SATU
Dalam rimba belantara di kaki Gunung Labatu Hitam yang biasanya diselimuti kesunyian sekali ini terdengar suara aneh berkepanjangan. Seperti ada seseorang yang tengah mengucapkan atau merapal jampi-jampi tak berkeputusan.
"Kau mendengar suara itu wahai tiga saudaraku?" bertanya sosok tinggi besar berewokan yang dua kakinya terbungkus batu besar berbentuk bola. Orang ini adalah Lakasipo, bekas Kepala negeri Latanahsilam yang kemudian dikenal dengan julukan Bola-Bola Iblis alias Hantu Kaki Batu.
Seperti diceritakan dalam serial Wiro Sableng sebelumnya, berkat pertolongan Hantu Tangan Empat maka Wiro dan Naga Kuning serta si kakek berjuluk Setan Ngompol sosok tubuhnya berhasil dirubah menjadi lebih besar walau belum mencapai sebesar sosok orang-orang di Negeri Latanahsilam. Karena itulah jika sedang mengadakan perjalanan jauh Lakasipo selalu membawa ke tiga saudara angkatnya itu dengan cara menyelipkan mereka di balik sabuk besar yang melilit pinggangnya.
"Kedengarannya seperti orang membaca mantera panjang..." berkata Wiro menyahuti ucapan Lakasipo tadi.
"Mungkin dia orang yang kita cari. Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab," ikut bicara Setan Ngompol.
"Mungkin juga itu adalah suara hantu atau jin rimba yang sedang mengigau!" ucap Naga Kuning.
"Bocah sialan!" maki Setan Ngompol. "Jangan bicara yang membuat aku kaget dan kepingin beser!" Kakek ini cepat tekap bagian bawah perutnya sementara Naga Kuning usap-usap mulutnya menahan geli.
"Sebaiknya kita turun dari kuda. Menyelidik ke jurusan datangnya suara itu. Siapa tahu yang bersuara seperti orang membaca mantera adalah Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab yang kita cari."
"Berarti penjelasan yang diberikan Tringgiling Liang Batu tidak dusta. Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab itu benar-benar berada di kawasan kaki gunung ini." (Mengenai riwayat Tringgiling Liang Batu harap baca serial Wiro Sableng berjudul ).
Lakasipo berpikir sejenak. Lalu dia anggukkan kepala. Diusapnya kuduk Laekakienam, kuda hitam besar berkaki enam yang memiliki sepasang tanduk di kepalanya. Lalu dia turun dari punggung tunggangannya itu. "Laekakienam, jangan kemana-mana. Tunggu di sini sampai kami kembali!"
Kuda berkaki enam kedipkan dua matanya yang merah lalu menjilat tangan Lakasipo.
"Lakasipo, kau hams pergunakan kesaktianmu agar langkah kaki batumu tidak mengeluarkan suara dan menggetarkan tanah. Aku khawatir orang yang meracau akan mendengar lalu melenyapkan diri sebelum kita sampai ke tempatnya." berkata Wiro.
"Hal itu sudah kupikirkan," jawab Lakasipo. Dia mulai melangkah ke jurusan datangnya suara orang meracau. Tanpa mempergunakan ilmu meringankan tubuh dan mengandalkan tenaga dalam, setiap langkah yang dibuat Lakasipo akan mengeluarkan suara duk-duk-duk dan menggetarkan tanah yang dipijaknya. Tapi kali ini setelah dia mengeluarkan kesaktian maka setiap langkah yang dibuatnya selain cepat juga tidak mengeluarkan suara atau menggetarkan tanah. Berjalan kira-kira lima puluh tombak memasuki rimba belantara yang pepohonan serta semak belukarnya semakin rapat, suara orang yang seperti merapal mantera itu semakin keras tanda orangnya semakin dekat. Lakasipo melangkah terus. Setan Ngompol yang diam-diam merasa tegang tambah keras memegang dan menekan bagian bawah perutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serial Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Bastian Tito
Tiểu Thuyết ChungWiro Sableng atau Pendekar 212, adalah nama tokoh fiksi dalam seri buku yang ditulis oleh Bastian Tito. Wiro terlahir dengan nama Wira Saksana yang sejak bayi telah digembleng oleh gurunya yang terkenal di dunia persilatan dengan nama Sinto Gendeng...