8. Pernyataan Perang

1K 170 42
                                    

Kami bergegas pergi dari kamar saat suara rintihan agatya yang familiar terdengar mendekat. Suara mereka boleh terdengar jauh, tapi kecepatan mereka saat datang bisa mengejutkanku sewaktu-waktu. Di luar kamar, kak Yuda sudah menunggu dengan pistol di kedua tangan.

Kami segera berlari di antara puing-puing, menghindari suara rintihan agatya yang semakin kencang di belakang. Hawa keberadaan manusia yang kami rasakan saat memasuki rumah. Kelihatannya orang-orang itu sudah pergi. Mereka pasti mendengar suara rintihan itu juga dan memilih meninggalkan tempat ini hidup-hidup.

Kami menjadi satu-satunya manusia di jalan. Bangunan-bangunan tua dan baru berbaur di kota ini dan mungkin juga kota-kota lain. Tidak bisa dibedakan mana wilayah bekas kota dan mana wilayah terbengkalai. Sekarang kota pun menjadi tak ada bedanya dengan wilayah terbengkalai yang angker di dalam basis manusia.

"Jika kita akan berkumpul untuk melawan Yusriza...." Aku angkat suara kembali saat kami sudah berlari di antara jalan yang sepi dari kehidupan.

"Apa yang dilakukan pihak Aruna?" Pertanyaan ini membuat kak Radit dan Albert tertegun. "Apa yang dilakukan majikan gue?"

Mengingat Albert meninggikannya tadi, kurasa tidak mungkin Aruna majikanku itu tidak berbuat apapun.

Kak Radit menggaruk-garuk tengkuk. "Aruna ... mereka melawan sebisa mungkin, sementara untuk majikanmu ... kondisinya sekarang tidak begitu baik."

Kerutan yang dalam terbentuk di keningku. "Maksud lo?"

"Gilang berbagi prinsip yang sama dengan kami. Tidak banyak aruna yang memihak dirinya dalam hal itu. Terlebih kondisinya sejak dimulainya konflik ini ... tidak terlalu bagus." Menyadari kebingunganku, kak Radit menambahkan. "Dia tidak ubahnya binatang buas yang sedang buruk harinya."

Oke, aku mengerti garis besarnya. Kondisi majikanku tidak begitu baik karena dia tidak memihak manusia maupun aruna. Dia seperti Albert dan rekan-rekannya yang lain. Tapi ada satu lagi yang membuat kondisinya memburuk.

"Ada apa sama majikan gue?" Aku diliputi rasa penasaran tak berujung.

"Awalnya aku tidak tahu. Semua orang bilang wajar reaksinya jadi frontal di saat begini. Itu sudah sifatnya dulu jadi tidak banyak juga yang terkejut, tapi karena sudah lebih dari lima tahun mengenalnya, aku bisa melihat ada yang sedikit salah. Maksudku ... dia agak berlebihan," kak Radit mengangkat kedua bahunya. "Lalu penjelasan Albert membuatku mengerti."

Kami bertukar pandang. "Dia mengamuk dan memaksakan dirinya sendiri ... sejak semua ini dimulai yang ... jika aku tidak salah perhitungkan, adalah saat yang sama dengan saat kamu mati."

Hah?

"Kamu tidak perlu sekaget itu." Albert menyela. "Jika budaknya mati, Aruna majikan akan tahu. Dan untuk kasusmu, kematianmu itu berpengaruh pada Gilang ... sangat berpengaruh."

"Secara fisik atau ... non fisik?"

"Secara fisik dia cuma akan merasakan kamu mati, tapi non fisik ... jika yang kamu maksud itu emosi ... yah, itu berpengaruh besar."

Tidak secara fisik tapi secara emosi? Itu aneh. "Kenapa kedengarannya kayak ... gue sama majikan gue ini punya hubungan tertentu?"

Di hadapan pertanyaan itu, kedua pemuda yang berjalan di sisiku tidak memberi jawaban sama sekali. Tidak ada kata yang keluar dari mulut mereka. Keduanya bungkam seribu bahasa.

Oke, sebenarnya majikanku ini Aruna macam apa? Aruna macam apa yang mengamuk hanya karena merasakan kematian satu budaknya?

Mulutku baru akan bersuara ketika sesuatu terasa datang mendekat dalam kecepatan tinggi. Aku buru-buru mengerem, menggigit gagang pedang, dan mencengkam punggung baju dua lelaki yang berjalan bersamaku.

Blood and DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang