.....
Datang dari belakang, Wu Suowei terlihat sangat berbeda. Dia menggunakan sebuah suit dan dasi, sepatuh mengkilap, tidak lupa sebuah kacamata hitam miliknya. Chi Cheng tidak berhenti menatapnya. Dia berjalan mendekat seraya tersenyum.
"Ayo pergi!"
Didalam mobil, Chi Cheng hanya terdiam. Wu Suowei tetap pada buku miliknya, yang dia tempatkan diatas paha dan sibuk membaca.
"Aku menemukan jika membaca buku dari Hendrik Williem van Loon seperti membaca sebuah teka-teki."
Chi Cheng hanya duduk tanpa berniat untuk mendengar. Xiao Chu Bao lah yang terlihat serius mendengarkan. Matanya terus manatap lembar demi lembar halaman yang dibuka oleh Wu Suowei, diikuti gerakan ekornya, tapi tidak lama kemudian dia jatuh tertidur.
"Kemana kita akan pergi?" setelah beberapa lama, Chi Cheng akhirnya membuka suara.
"Teahouse." serunya dan menutup buku miliknya.
Mereka pergi ke sebuah TaeHouse dan mencari tempat yang tenang. Wu Suowei kemudian membuka buku itu lagi, berpura-pura membacanya. Dia kemudian membuka kacamatanya, seolah-olah dia terlihat sangat tertarik dengan buku itu.
"Sejarah sudah sangat dramatik, jadi kenapa masih ada orang jaman sekarang yang membaca sebuah novel?" dia menatap Chi Cheng dengan mata penuh minat.
Tapi Chi Cheng terlihat tidak peduli.
Wu Suowei melanjutkan aktingnya dengan sebuah senyuman, "Apa kau pikir agama dapat memonopoli kebenaran?"
Chi Cheng melihat keluar, tangannya mengetuk-ngetuk meja tidak sabaran, persis seperti seekor harimau ganas.
Wu Suowei tidak punya pilihan selain menjawabnya sendiri, "Aku pikir, semua tindakan kejahatan yang dilakukan manusia datang dari tangisan manusia itu sendiri. Mereka mengkopi apa yang mereka dapatkan, seperti yang dikatakan Nietzsche 'susahnya moralitas dalam kawanan manusia'."
Chi Cheng mengambil daun teh dan mengunyahnya, setelah itu dia menelannya kasar.
"Apa yang kau pikirkan?" tanya Wu Suowei.
Setelah tidak berbicara sejak tadi, Chi Cheng akhirnya membuka mulutnya, "Ketika kau membicarakan tentang ini, kita harusnya juga berbicara tentang anatomi dari anus."
"....."
.....
Setelahh minum teh, Wu Suowei mengundang Chi Cheng ke sebuah orkestra. Tempat dimana orang-orang berpendidikan menghabiskan waktu menikmati alunan musik yang indah. Ini pertama kalinya Wu Suowei datang ke tempat seperti ini. Atmospir di dalam gedung membuatnya merasa sangat nyaman, sangat nyaman hingga membuatnya tertidur kurang dari 10 menit.
Chi Cheng menatap Wu Suowei yang duduk tepat disampingya. Dan melihat kepalanya terantuk-antuk persis anak kecil. Dahinya berkilau di tengah kegelapan. Dia tidak bisa untuk tidak tersenyum.
Ketika dia sedang berpikir, tangan Wu Suowei mengapit lengannya, diikuti kepala yang jatuh bersandar di bahunya. Karena Wu Suowei akhirnya menemukan tempat yang nyaman, dia tertidur semakin lelap. Air hangat dari hidungnya jatuh menempa leher Chi Cheng.
Sementara itu, orkestra mencapai klimaksnya. Suara yang sangat merdu membuat penonton terkesima. Lain halnya dengan Chi Cheng, pendengarannya hanya dipenuhi nafas hangat Wu Suowei.
Sudah sangat lama sekali dia tidak tidur disamping seseorang. Perasaanya campur aduk mendengar deruan nafas Wu Suowei.
Kepala Wu SUowei jatuh dari bahu Chi Cheng. Dengan tangan besarnya, Chi Cheng membawa kepala itu tidur di atas pahanya. Dengan sengaja mengacak rambut Wu Suowei pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Complete] Jatuh Cinta Pada Musuh Indonesian Vers Chap 1-105
RomanceJudul: Counterattack Bahasa version Cast: Feng Jianyu as Wu Suo Wei (uke) Wang Qing as Chi Cheng (seme) Chen Qiushi as Jiang Xiaoshuai (uke) Cai Zhao as Guo Chengyu (seme) Zang Jiexi as Yue Yue Summary : Wu Suowei yang tidak ingin diputuskan pacarn...