Kota Jakarta, saat ini
Segera kusingkirkan pikiran itu dan tertuju ke berbagai agenda yang ditinggalkan rapat strategi tadi untuk kuurus. Puluhan foto terpampang di atas meja, puluhan kertas berserakan dengan urutan yang tidak kuizinkan siapapun untuk menyentuhnya, dan serangkaian strategi yang sudah aku tulis dengan tinta merah berkeliaran liar di atas meja yang sudah tidak lagi bersih.
Dua bilah pedang, tiga pucuk pistol, dan puluhan amunisi tersampir di tepian meja, menunggu untuk digunakan. Perak yang terkandung di dalamnya membuatku gelisah, tapi sedikit rasa lemah dan kegelisahan jauh lebih baik dibandingkan mati saat ini juga.
Dengan hati-hati, aku menghubungkan benang merah setiap kejadian.
Pertama, seluruh konflik ini. Kedua, penyerangan terhadap aruna secara besar-besaran. Ketiga orang-orang yang seperti kembali dari kematian.
Apa selanjutnya yang akan Yusriza lakukan dan sejauh apa?
Setelah mengumpulkan bukti dari Ratna, aku tahu Komite menggunakan agatya untuk mencari Edric. Dia menciptakan seluruh agatya ini bukan dari darah siapapun kecuali Edric. Entah bagaimana caranya, ia bisa menjauhkan para agatya itu dari markasnya sendiri, mencegah senjatanya berbalik menyerang. Lalu seluruh manusia dan kelumpuhan di negara ini adalah harga yang ia bayar. Kurasa manusia-manusia di bunker pun tidak akan peduli pada keadaan di luar selagi mereka semua aman. Kalau begitu masalah kami hanya pada manusia yang terjebak dan kami sendiri.
Andaikan semuanya semudah itu.
Kabar baik yang aku terima soal Citra masih belum terbukti, jadi itu masih belum pasti. Misteri soal di mana Yusriza bisa dicari tahu bersamaan dengan strategi yang berjalan saat ini. Dukungan dari Ratna sudah aku dapatkan, kalau begitu kemungkinan besar Darius juga akan berpihak ke sini. Itu bisa menjadi tenaga tambahan bagi kami.
Tapi soal orang-orang yang kembali dari kematian, mereka bisa menjadi halangan utama.
Terutama Klaus.
Suara di rapat benar-benar terpecah untuk masalah ini. Masih ada yang memihak Klaus dan mulai ragu untuk mengikutiku. Ada yang mendukungku, tapi aku lebih dari tahu bahwa memercayai mereka lebih dari sekadar rekanan benar-benar tidak bijak.
Dilihat dari mana pun juga, kau yang lebih pantas ada di kursi ini, Klaus. Pikiran pengecutku, pikiran pesimis yang selalu muncul ketika aku sendiri, akhirnya berbicara lagi. Tapi kenapa kau baru muncul sekarang? Ke mana saja kau selama ini? Putrimu bungkam dan sekarang dia tidak terlihat terkejut sama sekali pada perubahan kondisimu.
Aku benar-benar tidak mengerti kalian berdua.
Yang hilang tidak akan bisa kembali. Tanpa dinasihati pun aku sudah tahu itu. Apa yang sudah hilang, tidak akan pernah bisa kembali lagi, tidak peduli apapun yang kita lakukan.
Kalau begitu kebangkitan Klaus seharusnya jadi hal yang mustahil.
Kenyataannya, semua itu terjadi di depan mataku. Persis di depan mataku.
Orang yang dianggap sudah mati muncul kembali ... andai saja Eka juga....
Apa yang baru saja aku pikirkan? Klaus adalah aruna, selalu ada kemungkinan bagi dirinya. Eka bukan. Dia hanya budak. Dan aku merasakan betul saat detak jantungnya berhenti.
Tanpa sadar, tanganku mencengkam kemejaku, tepat di cincin yang menggantung di leherku. Dia tidak akan kembali. Sekarang semuanya tergantung kepadaku.
"Dia ada di lorong D2." Mikrofon kancing di leher kemejaku berbunyi. Suara Fei terdengar dari dalamnya.
Kudekatkan mikrofon itu ke telinga. "Pengangkutan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood and Destiny
Vampire[ARUNA SERIES #3] [Young Adult Fiction! Rated for Detailed Violence!] Aruna kini diburu untuk dimusnahkan. Mereka menjadi mangsa bagi predator baru yang lebih ganas dan tidak memiliki akal maupun hati nurani yang diciptakan oleh Yusriza Ganen...