SATU
MATAHARI baru saja tenggelam. Dalam udara yang beranjak gelap itu keadaan dipekuburan Jati anom nampak diselimuti kesunyian padahal belum lama berselang rombongan pengantar jenazah yang berjumlah hampir seratus orang meninggalkan tempat itu. Di u jung kanan tanah pekuburan, dibawah sepokok batang Kemboja kecil tampak seungguk tanah makam yang masih merah ditaburi oieh bunga-bunga aneka warna. Dikejauhan terdengar suara kicau burung yang kembali ke sarangnya. Lalu sunyi lagi dan udara semakin gelap.
Pada saat itulah tiga sosok berpakaian serba hitam muncul dari arah timur tanah pekuburan.Ketiganya sesaat tegak berhenti meneliti keadaan. Ketika tidak seorangpun kelihatan di tempat itu, ketiganya melangkah bergegas menuju kuburan baru. Dua dari tiga orang ini memanggul pacul. Satunya membawa linggis.
"Ini kuburannya! Kita harus bekerja cepat!" terdengar orang yang membawa linggis berucap.
"Tak usah kawatir. Kuburan baru tanahnya masih lembek. Sebentar saja kita pasti menemukan peti itu!" menjawab pemanggul pacul di sebelah kanan. Lalu bersama temannya dia mulai memacul dan menggali tanah kuburan. Keduanya bekerja keras dan cepat, tidak berhenti-henti menggali sampai akhirnya salah satu mata pacul terasa dari terdengar menghantam benda keras.
"Peti jenazah!" seru orang yang memacul di sebelah kanan. Dengan tangannya dia menggeser tumpukan tanah, kawannya ikut membantu.
Dalam gelapnya malam kemudian terlihat kayu tutup peti jenazah.
"Berikan linggis!" orang di dalam lobang berteriak.
Lelaki yang memegang linggis menyahuti : "Biar aku yang membuka tutup peti!" Lalu dia melompat turun ke dalam liatv» kubur yang barusan dibongkar itu. Dengan uji ng linggis dia mulai mengungkit tepi penutup peti. Terdengar suara berkereketan ketika kayu penutup peti jenazah mulai terkuak.
"Ganjal dengan paculmu! Aku akan mengungkit ujung sebelah sana!" si tukang linggis berkata.
Kawannya lalu mengganjalkan paculnya dibawah penutup peti yang terkuak. Ketika ujung yang lain berhasil diungkit pula maka penutup peti itupun dengan mudah bisa ditarik lepas.
"Hai!"
Orang yang membuka penutup peti berseru kaget tapi juga keheranan. Dua kawannya sama-sama besarkan mata, terperangah. Salah seorang dari mereka malah berjongkok dan memasukkan kedua tangan ke dalam peti, meraba-raba.
"Kosong ...!" desisnya sambil menengadah ke arah kedua temannya. "Petinya kosong! Kalian lihat sendiri!"
Kami sudah melihat! Ini adalah aneh! Mana jenazah puteri hartawan itu.... ?!"
"Edan! Kita kemari bukan untuk mencari mayat!
Tapi mencuri harta yang kabarnya ikut dikuburkan bersama jenazah Yuniarti putri bungsu hartawan Tampakjati!"
Untuk beberapa lamanya ketiga orang itu tertegun saling pandang.
"Ada suatu rahasia dibalik semua ini! Rahasia yang kita tidak mengerti!"
"Kau betul! Putri hartawan itu diketahui mati.
Lalu dikubur di tempat ini! Tapi ketika dibuka petinya ternyata kosong! Tak ada jenazah, apa lagi harta!"
"Mungkinkah jenazah itu gaib.... ?"
"Atau seseorang telah mendahului kita. Tapi gila!
Mustahil! Tidak mungkin!"
"Lalu. . . . ? Jangan jangan " Yang berkata adalah lelaki yang tadi memcongkel penutup peti jenazah dengan linggis. Belum lagi ucapannya berakhir tiba-tiba terdengar bentakan garang.
"Bagus! Jadi ini kerja kalian! Membongkar makam mencari harta! Kalian tahu makam siapa yang kalian bongkar?! Benar-benar mencari mampus!"
Tiga lelaki berpakaian serba hitam di dalam lobang sama mendongak ke atas. Di tepi kuburan mereka melihat seorang lelaki bertubuh jangkung berwajah garang dan membekal sebatang golok di pinggangnya tegak bertolak pinggang. Mereka segera mengenali siapa adanya orang ini. Salah seorang dari ketiganya segera menjawab.
"Lancang Item! Kau tidak lebih baik dari kami.
Mengapa mencampuri pekerjaan kawan segolongan, . . .?!"
Orang yang tegak ditepi kuburan mendengus.
"Aku berhak melakukan apa saja disini karena aku ditugasi mengawasi makam ini!"
"Siapa yang menugasimu?"
"Bangsat! Kau tak layak bertanya!" hardik Lancang Item "Kalian telah melakukan satu kesalahan besar! Membongkar kuburan dan punya niat jahat untuk mencuri!"
"Kau linat sendiri! Peti ini kosong! Tak ada mayat apa lagi harta!"
"Sudahlah! Mengapa harus ribut-ribut di tempat ini.
Mari kita pergi saja. ..." Kata lelaki yang memegang linggis.
"Tidak! Kalian akan tetap di lobang itu!" Lancang Item maju satu langkah.
"Apa maksudmu?!" orang dalam kubur bertanya.
Sreett!
Lancang item hunus goloknya. Dalam gelapnya malam benda itu masih tampak seperti berkilau tanda selalu diasah. Melihat gelagat tidak baik ini tiga orang didalam kubur segera memanjat keatas. Saat itulah golok di tangan Lancang Item berkelebat. Terdengar dua pekikan berturut-turut.
Dua orang di samping kanan yang tengah berusaha memanjat dan keluar dari dalam kubur kembali jatuh dengan punggung luka besar dan satu lagi hampir putus pangkal lehernya. Lelaki ketiga lindungi dirinya dengan linggis besi sewaktu golok di tangan Lancang Item kembali membabat.
Trang!
Bunga api memercik ketika golok tajam dan besi linggis beradu. Yang memegang linggis merasakan tangannya bergetar keras. Saat itu kembali dilihatnya golok datang menyambar! Untuk kedua kalinya dia angsurkan linggis ke atas. Tapi sekali ini Lancang Item tidak mau melakukan bentrokan lagi. Golok ditangannya diputar. Senjata ini berubah dari membabat menjadi membacok. Terdengar pekik ketiga. Lelaki yang memegang linggis rubuh ke dalam kubur dengan kepala hampir terbelah!
"Maling-maling picisan mau berlagak melawanku!" ujar Lancang item. Lalu dia masukkan jari telunjuk dan ibu jari tangan kanannya ke dalam mulut. Terdengar suitan nyaring. Sesaat kemudian dua orang bergegas muncul dari arah barat.
"Lekas kalian timbun makam ini!" berkata Lancang Item begitu dua orang tadi sampai dihadapannya. Keduanya mengangguk. "Kalian bisa pergunakan dua pacul yang ada di dalam sana!"
Kembali dua orang itu mengangguk. Tapi ketika hendak mengambil pacul mereka melihat tiga sosok tubuh yang saling timpang tindih di dalam lobang. Dua mungkin sudah mati, satu masih terdengar mengerang. Lancang item segera maklum keraguan mereka. Maka diapun menghardik.
"Kalau aku perintahkan kalian menimbun kuburan berarti apapun yang ada didalamnya harus kalian timbun! Lakukan cepat!" Lancang Item memandang berkeliling. Dia kawatir kalau-kaiau ada orang lain berada disekitar situ dan sempat menyaksikan apa yang terjadi.
Mendengar bentakan Lancang Item dua orang tadi segera mengambil dua pacul di dalam kubur lalu dengan cepat kembali menimbun dan menguruk kuburan yang tadi sempat digali oleh tiga orang pencuri harta. "Pekerjaan kami telah selesai Lancang,"
seorang penimbun memberi tahu.
Lancang Item mengangguk. Lalu keluarkan sebuah kantong dari balik pakaiannya. Kantong itu dilemparkannya pada orang yang tegak disebelah kanan.
"Bagi dua uang itu. Dan mulai saat ini kalian harus meninggalkan daerah ini! Tidak boleh kembali dengan alasan apapun! Bila rahasia ini tersebar diluaran berarti kalian yang membuka dan menyebarkannya! Aku akan mencari dan membunuh kalian! Mengerti?!"
"Kami mengerti Lancang... "
"Nah pergilah! Bawa pacul-pacul itu, buang di tempat jauh!"
Untuk beberapa lamanya Lancang Item masih tegak di tempat itu memperhatikan kepergian dua orang yang membawa pacul. Setelah keduanya lenyap dikegelapan malam baru dia beranjak meninggalkan tempat itu.
