SATU
Sepasang mata Sabai Nan Rancak memandang tak berkesip pada orang bercadar yang tegak di hadapannya. Dia seolah berusaha menembus cadar untuk melihat wajah orang berpakaian serba kuning itu, untuk mengetahui siapa orang ini adanya.
"Siang telah bergerak menuju petang. Terima kasih kau telah sudi datang memenuhi undangan." Si cadar kuning berkata. Sabai Nan Rancak memasang telinganya baik-baik. Sebelumnya dia telah beberapa kali bertemu dengan orang ini dan telah beberapa kali pula mendengar suaranya. Dalam hati Sabai Nan Rancak berkata. "Aku masih belum bisa memastikan apakah orang ini lelaki atau perempuan. Kalau bicara kata-katanya seperti berpantun. Setiap bicara agaknya dia mengerahkan tenaga dalam untuk menutupi suara aslinya. Namun berat dugaanku dia seorang perempuan."
"Waktuku tidak banyak. Ada beberapa urusan penting menungguku. Jadi kuharap kau segera menjelaskan maksud tujuan pertemuan ini." Kata Sabai Nan Rancak setelah tadi berusaha menyimak suara orang.
"Sebetulnya ada tiga orang yang kuharapkan datang kemari. Namun orang ke tiga belum menunjukkan diri...."
"Kalau pertemuan ini memang penting, aku bersedia menunggu sampai matahari tenggelam."
Orang bercadar dan berpakaian serba kuning gelengkan kepala. "Yang ditunggu tak bakal datang. Entah apa sebab penghalang...."
"Kalau begitu percuma aku datang kemari!" ujar Sabai Nan Rancak dengan nada keras menunjukkan sikapnya yang mulai tidak sabaran dan cepat naik darah.
"Setiap kedatangan ada manfaatnya," jawab si cadar kuning. "Undangan ke tiga tidak datang. Entah apa sebab penghalang. Terakhir kusirap dia berada di sekitar Telaga Gajahmungkur. Lalu lenyap seolah masuk ke dalam kubur. Hanya kita bertiga yang bisa berkumpul. Itu sudah cukup untuk memanjatkan syukur."
"Kalau memang kita bisa mulai bicara, harap kau suruh orang yang sembunyi di balik pohon besar itu keluar dan datang ke tempat ini!" kata Sabai Nan Rancak. Sejak pertama datang nenek sakti ini memang sudah mengetahui kalau ada orang mendekam di balik pohon besar.
"Saudara di balik pohon harap kau suka datang ke sini. Agar pertemuan dan pembicaraan dimulai lebih dini!" kata si cadar kuning pula.
Dari balik pohon terdengar suara orang mendehem beberapa kali. "Sebetulnya aku malu untuk menemui kalian. Tapi kupikir jauh lebih memalukan kalau terus-terusan sembunyi di balik pohon ini!"
Suaranya masih bergema namun orang yang tadi berada di balik pohon tahu-tahu sudah berada di tempat itu. Duduk mencangkung seenaknya di gundukan tanah tinggi berumput. Kedua tangannya ditutupkan di atas wajahnya.
"Iblis Pemalu!" kata Sabai Nan Rancak setengah berseru karena dia tidak menyangka orang di balik pohon itu ternyata adalah si pendatang baru dalam rimba persilatan yang memperkenalkan diri dengan nama atau julukan Iblis Pemalu. Sebelumnya dia telah pernah bertemu dengan pemuda itu. Terakhir sekali dia malah mengadakan perjalanan bersama menyeberangi lautan dari pulau Andalas menuju tanah Jawa. Yakni setelah dia mendapatkan Mantel Sakti dan Mutiara Setan milik Datuk Tinggi Raja Di Langit yang kemudian merubah gelar menjadi Jaga! Iblis Makam Setan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serial Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Bastian Tito
General FictionWiro Sableng atau Pendekar 212, adalah nama tokoh fiksi dalam seri buku yang ditulis oleh Bastian Tito. Wiro terlahir dengan nama Wira Saksana yang sejak bayi telah digembleng oleh gurunya yang terkenal di dunia persilatan dengan nama Sinto Gendeng...