benar jatuh ke dalam tipuan Elis. Dia hanya mengikuti permainan. Seharusnya itu sudah cukup, tapi dasar sikap egois perempuan terkutuk yang mendadak muncul ini, aku tidak pernah cukup dengan kenyataan kalau semuanya sudah selesai!

Semuanya belum selesai! Hatiku yang subjektif dan sinting berteriak demikian. Dia sudah bermain dengan perempuan lain dan itu tidak berubah!

"Gue Budak lo, dan lo Majikan gue," kilahku akhirnya. "Lo mati, gue juga mati. Dan tindakan lo itu berbahaya!"

Ini gila. Dia gila karena sudah bermain dengan api. Aku juga gila karena sudah menyelamatkannya dari api dengan tangan kosong. Aku tadinya waras sampai ketularan dia dan sekarang ikutan sama gilanya seperti dia!

Blood and DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang