SATU
Bayangan putih yang berkelebat di malam gelap dan dingin itu tiba-tiba lenyap laksana ditelan bumi. Beberapa saat kemudian satu bayangan lagi muncul di tempat itu. Sambil mengusap keringat yang membasahi keningnya orang ini memandang berkeliling. Ternyata dia seorang pemuda berwajah tampan, berkumis tipis, mengenakan pakaian serba merah. Sehelai kain hitam menutupi kepalanya sampai ke kening.
"Heran, apa dia punya ilmu amblas ke dalam tanah? Barusan saja aku masih melihat dia berada di depanku. Bagaimana tahu-tahu lenyap tanpa bekas?" Orang yang berkata dalam hatinya itu memandang berkeliling. "Malam gelap sekali. Tapi mataku tak bisa ditipu. Tak ada pohon besar untuk bersembunyi. Tak ada semak belukar untuk mendekam. Aneh...."
Orang ini lalu melangkah ke kiri. Dari sini dia membuat gerakan memutar. Tetap saja orang yang tadi diikutinya tidak kelihatan. "Apa aku meneruskan perjalanan saja menuju Kutogede. Bagaimana kalau berpapasan lagi dengan guru. Seperti kejadian beberapa hari lalu. Hampir aku kepergok olehnya! Kalau dia sampai menemuiku bakalan celaka diriku! Selain itu aku harus memberitahukan satu hal penting pada orang yang kukejar tapi lenyap begitu saja!"
Sambil bicara dalam hati, sepasang mata orang ini terus memandang kian kemari. Apa yang dicarinya tidak kelihatan. Sesaat dia merasa bingung. Apa akan terus mencari orang yang tadi dikejarnya atau meneruskan perjalanan saja. Selagi dia menimbangnimbang begitu tiba-tiba dari sebuah lobang sedalam pinggang yang nyaris tak kelihatan karena tenggelam dalam kegelapan malam yang sangat pekat menyambar serangkum angin dahsyat. Menghantam ke arah pemuda berpakaian merah yang tegak di tempat terbuka itu. Meski terkejut mendapat serangan tak terduga itu namun karena sebelumnya dia telah berlaku waspada maka begitu sambaran angin yang sanggup menghancurkan batu mematahkan pohon besar itu menderu ke arahnya, pemuda berbaju merah melompat ke udara. Dengan sudut matanya dia telah melihat dari mana datangnya serangan gelap itu. Karenanya begitu melayang turun pemuda ini balas melepas pukulan tangan kosong mengandung tenaga dalam tinggi, diarahkan ke lobang di kegelapan.
"Wusss!"
"Byarrr!"
Lobang terbongkar. Tanah laksana berubah jadi air dan muncrat ke udara. Dalam gelap terdengar suara orang memaki lalu samar-samar tampak bayangan putih melayang ke udara. Pemuda berbaju merah mengikuti gerakan tubuh yang melayang. Ketika dia hendak menghantam kembali tiba-tiba dia melihat ada sebuah benda melesat di udara. Sebelum dia sempat melihat jelas, tahu-tahu sekujur tubuhnya telah dilibat ikatan benang halus berwarna putih.
"Ah! Memang dia rupanya!" kata pemuda berpakaian merah begitu dia mengenali benda apa yang mengikatnya hingga dia tak mampu bergerak barang sedikit pun. Tiba-tiba dari arah kegelapan benang putih halus itu dikedut orang. Tak ampun lagi tubuh si pemuda melesat ke udara. Lalu laksana layang-layang ditarik ke bawah hingga menghunjam tajam ke arah tanah. Bersamaan dengan itu dari kegelapan terdengar orang berteriak.
"Makan tanganku! Jebol batok kepalamu!"
"Astaga! Dia hendak membunuhku!" ujar si pemuda. Dalam keadaan terikat dan melayang begitu rupa dia coba gerakkan badannya ke kiri seperti gelondongan kayu. Tapi orang di dalam gelap lebih cepat menyentakkan benang yang mengikat tubuhnya. Akibatnya sernakin deras dirinya tertarik ke bawah, kepala lebih dulu! "Celaka! Hancur kepalaku!"
"Kek! Jangan bunuh diriku!"
"Eeee anak gila! Walau gelap aku tidak buta! Orang berpakaian merah yang menguntitku sejak dari pantai dua hari lalu ini adalah seorang pemuda! Tapi mengapa suaranya seperti perempuan? Apa masih ada banci di dunia ini?!"
"Kek! Aku Puti Andini! Jangan...."
"Anak setan kurang ajar! Akan aku rotan kau sampai seribu kali!" "Dettt... dettt...dettt!" Benang halus putih kembali dikedut orang sampai tiga kali. Sosok orang berpakaian merah melayang berputar satu kali. Kalau tadi tubuhnya menghunjam deras ke tanah maka kini tubuh itu laksana layang-layang yang diturunkan bergerak ke bawah perlahan-lahan dan akhirnya tergolek menelentang di tanah.
"Gadis nakal! Terlambat kau mengatakan siapa dirimu, nyawamu tak ketolongan!
Apa yang kau lakukan itu? Kau sengaja mencari mati?!" Seorang tua berpakaian putih berkepala botak plontos muncul di samping Puti Andini yang menyamar sebagai seorang pemuda. "Kek, buka dulu ikatan Benang Kayanganmu. Nanti aku terangkan...." "Kau kira aku tak tahu sejak dua hari lalu kau menguntitku terus menerus...!" "Betul, tapi buka dulu ikatan benang saktimu. Aku sulit bernafas!"
"Itu hukuman agar kau tahu rasa!" jawab orang dalam gelap. Lalu dia gerakkan tangannya dua kali. Benang sakti yang melibat tubuh orang yang terhampar di tanah secara aneh terbuka. Orang ini segera membuka kain lebar yang menutupi kening dan kepalanya. Begitu penutup kepala terbuka maka terlepaslah rambut panjang yang sebelumnya tergulung. Lalu tangannya bergerak menanggalkan kumis tipis yang menghias bagian atas bibirnya. Serta merta wajahnya yang tadi kelihatan seperti wajah pemuda tampan dan halus kini berubah menjadi wajah seorang gadis cantik berambut panjang. Dengan cepat gadis ini melompat tegak dan menjura. Orang tua yang berdiri di depannya keluarkan tawa mengekeh.
"Hebat juga dandanan penyamaranmu! Sekarang ayo katakan mengapa kau menguntit membayangiku terus menerus! Apa kau tidak sadar itu pekerjaan berbahaya yang membuatku bisa salah menurunkan tangan maut?! Kau tahu banyak orang yang ingin membunuhku sejak beberapa waktu belakangan ini!"
"Maafkan aku Kek. Aku tadinya masih meragukan apa kau yang aku ikuti selama beberapa hari ini benar-benar kakekku Tua Gila. Soalnya penyamaranmu jauh lebih hebat dariku!"
Orang tua berkepala botak tertawa terkekeh-kekeh. Tangan kirinya bergerak ke bagian belakang kepala. Sekali dia menarik maka terlepaslah satu topeng tipis yang membungkus muka dan kepalanya. Kini kelihatanlah wajahnya yang asli. Wajah seorang kakek cekung keriput. Sepasang matanya memiliki rongga dalam dan sangat lebar. Rambutnya, kumis dan janggutnya yang putih panjang melambai-lambai ditiup angin. Ternyata dia adalah tokoh rimba persilatan yang dikenal dengan julukan Tua Gila alias Pendekar Gila Patah Hati dan di masa mudanya juga dikenal dengan julukan Iblis Gila Pencabut Jiwa.
