49. Ratna: Long Forgotten Burdens

724 115 35
                                    

"Kau berubah, Ratna."

Langit yang gelap menunjukkan taringnya. Pilar-pilar cahaya menyambar turun ke bumi, seiring dengan sebilah pedang yang sekarang teracung ke depan wajahku. Sosok pemuda di hadapanku, pemuda yang kini memegang nyawaku menjelma menjadi iblis-iblis menakutkan dalam kisah-kisah pengantar tidur.

"Padahal ... jika kau tidak berubah...." Pemuda itu berkata lagi dengan nada lembut yang, jika tidak kuketahui lebih baik, akan kukira mengandung kesedihan yang tulus. "kita tidak akan seperti ini."

Rintihan ratusan ribu monster yang bergema, kehancuran yang bahkan masih dapat dilihat mataku sekalipun telah terpejam, lautan darah yang menggenangi bumi, desa-desa yang telah menjadi sunyi, berbukit-bukit mayat yang menggunung di seluruh medan pertempuran, mencambukiku dalam diam, mencoba menghalangi rasa sayang dan empati macam apa pun mencemari keputusan yang telah kubuat.

"Kenapa tiba-tiba kau berubah, Ratna?" Sayangnya, suara berbalut kesedihan itu terdengar mustahil palsu. "Kita selalu bersama. Lalu kenapa tiba-tiba ... kau berpaling?"

Aku mendongak. Sepasang mata biru yang dulu selalu memandangku riang itu kini berubah sendu dengan banyak goresan luka. Memandangnya langsung adalah sesuatu, tapi memalingkan muka dari semua luka itu dirimu adalah sesuatu yang benar-benar lain, terutama karena mengetahui dengan benar kalau penyebabnya tidak lain adalah dirimu sendiri.

"Kaulah yang berpaling, Edric," jawabku dengan keraguan yang kian menebal.

Sambaran yang tiba-tiba mencabik punggung pemuda itu membuatnya berbalik, teralihkan sesaat dariku. Pedang di tangannya berpindah haluan dengan cepat, gantian menebas sosok yang berani menyerang dari belakang secara diam-diam.

Bunyi dua logam yang bertarung bergema samar-samar di antara banyak suara pertarungan yang berlangsung. Aku bangkit berdiri dengan pedang masih berada dalam genggaman tangan. Dengan nanar, aku memandang Tuan Klaus dan Edric tengah beradu kekuatan.

"Kau masih saja tukang ikut campur yang tolol, Klaus." Tanpa ampun, Edric terus menekan Klaus yang hanya bisa menangkis dan menahan sabetan pedangnya. "Jangan ganggu kami, Parasit Rendahan!"

"Berkacalah dulu, Monster!"

Satu tombak menembus bahu Edric. Pemuda itu berputar ke arah datangnya tombak. Tuan Klaus memanfaatkan kesempatan itu untuk mengakhiri semuanya, tapi Edric berhasil menahan ayunan pedang itu dan menendang beliau jauh-jauh. Tidak berhenti sampai di sana, Edric lantas mencabut tombak yang menghunjam pundaknya. Lalu dalam satu gerakan cepat, ia mengembalikan senjata itu ke tempatnya dilepaskan. Tepat ke arah Lydia yang membelalak terkejut.

Bunyi denting besi beradu dan hancurnya kayu terdengar ketika tombak itu musnah berkeping-keping di bawah sambaran ayunan cepat Albert yang muncul tepat waktu untuk melindungi Lydia. Detik berikutnya, Edric yang kehabisan sabar sudah melawan Albert.

"Lawanmu tidak hanya satu!" Lydia mendukung adiknya dan menyerang Edric.

Edric berhasil menghindari serangan Lydia, menendang Albert ke arah kerumunan monster yang semakin liar. Dengan sigap, ia memutari perempuan itu dan menyerangnya dari belakang. Lydia dengan gesit menahan serangan itu.

"Sebenarnya apa tujuanmu? Apa belum puas darah orang tua, seluruh warga desa kami, Manusia, dan Kaum Tuan Klaus tumpah di kakimu?!" Lydia menghardik penuh emosi. Suaranya beradu sengit dengan derasnya hujan yang mengguyur tanah dan petir yang tiada henti menggelegar. "Apa yang akan kau dapat dengan semua tindakan brutal ini?"

Tidak sedikit pun tampak empati di wajah Edric. "Serangga berisik."

Pemuda itu menekan Lydia dengan ekspresi tenang, berbanding terbalik dengan Lydia yang sampai gemetaran seluruh tubuhnya.

Blood and DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang