DI BAWAH pemerintahan Cu Goan Ciang yang berhasil mengusir kaum penjajah Mongol didirikanlah kerajaan Tiongkok baru yang diberi nama Kerajaan Beng. Sebagai raja Cu Goan Ciang lebih dikenal dengan sebutan Kaisar Thaycu.
Ibukota kerajaan yang dulu terletak di Peking (Ibukota Utara) dipindahkan ke Nanking (Ibukota Selatan). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah segala kemungkinan serangan tak terduga dari bangsa Mongol.
Di samping itu sejumlah balatentara besar ditempatkan di Peking dan sebagai panglima tertinggi di Peking merangkap wakil langsung Kaisar di Nanking, oleh Kaisar Thaycu diangkatlah putera kandungnya yang bernama Cu Yung Lo.
Sebelum meninggal dunia Kaisar Thaycu yang bertahta di istana Nanking mengangkat Hui Ti sebagai penggantinya. Hui Ti adalah cucu yang amat disayangi Kaisar, merupakan putera dari anak sulungnya, jadi adalah keponakan langsung Pangeran Yung Lo.
Pengangkatan Hui Ti sebagai Kaisar baru inilah yang kemudian menjadi pangkal silang sengketa dan malapetaka dalam Kerajaan Beng. Sebagai anak kandung atau putera Kaisar Thaycu, Pangeran Yung Lo merasa lebih berhak untuk menjadi Kaisar dibanding dengan Hui Ti yang hanya seorang cucu. Hal ini kemudian berubah menjadi pertentangan dan perpecahan dan pada puncaknya mengakibatkan perang saudara yang hebat.
Pangeran Yung Lo dengan sejumlah balatentara besar menyerbu Nanking. Peperangan tak dapat dihindar dan peperangan ini bertambah dahsyat karena tidak saja melibatkan balatentara kedua belah pihak tetapi juga melibatkan banyak tokoh-tokoh dunia kangouw (persilatan)
Pihak Selatan dengan mati-matian berusaha mempertahankan diri dari serbuan yang hebat itu. Namun segala upaya sia-sia belaka. Balatentara Pangeran Yung Lo laksana air bah. Selatan kalah, Nanking jatuh dan Kaisar Hui Ti tertawan hidup-hidup. Dia dijebloskan ke dalam penjara, masih untung tidak dijatuhi hukuman gantung atau pancung.
Meskipun kemudian perang sudah lama berakhir, tetapi keamanan negeri tidak keseluruhannya dapat ditanggulangi. Di mana-mana sisa-sisa pasukan yang masih setia pada Kaisar Hui Ti mengadakan kekacauan, menimbulkan kerusuhan-kerusuhan, perampokan dan pembunuhan. Pospos tentara yang tak begitu kuat dan terutama yang terletak di tempat terpencil menjadi korban penyerbuan.
Dalam suasana Kerajaan Beng seperti saat itulah terjalinnya kisah silat ini.
***SUATU HARI, sebulan setelah Kaisar Hui Ti ditumbangkan, serombongan pasukan Kerajaan di bawah pimpinan seorang perwira muda berkepandaian tinggi tampak bergerak meninggalkan Nanking. Mereka tengah mengawal sebuah kereta berisi emas milik bekas Kaisar Hui Ti untuk di bawa ke Peking atas perintah Kaisar Yung Lo.
Dua hari berlalu. Rombongan telah jauh meninggalkan Nanking namun Peking yang menjadi tujuan masih amat jauh di sebelah Utara.
Karena matahari tidak bersinar terlalu terik dan angin sejuk bertiup sepanjang perjalanan, kusir kereta memegang tali les sambil bernyanyi kecil. Di sebelahnya duduk seorang, pengawal berusia agak lanjut tetapi memiliki ilmu silat bukan sembarangan, bahkan kepandaiannya setingkat lebih tinggi dari perwira muda yang menjadi pimpinan rombongan itu. Pengawal tua ini bernama Thian Gay dan dikenal dengan julukan Thian Gay Si Tangan Baja.
Di sebelah depan kereta yang membawa emas dan juga di sebelah belakang terdapat masing-masing enam orang pengawal hingga keseluruhan rombongan berjumlah 15 orang. Karena mereka membawa emas yang tak ternilai harganya maka keberangkatan rombongan ini sangat dirahasiakan.
Sampai hari ke tiga perjalanan berjalan lancar tanpa suatu halangan. Akan tetapi pada hari ke empat, sewaktu rombongan mengambil jalan memotong terdekat memasuki sebuah hutan di kaki bukit terjadilah hal yang mengejutkan. Jalan di hadapan perwira muda pemimpin rombongan tiba-tiba saja runtuh amblas! Ternyata di situ telah digali sebuah lobang besar yang diganjal dengan ranting-ranting kecil dan kemudian ditutup kembali baik-baik dengan tanah serta dedaunan.
Tak ampun lagi kuda yang ditunggangi sang perwira, termasuk enam pengawal di belakangnya terperosok dan terjebak masuk ke dalam lobang yang dalamnya hampir lima kaki. Jika enam pengawal berseru kaget kalang kabut maka perwira muda tadi masih dapat menguasai diri. Dengan sikap tenang tapi gesit dan mengandalkan gingkangnya (ilmu meringankan tubuh) yang lihay dia melesat dari punggung kuda. Sebelum kedua kakinya menginjak tanah, tiba-tiba telinganya menangkap suara berdesing. Menyusul kemudian terdengar jerit kematian yang mengerikan!
Enam pengawal yang barusan berhamburan masuk lobang bersama beberapa ekor kuda tunggangan mereka, menggapai-gapai mencoba keluar dari lobang tersebut. Ada yang patah tulang bahu, tulang kaki atau tangan. Dalam keadaan seperti itu, belum mampu mereka keluar dari lobang, selusin golok terbang menderu, menancap di dada, ada yang di leher atau perut, bahkan ada yang menancap di kening, membuat ke enam pengawal itu roboh, mengerang sebentar lalu mati!
Kuda-kuda yang meringkik hingar bingar juga ikut menjadi korban golok-golok terbang yang ganas itu.
Akan keadaan kereta pembawa emas, bila saja kusir tidak cepat menahan tali kekang, pastilah kereta itu akan ikut menghambur terperosok masuk ke dalam lobang. Orang tua di samping kusir kelihatan kerenyitkan kulit kening. Lalu dia keluarkan seruan keras.
"Semua siap sedia! Ada tangan-tangan jahat yang menjebak kita di tempat ini!" Selesai berteriak tangan kanannya lalu dihantamkan ke atas, ke arah sebatang pohon besar.
"Bangsat yang berani berlaku kurang ajar tunjukkan tampang-tampang kalian!"
Serangkum angin menderu keluar dari tangan Thian Gay Si Tangan Baja dan krak! Batang pohon di sebelah atas patah. Cabang dan ranting-ranting serta dedaunan melayang gugur. Detik itu pula terdengar suara tertawa bekakakan yang menggetarkan seantero hutan dan membuat bergemetarnya mereka yang mendengar.
Lima sosok tubuh berkelebat dari atas pohon yang tumbang dan serentak dengan itu enam batang golok terbang bersiuran ke arah Thian Gay!
Karena tidak menduga akan mendapat serangan mendadak begitu rupa sedangkan dia baru saja melepas pukulan, Thian Gay menjadi cukup kaget. Dua golok terbang dihantamnya dengan tangan kanan. Begitu tangan kanannya beradu dengan golok-golok olah dua golok tadi melabrak baja dan patah. Tak percuma dia mendapat julukan Si Tangan Baja.
Dengan menjatuhkan diri ke samping dua buah golok lainnya berhasil dielakkan. Golok kelima dapat ditangkis dengan tendangan tepat pada gagang golok. Namun serangan golok ke enam agak terlambat dikelitnya. Bret! Bagian tajam golok merobek bahu pakaiannya, melukai daging tubuh di bagian itu. Paras Thian Gay berubah. Jika dia masih dapat dihantam oleh senjata lawan yang keenam sudah dapat dipastikannya bahwa penyerang bukan manusia tingkat rendahan.
Mengingat tanggung jawabnya dalam pengawalan kereta Thian Gay tak mau berlaku ayal. Dia melirik pada perwira muda di sampingnya yang saat itu sudah cabut pedang dan tengah menghadapi lima manusia yang baru saja melayang turun dari atas pohon. Kelimanya berjubah hitam. Empat berambut gondrong awut-awutan Sedang yang kelima berkepala botak berkilat. Tampang mereka buas seperti singa lapar, penuh berewok dan menyeramkan. Pandangan mata mereka membersitkan kegarangan, haus darah dan maut!
Lelaki gondrong yang tegak paling ujung sebelah kanan keluarkan suara tertawa. Tubuhnya tinggi kurus. Seputar pinggang jubahnya melilit belasan golok terbang. Bila dia bergerak senjata-senjata itu bergesekan dan mengeluarkan suara gemerisik menggidikkan. Manusia ini dikenal dengan panggilan Gui-kun Kui-to alias Gui Kun Si Golok Iblis. Dialah tadi yang telah melemparkan golok-golok terbang merenggut nyawa enam pengawal dan juga menyerang Thian Gay.
Di sebelah Gui-kun Kui-to berdiri kambratnya yang memiliki rambut merah gondrong paling panjang menyela sampai ke punggung. Rambut ini bukan sembarang rambut karena bisa dipergunakan sebagai senjata maut! Rambutnya inilah yang membuat dia mendapat julukan Iblis Rambut Merah atau Ang-mo It-kui.