* * *TIGA ORANG putera Raden Tambakjati Kalidiningrat duduk mengelilingi ayah mereka sementara ibunda ketiganya berada di kamar tidur dalam suasana duka. Ketiga putera yang datang dari jauh ini sama menyesalkan mengapa adik mereka begitu cepat dimakamkan tanpa menunggu kedatangan mereka hingga tak dapat melihat si adik untuk penghabisan kali.
"Adik kalian meninggal karena penyakit sampar,"
Raden Tambakjati berkata dengan menundukkan kepala. "Jika tidak segera dimakamkan bisa-bisa banyak orang yang akan ketularan, termasuk seisi rumah besar ini. . . . Kalian puteraputeraku yang kucintai.. . . .Aku dapat merasakan apa yang ada dilubuk hati kalian. Besok, pagi-pagi sekali kalian bertiga bisa menyambangi makamnya di pekuburan Jatianom. ..."
"Dua tahun lalu. . . . " yang bicara adalah Tubagus Kalidiningrat, putera tertua yang datang dari Solotigo, "ketika adik Yuni mencapai usia empat belas tahun, saya mendengar kabar dirinya menderita semacam penyakit aneh. Penyakit seperti kurang ingatan "
Raden Tambakjati angkat kepalanya dan menatap paras putera sulungnya itu.
"Dari mana kau mendengar kabar itu? Siapa yang mengatakan begitu padamu... ?"
"Saya tidak ingat dengan pasti ayah. Hanya saja.... apakah kabar itu betul?"
"Kabar fitnah! Fitnah busuk yang disebarkan oleh orang-orang yang tidak suka pada kita! Jangan kau percayai hal yang memalukan itu Tubagus ..
"Saya memang tidak pernah mempercayainya ayah," jawab Tubagus Kalidiningrat.
"Kalian bertiga datang dari jauh, tentu, sangat letih. Pergilah beristirahat dulu. Sehabis ba'dal Isya akan diadakan pengajian. Kuharap kalian bertiga turut hadir...."
Ketiga putera Tambakjati sama mengiyakan lalu meninggalkan tempat itu, tepat pada saat Lancang Item datang menghadap. Hartawan Tambakjati menunggu sampai ke tiga puteranya meninggalkan tempat itu lalu berdiri dan memberi isyarat agar mengikutinya.
"Katakan cepat apa yang menyebabkanmu baru saat ini sampai kemari?" bertanya Tambakati.
Lancang Item lalu menuturkan apa yang terjadi dipekuburan Jatianom "Apa yang kau lakukan sudah cukup baik.
Hanya saja masih ada yang kurasa mengganjal. .."
"Hal apakah itu Raden?" tanya Lancang Item.
"Dua orang tukang timbun itu seharusnya kau bereskan juga hingga semua rahasia tidak bisa bocor!"
"Saya sudah memberinya uang, menyuruhnya pergi dari. daerah ini dan mengancamnya! Mereka tak mungkin akan membocorkan rahasia itu Raden.
Lagi pula saya sudah kenal lama keduanya. Mereka bisa dipercaya...."
Raden Tambakjati tatap merasa tidak enak didalam hatinya. Lalu dia berkata : "Mulai hari ini, paling tidak satu kali seminggu kau menjenguk tempat itu Lancang... "
"Itu menjadi tugas saya Raden. Apakah saya juga harus membawa obat-obatan dari perempuan tua bernama embah Gromboh itu ?"
"Tidak perlu. Sejak lama aku dan istriku sudah menduga perempuan itu tidak mampu mengobati.
Hanya saja selama ini kita memakainya karena mengharapkan ada kebaikan. Kenyataannya memang tidak.. Tempat yang kau pilih itu benar-benar baik dan aman Lancang?"
Lancang Item mengangguk. "Tempatnya sangat kelindungan. Tak ada manusia yang pernah mendekati tempat itu. Sama sekali tidak dijejak binatang buas. Sumber air terdekat tidak jauh dari situ .
"Sewaktu-waktu saya akari mengantarkan Raden, " ujar Lancang.
"Kau boleh pergi. Jangan lupa menyirap-nyirap segala cerita dan desas desus diluaran. . . . . "
"Akan saya lakukan Raden. "Lancang Item membungkuk hormat lalu tinggalkan hartawan Tambakjati Kalidiningrat.
DUA
KAMU SEDANG MEMBACA
Serial Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Bastian Tito
General FictionWiro Sableng atau Pendekar 212, adalah nama tokoh fiksi dalam seri buku yang ditulis oleh Bastian Tito. Wiro terlahir dengan nama Wira Saksana yang sejak bayi telah digembleng oleh gurunya yang terkenal di dunia persilatan dengan nama Sinto Gendeng...