"Kita sama-sama menyamar. Tentu punya alasan. Apa alasanmu Cucuku?" tanya Tua Gila pada Puti Andini yang memang adalah cucunya sendiri. (Seperti dituturkan dalam Episode I Tua Gila Dari Andalas) dari hubungan cintanya dengan Sabai Nan Rancak di masa muda lahirlah seorang anak perempuan yang diberi nama Andam Suri. Anak ini kemudian kawin dengan Datuk Paduko Intan. Ketika melahirkan Puti Andini, Andam Suri meninggal dunia. Datuk Paduko Intan melenyapkan diri. Ternyata dia telah menjadi searang Raja kecil di sebuah kerajaan pulau Sipatoka. Dari istrinya yang kedua Datuk Paduko Intan dikarunia seorang putera yakni Datuk Pangeran Rajo Mudo. Kalau tidak tersesat ke pulau Sipatoka itu seumur hidup Tua Gila tak akan pernah bertemu dengan bekas menantu dan puteranya yang berarti adalah juga cucunya.
"Puti Andini, kau belum mengatakan mengapa kau menyamar dan meninggalkan pulau Andalas?"
"Tak lama setelah Datuk Angek Garang meninggalkan Andalas, guruku Sabai Nan Rancak juga berangkat. Dia berpesan agar aku segera kembali ke Singgalang. Tapi setelah ditinggal sendirian aku merasa apa gunanya mendekam di gunung itu. Walau aku mendapat pengalaman pahit di tanah Jawa sebelumnya tapi perasaan hatiku mendorongku untuk kembali ke sini. Untuk menghindarkan segala macam urusan yang tidak diduga, terutama jangan ketahuan guru aku terpaksa menyamar..., Nah sekarang giliranmu Kek menceritakan mengapa kau menyamar jadi kakek botak!"
Tua Gila tertawa lebar lalu berkata. "Aku tahu perasaan hati yang mana yang paling keras mendorongmu untuk kembali ke tanah Jawa ini. Kau ingin menemui muridku si sableng itu bukan?" Tua Gila tertawa mengekeh melihat paras Puti Andini menjadi merah.
"Kau jangan mengganggu aku Kek!" kata si gadis seraya memalingkan wajahnya ke jurusan lain. "Ayo lekas kau ceritakan apa sebabnya kau menyamar." "Banyak orang yang ingin membunuhku. Kau tahu sendiri. Salah seorang diantaranya adalah gurumu Sabai Nan Rancak. Kemanapun aku pergi maut selalu membayangi. Aku tidak takut mati. Tapi ada beberapa urusan yang perlu aku selesaikan kalaupun kelak aku harus mati. Di tengah perjalanan menuju kesini aku mendapat kabar dari seorang sakti di kawasan laut selatan bahwa satu malapetaka telah menimpa muridku Wiro Sableng. Bahaya besar mengancam dirinya. Selama seratus hari dia akan kehilangan semua ilmu silat dan kesaktiannya. Aku harus melakukan sesuatu untuk menolongnya. Celakanya dimana dia berada belum ku ketahui. Kemungkinan dia berada di Gunung Gede tempat kediaman gurunya. Sebelum menuju ke sana aku akan menyelidik dulu barang beberapa hari...."
"Aku dapat membayangkan kesulitan besar yang kau hadapi Kek. Kalau saja aku bisa menolong...." Puti Andini terdiam sesaat. Lalu dia bertanya. "Bagaimana dengan Malin Sati, muridmu itu Kek?"
Wajah Tua Gila langsung berubah mengelam. Rahangnya menggembung dan pelipisnya bergerak-gerak. "Anak malang ..." desah si kakek. "Setelah kusadari dirinya hanya tinggal tubuh kasar, anak itu aku kuburkan di sebuah pulau...."Sampai di sini Tua Gila hentikan penuturannya. Dalam hati dia bertanya-tanya apakah akan diceritakannya pertemuannya dengan Rajo Tuo Datuk Paduko Intan yang adalah ayah kandung cucunya itu. Juga tentang Datuk Pangeran Rajo Mudo yang merupakan saudara satu ayah Puti Andini. "Urusan nanti bisa panjang. Aku khawatir. Untuk sementara biar aku rahasiakan dulu ihwal orang-orang itu pada gadis ini...."
Wajah Tua Gila tampak berkerut. Dia seperti merenung.
Karena lama orang tua itu tidak kunjung membuka mulut maka Puti Andini lalu berkata. "Kek, tak lama setelah aku menginjakkan kaki di Jawa ini aku menyirap kabar tentang adanya sebuah kitab maha sakti disebut Kitab Wasiat Malaikat. Konon kitab itu berada di tangan Datuk Lembah Akhirat yang diam di sebuah lembah bernama Lembah Akhirat. Aku pernah tahu tentang Kitab Wasiat Iblis dan Kitab Putih Wasiat Dewa. Katanya Kitab Wasiat Malaikat ini jauh lebih hebat dari dua kitab itu. Menurut kabar, Datuk Lembah Akhirat akan memberikan kitab sakti itu pada siapa saja yang dianggapnya cocok. Apa kau pernah tahu hal ihwal Kitab Wasiat Malaikat itu Kek?"
"Aku memang mendengar berita itu. Bahkan apa yang ku dengar kitab itu hanya akan diberikan pada orang yang berjodoh tapi harus dari golongan putih. Lalu kabarnya telah jatuh beberapa korban dalam memperebutkan kitab tersebut. Bagaimana urusannya kurang jelas bagiku. Aku tidak tertarik untuk mendapatkannya karena urusanku jauh lebih penting. Apa kau berniat mencarinya?" tanya Tua Gila.
"Mungkin.... Siapa tahu aku berjodoh" jawab Puti Andini.
"Mudah-mudahan kau memang berjodoh mendapatkannya. Namun jika kau suka dan jika kau ada niat hendak menolong muridku Pendekar 212, ada satu hal yang bisa kau lakukan."
Mendengar disebutnya Pendekar 212 sepasang mata si gadis kelihatan membesar dan mengeluarkan cahaya. "Kek, aku akan melakukan apa saja untuk menolong muridmu itu. Katakan apa yang kau ingin aku lakukan."
"Puluhan tahun silam ketika aku dan Sinto Gendeng masih sama-sama menuntut ilmu sebagai saudara satu guru kami diwarisi dua senjata mustika sakti. Yang pertama adalah sebilah pedang putih disebut Pedang Naga Suci 212. Senjata kedua berupa sebilah kapak bermata dua disebut Kapak Naga Geni 212. Sinto Gendeng memilih Kapak Naga Geni 212 dan dia berhasil mendapatkannya. Padahal senjata itu seharusnya cocok untuk diriku yang laki-laki. Aku berembuk dengan Sinto Gendeng agar kapak diserahkan padaku dan dia mengambil pedang saja. Tapi waktu itu kami sudah berseteru karena aku berlaku culas dalam bercinta dengan dirinya. Sinto Gendeng melenyapkan diri membawa Kapak Naga Geni 212 dan sekaligus menyembunyikan Pedang Naga Suci 212 di suatu tempat. Bertahuntahun aku berusaha mencari pedang itu tapi sulit dijajagi dimana beradanya. Ketika akhirnya aku mengetahui letak penyimpananya, aku tidak berminat lagi. Sekarang kurasa tiba saatnya aku menyelusuri lagi keberadaan pedang sakti itu. Namun bukan untuk diriku dan aku tidak punya waktu untuk mencarinya. Mungkin kau berjodoh dengan Pedang Naga Suci 212 itu ...."
Puti Andini terbelalak mendengar kata-kata Tua Gila itu. "Mungkinkah aku salah dengar atau orang tua ini yang salah bicara?" pikirnya. "Pedang maha sakti itu hendak diberikannya padaku?!"
***
DUA
KAMU SEDANG MEMBACA
Serial Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Bastian Tito
Genel KurguWiro Sableng atau Pendekar 212, adalah nama tokoh fiksi dalam seri buku yang ditulis oleh Bastian Tito. Wiro terlahir dengan nama Wira Saksana yang sejak bayi telah digembleng oleh gurunya yang terkenal di dunia persilatan dengan nama Sinto Gendeng...