Orang yang ketiga berdiri sambil rangkapkan tangan di depan dada. Kepalanya botak licin dan berkilat. Tubuhnya pendek gemuk. Dia terkenal dengan panggilan Tiat-thou-kui atau Iblis Kepala Besi. Kalau kawannya tadi mengandalkan rambut sebagai senjata maka yang satu ini mengandalkan kepalanya sebagai senjata maut. Boleh dikatakan sebagian besar musuhnya menemui kematian di tanduk atau disodok dengan kepalanya yang botak keras laksana bola besi itu!
Manusia berjubah hitam yang keempat tegak dengan sikap angker, lebih seram dari yang lain-lainnya. Tubuhnya paling tinggi dan paling besar. Dialah yang dikenal dengan gelaran Nan-king Kuiong atau Raja Iblis dari Nanking. Dan dialah yang menjadi pimpinan dari semua manusia-manusia seram itu.
Orang terakhir berdiri di ujung kiri. Dia bertubuh katai. Sepuluh kuku tangannya panjang-panjang dan berwarna hitam. Inilah Tui-hun Hui-mo alias Iblis Pengejar Maut!
Thian Gay Si Tangan Baja memandang dengan mata terpentang lebar pada kelima manusia berjubah itu. Dia berusaha menekan debaran jantungnya.
"Nan-king Ngo-kui ... " desisnya membisiki perwira muda yang tegak di sebelahnya.
Mendengar bisikan itu berubahlan paras si perwira yang bernama Cu Liong. Sedang enam pengawal lainnya begitu mendengar siapa manusia-manusia yang ada di depan mereka jadi bergetar lutut masing-masing dan paras mereka laksana kain kafan.
Siapa yang tidak kenal dengan Nan-king Ngo-kui atau Lima Iblis dari Nanking. Lima datuk iblis golongan hitam yang berkepandaian tinggi. Pada masa perang saudara dulu mereka dikenal sebagai pembantu utama Kaisar Hui Ti. Begitu perang berakhir dan Hui Ti ditawan, kelimanya melenyapkan diri. Tahu-tahu kini muncul dalam keadaan begitu rupa. Melihat cara mereka muncul dengan menyebar maut, jelas kelimanya mempunyai maksud jahat dan keji.
Diam-diam Thian Gay mengeluh. Meskipun perwira Cu Liong berkepandaian tidak rendah akan tetapi menghadapi lima manusia iblis itu sama saja dengan usaha hendak lolos dari lubang jarum. Jago tua Thian Gay sudah mencium maut kematiannya sendiri!
***
KALAU tadi perwira muda Cu Liong hendak naik pitam melihat kematian enam anak buahnya, kini setelah mengetahui siapa adanya lawan yang dihadapi mau tak mau dia harus menekan amarah dan tidak boleh bertindak gegabah. Cu Liong membuka mulut.
"Sungguh tidak disangka hari ini kami akan bertemu dengan Nan-king Ngo-Kui yang terkenal. Mengingat perang telah lama usai dan pihak Pemerintah juga tidak pernah mengutik-utik diri ngo-wi locianpwe sekalian meskipun dulu diketahui ngo-wi membantu pemberontak Hui Ti, maka adalah menjadi tanda tanya bagi kami mengapa hari ini begitu muncul ngo-wi langsung menjatuhkan tangan maut pada anak-anak buahku yang tidak berdosa?"
Gui-kun Kui-to, orang ke lima dalam urutan lima manusia iblis itu batuk-batuk beberapa kali lalu menyahuti.
"Perwira anjing peliharaan Yung Lo! Kau dengarlah baik-baik. Perang memang sudah lama selesai tetapi akibatnya masih tetap akan terasa, malah mungkin lebih hebat dari peperangan itu sendiri!
Kau menyebut Kaisar Hui Ti sebagai pemberontak. Kotor dan lancang sekali mulutmu. Kaisar Thaycu sendiri yang mengangkatnya untuk menduduki tahta kerajaan Beng. Dan si Yung Lo yang temahak busuk itulah yang telah melakukan pengkhianatan, memberontak! Sekarang kalian sebagai kaki tangan Yung Lo keparat itu boleh merasa menang. Tapi ingat, akan datang harinya kalian akan menerima pembalasan!"
Merah paras perwira Cu Liong yang dimaki anjing.
"Memandang nama besar ngo-wi sekalian aku masih mau memberi maaf atas kata-kata yang bersifat menghina diriku. Tapi penghinaan kurang ajar terhadap Kaisar Yung Lo benar-benar tak bisa diberi ampun!"
"Oh begitu?" ujar Gui-kun Kui-to.
Si botak Tiat-thou-kui menimpali. "Kalau tak bisa diberi ampun, lalu apakah kau akan menangkap kami berlima?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Serial Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Bastian Tito
General FictionWiro Sableng atau Pendekar 212, adalah nama tokoh fiksi dalam seri buku yang ditulis oleh Bastian Tito. Wiro terlahir dengan nama Wira Saksana yang sejak bayi telah digembleng oleh gurunya yang terkenal di dunia persilatan dengan nama Sinto Gendeng...