perjanjian cinta part 46

4.9K 209 12
                                    

Sore menjelang... 

"Mah, Arfa mau main sepedaan dulu yah?" suara bocah tampan yang bernama Arfa ini berjalan keluar dari area rumahnya dengan menuntun sepeda roda dua kesayangannya. 

Tidak ada sahutan dari sang mamah. Bocah kecil itu hanya tersenyum menatap pintu rumahnya. 

"Mamah pasti ladi didalam. Hihi mudahan aja mamah gak nyaiin Arfa. 
Arfa pamit mahh..." ujarnya lagi diiringi senyum kecil. 

Arfa keluar dari area rumahnya. Sore yang sejuk ini dirinya memang ingin bersepeda mengelilingi kompleks perumahan dimana keluarga kecilnya baru saja berpindah rumah diarea tersebut. 

"Lalala Arfa senang sekai.. Besepe..da." Arfa bersenandung riang seraya mengayuh santai sepeda roda dua yang dinaikinya. 

Bocah kecil itu berputar-putar mengelilingi kompleks tempat tinggalnya. Ia tidak pergi terlalu jauh. Hanya mengelilingi area didepan rumahnya saja. Tak heran jika El merasa tertarik saat melihat bocah tersebut melintas didepan rumahnya seraya bersepeda. 

"Pelasaan El punya sepeda yang kayak kakak itu. Iya! El punya. Dulu ayah pelnah beliin El!" pekiknya tiba-tiba. Ia langsung beranjak dari tempatnya dan berlari saat mengingat kalau dirinya juga memiliki sepeda roda dua yang serupa dengan Arfa. 

"Loh, loh den? 
Den El mau kemana toh?" bi Min terpelongo heran saat mendapati bocah tampan yang diasuhnya keluar rumah seraya menuntun sepeda. 

"El mau belsepeda bi. El gak akan jauh-jauh ko, cuma mainnya didepan lumah aja. Dadi bibi gapelu khawatil.." El berujar tanpa menoleh dan menghentikan langkahnya. 

Bi Min hanya terpelongo melihat sikap anak yang diasuhnya itu. 

"Itu kan sepedanya terlalu besar. 
Lagian den El mana bisa toh naik sepeda roda dua kayak gitu? Sepeda den El ada yang lebih kecil, dan itu ada roda bantunya. Gak seperti iki to.." Bi Min tampak berfikir bingung sendiri dengan apa yang dilihatnya. 

"Walah.. Yo wiss lah. Sing penting den El seneng. Gak sedih lagi. Bibi yakin den El bisa sedikit menghibur diri dengan main sepeda." fikirnya lagi. Bibirnya sekilas tersenyum saat mengingat wajah ceria El yang dilihatnya tadi. 

Bi Min pun kembali masuk dan meneruskan pekerjaannya yang belum selesai semua. Sementara El sudah berlalu keluar dari rumah dengan membawa sepeda roda dua yang dituntunnya. 

** 
"Pergi, jangan. Pergi, jangan. Pergi, ja...?" 

"Asssh yaudah pergi aja deh. Gue bukan mila yang selalu egois dan bisanya cuma marah-marah doang. Jadi mau gak mau, gue hari ini harus ke Bandung juga. Biar dia tau kalo gue gak seegois yang dia kira. 
Yang lebih egois tuh mila, bukan gue!" kevin beranjak dari kursi kerjanya. Setelah berfikir cukup lama. Akhirnya ayah satu anak itu pun memutuskan untuk menemui jagoan kecilnya yang sudah lama ia abaikan. 

"Lo lihat mil, siapa yang sebenernya egois dan nyebelin! Elo atau gue. Harusnya lo bisa berfikir seratus kali lagi untuk bilang gue egois. Gue tuh gak egois, tapi justru ELO yang egois!." kevin tersenyum kecut penuh keyakinan akan apa yang dilakukannya ini. Wajah mila muncul dibenaknya, muncul dengan segala amarah dan rasa benci jika sudah mengingat sosok perempuan cantik yang masih berstatus istrinya itu. 

Kevin keluar dari ruangan kerjanya. Meski keadaan sudah sore. Tapi ia memang masih saja asik berkutat dengan pekerjaannya. Jika menyangkut soal pekerjaan dikantor, kevin memang sering kali lupa waktu. Maka tak heran jika jagoan kecil satu-satunya bisa terabaikan akan sikapnya ini. 

Sementara itu... 

Berbeda dengan kevin. Mila perempuan cantik ini justru tengah termenung menatap gundukan tanah yang kini sudah ditumbuhi rerumputan kecil. Dua buah batu nisan berdampingan dipandangnya pilu. Terlihat ukiran nama kedua orang tuanya lengkap dengan hari lahir dan wafatnya mereka. Mila mengelus batu nisan berwarna hitam tersebut. Ada rasa sesak saat mengingat sosok kedua orang tuanya yang kini tidak dapat dijumpainya lagi karna telah tiada. 

Perjanjian Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang